GEMINI - 56

318 39 3
                                    

Multimedia: Abigail dan Aryn

*-----*

              Dalam diam, Aryn termenung ketika melihat Aina membersihkan luka memanjang di bagian perutnya. Itu terasa sakit, tapi tidak sesakit ketika membayangkan buah hatinya tak terselamatkan karena dirinya sendiri.

Aryn menggigit bibir ketika Aina menekan pelan sisi jahitan dengan kapas bersih sebelum kemudian menutup semuanya dengan plester.

Ini kali pertama Aryn melihat lukanya, itu tak terlalu besar, tapi begitu menyayat hingga ke dalam dada.

Abigail, selaku istri yang baik, menemaninya dengan lapang dada. Meski terkadang di matanya tampak sorot sendu, tapi ia tetap tersenyum setiap saat Aryn melirik padanya.

Aryn tak pernah tahu sesakit apa rasanya ditinggalkan hingga hari ini. Buah hatinya sudah pergi ke surga terlebih dahulu dibanding dirinya dan itu adalah luka paling besar dalam diri Aryn.

Saat tersadar dari operasi setelah pingsan beberapa saat lalu, Aryn mendapati kekosongan di perut dan hatinya.

Buah hati yang sudah menemani dirinya sejak tiga bulan yang lalu, kini sudah tiada.

Keputusan diambil dengan singkat ketika Aina berkata bahwa Aryn tak akan selamat jika saja sang jabang bayi tetap dibiarkan di dalam tubuh si wanita bergigi kelinci.

Janin yang sudah tak bernyawa akan mengakibatkan penyakit yang fatal jika saja tidak di angkat secara cepat. Dan itu adalah alasan mengapa Abigail mengamuk karena ia harus memilih antara hidup dan mati milik Aryn.

Aryn memang terguncang. Ia begitu terluka saat mendapati anaknya sudah tiada. Tapi, melihat Abigail yang terdiam sambil kerap kali menatap lurus-lurus entah kemana, wanita cantik bergigi kelinci itu disadarkan bahwa bukan hanya dirinya yang sedang kehilangan sekadang.

Mereka berdua terluka, dan Aryn tak tahu cara membangkitkan suasana di antara semua duka yang menyelimuti keduanya.

"Untuk sementara waktu, hindari makanan yang mengandung minyak dan protein. Selain itu, kamu juga dilarang makan jeroan seperti usus, ati, ampela dan lain sebagainya selama setidaknya tiga bulan ke depan. Untuk luka, saya yang akan mengurus itu setiap harinya dengan mengunjungi kediaman Miss Gwin di pagi hari" ujar Aina setelah ia menutup perut Aryn dengan pakaian yang dikenakan olehnya.

Wanita cantik bergigi kelinci itu kemudian melirik pada Abigail yang sedari tadi mematung. Ia mengulurkan tangan untuk mengusap pucuk kepala milik Abigail dengan lembut "Adek dikubur dimana?" ujar Aryn dengan nada sendu yang membuat Abigail menggigit bibirnya sekilas.

"Pemakaman keluarga. Pusaranya mungkin belum dibuatkan karena kami belum memutuskan untuk memberikan nama" jawab wanita itu dengan senyum kecil yang tampak sendu.

Aryn mendekat secara perlahan, menggeser bokongnya hingga ia bersampingan dengan Abigail "Tak apa" ia kemudian menarik Abigail ke dalam dekapan "Aku tahu beratnya beban kamu" dengan lembut, Aryn mengusap belakang kepala milik Abigail yang terisak pelan di lekukan lehernya.

"Nanti mama mau ke tempat istirahat adek?" ujar Abigail setelah akhirnya menghentikan isak dan tangisnya

Aryn tersenyum kecil "Iya. Nanti kita jenguk adek ya?"

Abigail menarik napas panjang sebelum kemudian menegapkan punggungnya yang sedari tadi terkulai "Mama harus sehat dulu ya? Adek pasti nggak suka lihat mama sakit, okay?"

Aryn tak kuasa. Ia tak pandai berpura-pura seperti Abigail, ia hanya mampu membiarkan air matanya mengalir begitu saja, dengan tujuan sekedar untuk mengucapkan selamat tinggal pada buah hati mereka berdua.




*-GEMINI By Riska Pramita Tobing-*




               Sejuknya alam yang menyambut Aryn serta Abigail dari mobil milik Aidan membuat Aryn menyunggingkan senyum pahit yang sedih.

Di hadapannya, terdapat tanah lapang yang basah akibat hujan yang baru menerpa. Masih tercium jejak air di atas tanah dan daun yang terlihat seperti menangis karena duka yang dilanda Abigail dan juga Aryn di hari yang sama.

Sosok Aidan yang ditemani penjaga bernama Jonathan memegang erat Abigail serta Aryn ketika mereka beranjak secara perlahan untuk melangkahkan kaki di atas tanah merah yang masih basah dan licin.

Kaki Aryn semakin lemas ketika ia di ajak menanjak menuju pusara buah hatinya yang masih tampak seperti gundukan tanah kecil yang belum diberi nama.

Aryn tak menangis ketika ia melihat gundukan tanah merah dengan bunga berserakan di atasnya. Wanita cantik itu tersenyum, merasa bahagia karena anak yang dikandungnya sudah masuk ke surga.

Meski ada rasa kecewa karena ia tak sempat bertemu dan menggendongnya di tangannya sendiri, Aryn tetap berusaha untuk menorehkan senyum terbaik ketika ia bertemu untuk pertama kali dengan buah hatinya.

Dengan lambat, Aryn terduduk di kursi kecil yang dibawa oleh Abigail dari mobil. Wanita cantik itu kemudian mengusap istrinya yang menatap gundukan tanah itu dengan sayu sebelum kemudian memberikan kecupan singkat di bibirnya "Tempat tidur adek" ujar Abigail seraya berjongkok di samping Aryn yang masih menampilkan senyum pedih.

"Adek kecil sekali ya mom?" bisik Aryn. Suaranya bergetar menahan tangis ketika Abigail menggigit bibir tak mempu mengutarakan sedikitpun kata pada istrinya.

"Adek have fun di surga ya nak. Maaf mama nggak bisa kasih kamu air susu terlebih dahulu. Adek pasti kuat kok, di sana kan banyak bidadari cantik yang akan menjaga adek dan mencintai adek seperti mama, jadi adek ng.." ucapan Aryn terhenti karena bahunya tiba-tiba terkulai.

Hatinya perih ditikam rasa sakit. Ia terluka karena anak sematawayangnya tergeletak begitu saja di bawah tumpukan tanah merah yang basah.

"Adek.. mama minta maaf sayang" bisik Aryn, di antara tangisnya yang sedu sedan.

Wanita cantik itu mengusap air matanya yang tak bisa berhenti keluar. Ia kemudian bersimpuh di depan makam kecil yang masih penuh dengan bunga segar.

"Sayang, perutmu bisa terluka" Abigail bergerak cepat, mencoba memangku Aryn yang tengah menggenggam butiran tanah yang basah dengan kuat-kuat seolah berusaha memeluk si jabang bayi yang sudah tertutup tanah dengan sempurna.

Wanita cantik bergigi kelinci itu berteriak dalam diam ketika menggenggam tumpukan tanah yang menutup anak sematawayangnya "Maafin mama sayang. Mama minta maaf" ujar Aryn berulang-ulang. Tangannya kotor dengan tanah, begitu juga pakaiannya yang ternodai karena Aryn memeluk gundukan tanah yang ia ambil dari bawah.

"Sayang, sadar sayang" Abigail menepuk-nepuk pipi Aryn yang dipenuhi dengan air mata. Wanita cantik itu menariknya ke dalam dekapan erat sambil terus-terusan mencoba menyadarkan Aryn yang terus-terusan mengulang perkataan maafnya terhadap anak mereka.

"Honey,, sshhh. Ini bukan salahmu" Abigail melepas pelukan, ia kemudian mengambil tangan Aryn yang bersidekap di depan dada dan menyatukan tangan mereka di antara kotornya tanah yang ada di tangan Aryn "Semua akan baik-baik saja. Kumohon, jangan seperti ini. Adek pasti nggak suka lihat kamu menangis seperti ini, yaa? Please" dengan suara serak memohon pada Aryn, Abigail menyatukan kening mereka secara perlahan sebelum kemudian melepaskan tangan mereka dan kembali memeluk Aryn sekuat tenanga "Mama harus kuat untuk adek. yaa? Mama harus tegar"

*-----*
Riska Pramita Tobing.

GEMINI [BECKYXFREEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang