64. Sparkle

246 20 1
                                        




"Jimin?"

Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya keduanya berjalan cepat mendekat.


"O my God, Jim!"

"Lo kerja disini?!" Namjoon menggenggam kedua bahunya setelah melepas pelukan mereka.


"I-iya, Nam..."


Namjoon memiringkan kepalanya. "Kok lo ga seneng gitu sih ketemu gw, Jim?" Ia terkekeh pelan.

"B-bukan....bukan gitu..." Akhirnya pemuda itu tertawa kaku.
"Gw.....gw masih ga percaya aja lo ada di depan gw"

"Gila, Nam.....ampir 6 taon kita ga ketemu!"

"L-lo.....apa kabar Nam?"

"Bukannya lo kuliah di Kanada?"

Pertanyaan-pertanyaan itu meluncur tanpa jeda, secuil cerita tentang kehidupan mereka saat tak berjumpa saling bertukar sebelum Jimin mengusirnya seiring para pasien mulai mengisi ruangan itu.

"Wuiihhhh.....Counsellor nih ceritanya"

"Pantes dokter Kim excited banget waktu nyeritain lo ke gw barusan" Namjoon menepuk pelan punggungnya seiring langkah mereka menuju pintu keluar.

"Ha?" Jimin berhenti dan menoleh bingung.

"Tadi....."


"Kak Park!"
Panggilan itu memotong lanjutan cerita Namjoon diantara sekian banyak cerita yang ingin sekali ia bagi.

"I-iya....sebentar...." Jimin melambaikan tangannya dan tersenyum ramah.

"Udah sanaaa...."

"Ntar gw digosipin ada affair sama dokter muda"

Keduanya terbahak singkat.

"Ke perpus gih sana"

"Baca-baca apa kek" Kedua telapak tangan itu mendorongnya keluar dengan sepasang mata kecil yang membulat tegas.

"Iyaaaaa.....aampun galak bener"



Tak langsung pergi, Namjoon berdiri di depan jendela besar, memperhatikan sang sahabat berbicara dengan seorang pemuda yang beberapa menit lalu memotong ceritanya.

Tersenyum dan terus memperhatikan kelas itu dimulai.

Sahabatnya memang memiliki aura menenangkan.


Ingatannya kembali pada masa sekolahnya dulu, saat ia tidak memiliki teman lain selain Jimin.

Saat-saat dirinya tiba-tiba menjadi bodoh saat pemuda yang sekarang dicintainya berbuat sesuka hati.

Jimin yang selalu ada untuk menghiburnya, membela dan menemaninya saat ia merasa terasing.



Bohong jika rasa kecewa itu tak ada.

Bohong jika beberapa menit lalu Namjoon tidak berharap setengah mati setelah mendengar cerita dokter seniornya.

"Yah.....seengganya gw punya temen disini..."
Ia tersenyum menatap sang sahabat yang mendelik tajam dan mengayunkan kepalanya singkat, memberi isyarat agar Namjoon pergi.

"Okaay....okayyy...."
Ia mengangkat kedua telapak tangannya di depan dada sambil tertawa. Kemudian pergi meninggalkan sahabatnya yang terkekeh geli.







Dibukanya buku tebal itu di atas meja.

Mulailah ia membaca halaman per halaman.

Sesekali meneguk air dari botol minum yang dibawanya dari rumah. Mendorong kacamatanya yang melorot lalu kembali berfokus pada bukunya.


"Kim Namjoon?" Seorang wanita paruh baya bertubuh gemuk dengan kacamata menghampirinya.

"Y-ya?" Sedikit tersentak, Namjoon menegakkan kepala menatap wanita itu.

"Benar Anda yang tadi siang menyebabkan seorang anak kecil menangis di ruang bermain?"

Tak menjawab, Namjoon membulatkan mata dan bibirnya bingung.


"Orang tua anak tersebut tengah menunggu Anda di ruang konseling"

"Harap bertanggung jawab atas perbuatan Anda, tuan..."

Wanita itu berlalu meninggalkan Namjoon yang masih terdiam kebingungan.





"What the hell did I do?!" Langkah panjang-panjang itu berderap cepat menyusuri koridor rumah sakit.

"Anak kecil nangis?"

"Anak kecil apaan?!"

"Udah bagus gw tepuk-tepuk palanya"

Dengan dahi berkerut ia terus berjalan lalu menaiki lift menuju ruang yang dituju.




TING




Pintu besi itu bergeser terbuka.

Sepi.

Rupanya anak-anak yang tadi bermain itu telah kembali ke kamar mereka.

Sesi terapi pun telah berakhir. Jendela ruangan itu gelap tertutup kerai plastik.

Namjoon menggeleng singkat lalu memutar kenop pintu kayu besar setelah mengetuknya singkat.




PLOK


"Sh...."

Namjoon nyaris mengumpat ketika ember plastik kecil berisi glitter dan confetti itu jatuh menimpa kepalanya.


Dan suara tawa keras pun terdengar berseberangan dengan tempatnya berdiri.

Suara tawa khas yang sangat ia rindukan.

Namjoon menyipitkan kedua matanya saat lampu ruangan itu menyala. Gelak tawa kembali terdengar.


Surai ikal kecoklatan yang menutupi dahi.

Bahu lebar berbalut sweater pink dan jubah putih itu berdiri dengan senyum lebar dan bola mata berbinar.


"Love....."

Ia mendengus tersenyum diantara pakaiannya yang gemerlap penuh dengan glitter dan confetti.

Tak menjawab, pemuda itu berlari dan melompat memeluknya.

Rindu yang tak lagi kuasa ia bendung, Namjoon mendekapnya erat.

Membawa tubuh ramping dengan kedua kaki yang melingkar di pinggulnya duduk di atas meja lalu menangkup kedua pipi bayinya.

Menatap lekat tiap senti wajah cantik yang terlalu lama tak ia jumpai.

"Damnit!" Ia mendesah keras, air matanya jatuh tak tertahan. Dilumatnya bibir pink itu rakus sebelum kedua kening mereka bertemu.


Jemari lentik itu membelai lembut surai hitam pendeknya yang tersisir rapi.

"Selamat bertugas, dokter muda Kim...."  Sorot mata teduh itu menatapnya sayang.


"Senang bertemu dengan Anda kembali....." Namjoon mengangkat tag nama yang tersemat di dada jubah putihnya.

"Assistant Counsellor Kim Seokjin...."

- E N D -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- E N D -

My Happy PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang