GEMINI - 15

442 57 5
                                    

Multimedia: Billy as Farizan Aidan Ivanca

*-----*

               Aryn mengerjap beberapa saat ketika Abigail merentangkan tangan lantas berdiri dan mendekat padanya "Ada apa?" ujar wanita cantik itu dengan suara khas baru bangun tidur.

Aryn menggaruk tengkuknya yang tak gatal merasa tidak enak karena sudah mengganggu atasannya yang sedang terlelap, tapi ia memang memiliki keperluan dengan Abigail.

"Saya ingin mengajukan permintaan dari tim pengiriman perihal terpal atau tenda penghalang barang-barang yang sudah lama tak diganti. Tim pengiriman berkata, belakangan ini hujan sering turun sehingga mereka membutuhkan terpal baru yang lebih bagus karena terpal yang lama sudah memiliki banyak lubang dan sudah sulit ditutup" ujar Aryn menjelaskan alasan kedatangannya dengan cepat dan tepat.

Abigail menunjuk kursi di depannya menggunakan dagu "Duduk dulu" katanya dengan nada tenang namun memerintah.

Aryn menunduk sebentar lantas kemudian menempatkan bokongnya di atas kursi yang empuk dengan penyangga punggung yang tinggi. "Berapa terpal yang dibutuhkan?"

Aryn mengerjap, ia tak tahu.

"Ukuran terpal yang dibutuhkan juga harus pasti sehingga harganya bisa di prediksi"

Sekali lagi, Aryn mengerjap. Ia tidak tahu.

"Apa kamu sudah mengulik datanya?"

Dengan gugup, Aryn meremas ujung kemeja yang ia kenakan "Saya belum mengeceknya, Miss" aku gadis cantik bergigi kelinci itu kemudian.

Abigail bergerak lembut dari posisinya "Lain kali, sebelum mengajukan permintaan, kamu sudah harus memegang data pastinya terlebih dahulu. Jangan seperti ini" Abigail berdiri, wanita cantik itu kemudian mendekat pada Aryn dan mendorong sandaran kursi milik gadis cantik itu agar mereka tetap berhadapan meski kini Abigail berada di samping Aryn.

Aryn Menggigit bibir bawahnya secara tidak sengaja karena gugup ditatap seperti ini oleh Abigail. Gadis cantik itu bahkan enggan mengangkat kepala untuk memandang iris berwarna kecoklatan Abigail yang terasa seperti menusuk dirinya di jarak sedekat ini "Baik Miss" jawab Aryn setelah ia memastikan bahwa suaranya tidak akan bergetar ketika ia berbicara.

Jemari panjang milik Abigail membungkus pipi milik Aryn, ibu jarinya yang memiliki kuku panjang bahkan mengusap rahang si gadis bergigi kelinci dengan perlahan "Pastikan pekerjaan sudah benar ketika dilaporkan. Saya tidak suka mendengar kesalahan. Apalagi dari orang sepintar kamu" wanita cantik itu membungkuk dan mendekatkan wajahnya pada Aryn "Jangan meminta maaf di depanku. Kamu lebih terlihat menawan ketika membantah"

Aryn menghentakkan napas ketika Abigail melepaskan cengkramannya. Wanita cantik bertubuh mungil itu selalu saja berhasil membuatnya merasa sesak entah bagaimana.

"Kembali bekerja. Laporkan keluhanmu ketika data sudah kumplit semua. Dan jangan sembarangan masuk ke ruangan saya"

Aryn menunduk hormat "Baik, Miss. Kalau begitu, saya permisi"

"Ya"

Aryn beranjak dari hadapan Abigail lantas menutup pintu ruangan milik wanita cantik itu secara perlahan. Punggung milik Aryn yang sedari tegap kini terkulai lemah ketika ia memasuki ruangannya dan menemukan tidak ada siapa-siapa di sana.

Herdi pasti mendengar ucapan Abigail beberapa saat lalu dan lelaki itu pastinya memutuskan untuk meninggalkan ruangan karena tidak enak dengan situasi maupun kondisi.

Aryn menghentakkan napas saat ia terduduk di kursinya, gadis cantik bergigi kelinci itu menengadahkan kepalanya ketika bersandar di kursi dan ia mendesah frustasi.

"Kenapa dia tiba-tiba bersikap seperti ini?"




*-GEMINI By Riska Pramita Tobing-*




               Entah mengapa. Tapi, tak mendapati sikap manis dari Abigail nyatanya membuat Aryn merindu pada wanita cantik itu.

Semenjak terakhir kali dirinya berhadapan dengan Abigail, Aryn tak mendapati lagi tatapan panjang-panjang dari Abigail seperti biasanya.

Wanita cantik itu juga tidak lagi mengiriminya pesan sejak terakhir kali mereka bicara. Dan tiap kali Aryn mengangkat tangan di pagi hari untuk mengusulkan idenya, Abigail tampak acuh.

Wanita cantik itu tampak menghindar entah mengapa dan Aryn tak berani mencairkan apapun yang sudah beku di antara keduanya.

Sudah satu minggu terakhir ini Abigail bahkan ogah-ogahan untuk berbicara dengan dirinya. Wanita cantik itu tak banyak mengganggu Aryn seperti minggu-minggu lalu. Ia lebih banyak diam, dan itu sangat-amat mengganggu.

Aryn menggenggam botol air mineral di tangannya ketika ia melihat Abigail berjalan dengan seorang lelaki berperawakan tinggi semampai dengan rambut yang sedikit teracak di sampingnya.

Wanita itu sesekali tersenyum dan Aryn tak suka melihatnya. Bukan tak suka ketika melihat senyum milik Abigail, tapi pada alasan mengapa wanita cantik itu tersenyum.

Hari ini, Abigail tampak manis dengan pakaian yang ia kenakan. Meski ia selalu saja tampak glamour dengan berbagai perhiasan yang dikenakan olehnya, tapi ia terlihat lebih seperti wanita muda karena hanya mengenakan kemeja putih, celana jeans, serta sepatu converse yang warnanya menyesuaikan dengan kemeja.

"C'mon Zan. Jangan bertingkah bodoh. Kau menggelikan" Aryn bisa mendengar wanita cantik itu terbahak ketika mereka berdua mengambil mangkuk berisi mie ayam yang tempatnya kebetulan berdekatan dengan Aryn.

"Mau makan di luar atau di dalam?" ujar si lelaki tampan ketika ia menerima mangkuk miliknya.

Abigail bergumam sebentar "Sepertinya di luar enak" jawab wanita cantik itu sebelum kemudian mengambil tempat duduk yang bersebelahan dengan Aryn.

Aryn menggigit bibir seraya berpura-pura memotong-motong daging yang ada di atas piringnya. Ia harus bertingkah biasa saja pada mereka berdua.

"Kapan kau punya waktu luang?"

Aryn hampir saja tersedak air minumnya ketika ia mendengar Abigail menyerukan itu dengan cukup lantang.

Lelaki itu tersenyum seraya menyerahkan saus pada Abigail "Kau tahu aku selalu punya waktu luang untukmu"

Kenapa.. rasanya tak mengenakkan begini?

Abigail mengangguk seraya menuangkan sedikit saus pada mie ayam yang ada di hadapannya. Wanita itu sedikit mengerutkan kening karena cairan kental berwarna kemerahan dari dalam botol tak kunjung turun dan itu membuat Aryn ingin sekali memberitahu padanya bahwa ia harus sedikit memukul ujung botol agar sausnya segera turun.

"Sial!" umpat Abigail ketika saus itu tak kunjung turun. "Apa gunanya kau di sini, Farizan?"

Lelaki yang dipanggil Farizan itu mengangkat pandangan ke arah Abigail yang tak sabaran. Ia menorehkan senyum hingga gigi-giginya yang rapi terlihat di bibirnya yang terbuka "Kenapa kau begitu terburu-buru?"

"Waktuku berharga. Memangnya aku pengangguran sepertimu?"

Aryn menggigit bibirnya gemas. Meski mereka terlihat dekat, tapi Aryn yakin kalau keduanya tak memiliki perasaan terhadap satu sama lain. Atau setidaknya salah satu di antara keduanya tak membalas perasaan orang yang lain dan itu membuat Aryn merasa lega entah mengapa.

Farizan tampak terkekeh setelah menumpahkan sedikit saus pada mie ayam milik Abigail "Pengangguran dengan dua perusahaan di tangan belum bisa disebut pengangguran, Aby"

Aby? Itu julukan Aryn untuk Abigail. Kenapa lelaki itu menggunakannya juga?

Abigail mendecak kesal "Menggelikan. Kau tak pantas memanggilku begitu. Panggil aku Edna, bodoh"

"C'mon Ed, siapa juga yang menggunakan nama tengah untuk nama panggilan?" protes si lelaki seraya menggerakkan tangannya di udara dengan dramatis

Abigail mengangkat telunjuknya "Aku" ujar wanita cantik itu kemudian "Hanya satu orang yang pantas memanggilku begitu. Dan kau bukan orangnya"

Deg...

*-----*
Riska Pramita Tobing.

GEMINI [BECKYXFREEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang