Hours Before

251 30 5
                                    



"Sumpah?!"

"Iyaaaaa!"

Jimin mengepalkan kedua tangan kecilnya di depan dada.

Terengah setelah tungkai kakinya berlari sekuat tenaga mencari sang pemuda segera setelah sesi konsultasinya berakhir.

"Sumpah?!!" Kedua manik hazel itu semakin membulat menatapnya dekat.

"Namjoon disini?"

"Iya Seokjiiiinnnnn.....masa harus gw foto siihhhh..."

"Jim!"
Kedua tangan mengepal itu diraihnya cepat.

Tubuh mungilnya  terseret saat Seokjin menariknya berputar-putar kegirangan.

Gelak tawa Jimin meledak menatap sang pemuda.

"Gw ga nyangka bakal secepet ini...."

"Jim.....gw seneng banget...."

"Akhirnya gw bisa ketemu Namjoon lagi...." Ia mengusap sudut matanya yang berair.

"Lo....."
"Beneran minta Papanya Namjoon buat nyuru dia kerja disini?"

"Iya hehe...." Pipi bayi itu membulat diantara senyum lebarnya.

"Gw juga bilang sama Papa Kim buat ngerahasiain keberadaan gw" Ia tertawa geli.

"Hari ini gw belom dapet kabar apa-apa soalnya Papa Kim lagi ada meeting....makanya gw kaget banget lo bilang Namjoon udah dateng" Rona merah menghias pipinya.

"Papa Kim......." Jimin tersenyum memiringkan kepalanya. Menatap lembut sang pemuda yang teramat gembira di hadapannya.

Sesaat ia menggelengkan kepala.
"Gw masih ga nyangka....."

"Manusia kejam yang hobi nindas orang dulu bisa berubah sejauh ini..."

"Jatuh cinta juga sama salah satu korbannya" Jimin terkekeh gemas.

"Ugh....gw juga ga tau setan apa yang ngerasukin pikiran gw dulu.....jijik banget ya lo sama gw?" Seokjin terbahak menepuk lengan sang pemuda di sampingnya.

"Jim....." Sedetik kemudian tawanya memudar.

"Thanks ya udah maafin gw...."
"Makasi udah jadi konsultan yang baik dan sabar buat gw..." Ia tersenyum lembut.

Jimin menggeleng. "Lo yang udah berjuang keras, Jin..."
"Lo yang udah sangat berani bertahan diantara trauma dan kecanduan lo..."

"Lo kuat, Jin.......gw salut"

Seokjin mengulum bibirnya yang mulai melengkung.

"Aisshhhh.....jangan nangissss..." Jimin mengacak pelan rambut ikalnya.

Seokjin menggeleng cepat. Diusapnya air mata yang menggenang kemudian melebarkan senyumnya.







"Tahukah kalian...."

"Betapa indahnya saat kita berada dalam titik terendah hidup ini..."

"Ada seseorang yang selalu ada untuk kita" Seokjin menutup sesi konsultasi bersama beberapa kliennya yang duduk melingkar berdampingan.

"Mungkin...."
"Pilihan keliru kita yang membuat seseorang itu tak terlihat"

"Pilihan kitalah yang membuat kita mendorong seseorang itu menjauh saat ia dengan setulus hati ingin menghilangkan rasa sakit yang kita alami"

"Tapi kesempatan kedua itu selalu ada, teman-teman..."

"Untuk itu....berjuanglah sekuat tenaga"

"Bertahan dengan harapan..."

My Happy PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang