Bab 36. Kebenaran

21 2 0
                                    

Malam itu, Tina duduk merenung di balkon depan kamarnya. Dia duduk sendiri sambil menatapi langit malam yang benar-benar mendung.

Tak ada bulan, maupun bintang.
Langit malam itu, hanya di penuhi oleh segumpalan awan yang menutupi langit.

"Langit, kenapa kau begitu gelap malam ini?
  Langit, apakah kau merasa hampa tanpa bintang dan bulan bersama mu?
  Aku juga sama seperti mu langit.
  Aku juga merasa hampa tanpa bintang ku di sini...
  Kita di larang bersama, walaupun kita saling membutuhkan.
  Bisakah kau menjelaskan pada ku kenapa kadang kala bulan dan bintang tidak bisa bersama walaupun langit membutuhkan nya?"

Tina bergumam sendiri dengan langit.
Hatinya saat ini sangat pedih, ketika mengingat kejadian tadi siang.

***

Sementara itu, First kini baru saja menghabiskan makan malamnya di kamar.
Sean kemudian mendekati nya, berharap First akan memberi tahu nya sesuatu.

Tapi, setelah beberapa saat, yang terjadi di sana hanyalah keheningan.
Sean tidak bertanya apapun, berharap First akan memberi tahu nya dengan sendirinya.

Tapi sepertinya, First benar-benar tidak berniat sama sekali untuk memberitahu nya, sehingga dia sendiri harus angkat bicara duluan.

"Sekarang katakan... Kenapa kau jadi seperti ini? Siapa yang melakukan nya? Dan kenapa?" Sean melontarkan tiga pertanyaan dalam sebuah ucapan.

Di sisi lain First hanya diam saja sambil membuang muka nya dari Sean.
Dia sudah menduga bahwa Sean pasti akan bertanya tentang hal ini.

"First?"

Panggil Sean, saat menyadari bahwa First kini membuang pandangan dari nya.

"Kenapa? Apakah kau takut untuk memberitahu ku? Apakau berbuat hal yang tidak-tidak hingga jadi seperti ini? Apakah kau, terlihat perkelahian dengan teman mu? Atau apa? " Tanya Sean, dengan ekspresi kecewa di wajah nya.

First kini mengalihkan pandangannya ke arah Sean.
Dia tidak ingin Sean berpikiran buruk tentang nya.

"Bukan seperti itu" lirih First.

"Lalu apa? Coba beritahu aku..." Desak Sean

"Beritahu saja siapa yang telah memukul mu" lanjut Sean.

"Ayo... Beritahu aku, siapa yang telah memukul mu..." Ujar Sean lagi.

Sementara itu, First hanya diam saja, tanpa menanggapi pertanyaan dari kakaknya itu.

"First? Siapa yang memukul mu?" Tanya Sean, dengan nada yang lebih lembut.

"Marq"

ucap First pelan, hampir tak terdengar oleh Sean, sambil menundukkan kepalanya.

Mata Sean seakan membulat, ketika mendengar nama Marq di sebutkan.
Dia menggelengkan kepalanya pelan, dia pasti dia salah dengar.

Karena suara First, hampir tak terdengar olehnya.
Tapi, telinga nya benar-benar menangkap kata Marq, yang keluar dari mulut First.

Jika memang Marq, lantas, Marq yang mana? Tidak mungkin Marq Adijaya kan? Pikir nya.
Tapi, dia harus bertanya, untuk memastikan.

"Marq? Marqtian Adijaya?" Lirih Sean pelan.

First kini melirik wajah Sean sekejap, sebelum dia mengangguk pelan, sambil menundukkan kepalanya.

"Haah? Tidak mungkin, kau... Kau pasti bercanda kan?", Ujar Sean tidak percaya.

Melihat wajah First, yang di penuhi dengan banyak lebam, Mata Sean kini di penuhi oleh ketidak percayaan di campur dengan kemarahan.

PERJUANGAN CINTA TINA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang