Multimedia: Aryn Adhrita Herley.
*-----*
Aryn merengek saat ia merasakan kain basah mengusap wajahnya. Ia kemudian dengan terpaksa harus membuka mata dan melihat pada Abigail yang sudah tampak rapi dalam pakaian kasualnya.
"Mau kemana? Kok udah rapi banget?" ujar Aryn seraya merentangkan tangan meminta pelukan yang langsung saja dikabulkan oleh Abigail.
"Cek dokter sayang. Harusnya sekarang kamu sudah ovulasi. Kalau sudah ovulasi, nanti di ambil sel telurnya. Terus kita tinggal nunggu proses pembuahan deh" jelas Abigail dengan nada lembut seraya mengecupi seluruh wajah cantik milik Aryn yang tampak malas untuk terbangun.
Aryn terkekeh saat merasakan tangan Abigail yang nakal menelusuri sisi pahanya "Tapi, pengambilan sel telurnya nggak sakit kan?"
Abigail tersenyum "Ditemani aku kok. Jadi nggak sakit" ia mengecup bibir Aryn sekejap.
"Nggak bisa nggak hari ini aja?" Aryn cemberut pada istrinya yang menatapnya dengan pandangan sayang.
Abigail merengut "Sorry. Harus sekarang. Kalau nggak sekarang, nanti masa ovulasinya habis dan terganti dengan masa menstruasi. Jadi, suntikan kemarin nggak akan membuahkan apa-apa" jelas Abigail sambil sesekali mengusap rambut Aryn dengan lembut.
Aryn cemberut "Okay" gadis cantik bergigi kelinci itu kemudian memutuskan untuk mandi menggunakan air hangat dan berendam sebentar untuk membuat tubuhnya rileks.
Sambil menikmati air hangat yang membasahi tubuhnya, Aryn memijit beberapa bagian dari tubuhnya yang terasa lelah karena terlalu lama tertidur, *Lol.
Suara ketukan dari luar kamar mandi membuat Aryn menghentikan kegiatannya "Kenapa?" seru Aryn sedikit berteriak.
"Jangan lama-lama sayang, Daniel sudah menunggu di sana" jawab Abigail dari balik daun pintu yang tertutup.
"Babe.. Aku lagi enak berendam loh ini" jawab Aryn, memprotes.
Suara 'klek' dari pintu yang terbuka membuat Aryn mengangkat pandangan pada Abigail yang melipat dada "See? Ini dia yang membuat aku nggak mau kamu yang hamil. Kalau aku yang menjalani suntik hormon kemarin, pasti nggak akan banyak drama seperti ini"
Aryn merengut, terlalu tak percaya dengan nada yang diujarkan Abigail terhadap dirinya. "Fine! Whatever" ujar Aryn, sedikit emosi seraya turun dari bathub dan membasuh tubuhnya yang penuh dengan busa secara cepat.
Gadis cantik itu membungkus tubuh telanjangnya dengan handuk lantas kemudian melangkah ke kamar sebelum memutuskan untuk mengenakan pakaian seerhana yang bahkan terkesan urakan.
Aryn mengenakan sepatu sport, celana kebesaran, hoodie yang dalamnya hanya bra, serta membiarkan rambutnya tak tertata "Ayo! Tadi katanya nunggu" ujar Aryn dengan ketus.
Abigail tak bergerak, wanita cantik itu melipat tangannya di dada seraya menatap istrinya yang tiba-tiba berubah menjengkelkan. "Ayolah. Jangan bersikap kekanakan, Aryn" ujar Abigail dengan nada yang sangat datar.
"Aby!" Aryn menyentakkan nama wanita cantik itu dengan keras. "Aku nggak tahu! Aku nggak tahu kalau semuanya akan se-merepotkan ini! Aku nggak tahu kalau prosesnya akan melelahkan seperti ini!"
"Lantas apa?" serobot Abigail "Kamu ingin berhenti? Oke! Biar aku saja yang hamil kalau begitu" suara Abigail yang begitu keras seolah ia tengah berteriak frustasi membuat Aryn memejamkan mata ketakutan.
Telinga Aryn ditutup secara keras oleh kedua tangannya dan gadis cantik bergigi kelinci itu menggigil sekarang.
"Jangan buat semuanya jadi menyulitkan, Aryn. Aku ingin mewujudkan keinginan kedua orangtua kita. Kenapa kamu begitu sulit untuk di ajak kerjasama?" nada suara yang digunakan Abigail ketika berbicara masih saja terdengar begitu menuntut dan keras hingga membuat Aryn semakin meringkut ketakutan karenanya.
Abigail menghela napas "So please, please" ia mendekat seraya memeluk Aryn yang menggigil "Kalau kamu memang tak kuat menjalaninya, biar aku saja. Aku nggak mau melihat kamu kesulitan seperti ini setiap hari. Menjalani check up, merasakan letih, mood swing, mencemaskan anak kita, dan perasaan lain sebagainya" Abigail menarik napas guna menarik tangan Aryn yang menutup telinganya.
Wanita cantik itu kemudian bergerak dengan lamban untuk mengangkat wajah Aryn yang tampak murung dan sedikit digelinangi air di kelopak mata "Maaf sudah teriak. Tapi sikapmu membuatku jengkel, Aryn" ia berucap lembut sekarang seraya mengusap pipi milik istrinya yang tembam dan sedikit terbasahi oleh air mata yang jatuh "Satu-satunya yang bisa dipegang dari manusia adalah perkataannya, dan kamu sudah melanggar itu dengan bersikap seperti ini sercara sengaja" tangan Abigail bergerak membingkai wajah istrinya lantas menyatukan kening mereka berdua.
"Aku tak suka orang yang ingkar akan ucapannya" ujar Abigail sebelum kemudian menyatukan bibir mereka dengan lembut. "So? Kamu mau berhenti atau lanjut? Kali ini, aku tanya serius. Mungpung kamu belum dibuahi, kamu masih bisa berubah pikiran" ujar Abigail, dengan lembut seraya mengecup seluruh wajah Aryn secara terus-menerus agar menimbulkan senyum di raut wajahnya yang tampak murung.
Aryn menghela menegapkan punggung, gadis cantik bergigi kelinci itu kemudian menarik napas panjang seraya berucap dengan yakin "Aku siap untuk hamil, Aby"
*-GEMINI By Riska Pramita Tobing-*
Aryn menghela napas saat akhirnya Abigail melepaskan pegangan tangan mereka pertanda proses sudah selesai. Aryn kemudian melirik pada Aina yang sedang bergerak menyembunyikan alat yang ia gunakan untuk mengambil sel telur dari rahim Aryn.
"Nggak sakit kan?" ujar Aina seraya melepaskan alat yang menempel di perut Aryn yang terhubung ke layar di hadapan Aina.
Aryn menggeleng "Nggak terasa malahan" ia tersenyum pada Aina yang mengangguk pada Aryn.
"Syukurlah. Kamu sudah boleh bangun sekarang. Dua atau tiga hari lagi, kamu di cek lagi ke sini ya" ia bergerak guna mengusap pundak milik Aryn ketika si cantik bergigi kelinci itu duduk di atas kasur.
Aryn tersenyum seraya merentangkan tangan pada Abigail yang mambalas dengan senyuman yang serupa "I'm so proud of you, honey"
Abigail mendekat dan merangkul Aryn ke dalam dekapan "Sementara ini, apa yang harus saya lakukan untuk menjaga kehamilan istri saya?"
Aina terkekeh sebentar "Dengan mengurangi kegiatan di atas ranjang" jawabnya, terdengar seperti bercanda. "Kehamilan pertama, apalagi di bulan-bulan awal itu sangat sensitif. Aryn akan segera merasakan gejalanya sebentar lagi. Makanya, untuk mencegah terjadinya pendarahan karena banyak aktifitas, Aryn harus lebih sering merebahkan tubuh dan tidak stres"
Aina bergerak cepat menuju balik meja lantas terduduk di kursi sambil melirik-lirik etalase obat yang berjejer rapi. "Saya akan memberikan obat penguat untuk kehamilan Ibu Aryn. Selain itu, saya ingin memberitahu pada Ibu Aryn, kalau Ibu ingin calon buah hatinya laki-laki, maka Ibu harus memperbanyak makan protein. Memang tidak sepenuhnya benar, tapi teori ini 60% terbukti. Beda halnya kalau Ibu menginginkan anak perempuan. Mengonsumsi banyaknya sayuran terbukti 60% bisa membuat bayi berjenis kelamin perempuan" Aina menyerahkan beberapa kantung plastik berisikan berbagai macam obat-obatan serta vitamin sebelum kemudian berdiri dan menunduk memberikan hormat. "Semoga lancar sampai melahirkan ya. Fighting!"
*-----*
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMINI [BECKYXFREEN]
Teen Fiction"Apa kamu tidak lelah berpura-pura baik-baik saja sementara hatimu membutuhkan pertolongan?" -Aryn Adhrita Herley