Baru saja pulang sekolah tiba-tiba Aleya mendapat sebuah telepon yang sangat mengejutkan, abinya masuk rumah sakit. Sepulang sekolah Aleya buru-buru memesan taxi menuju rumah sakit, di tempat Abi Harits di rawat.
Tak henti-hentinya Aleya berdo'a agar tidak terjadi sesuatu hal yang buruk pada abinya, tadi umi Zainab berkata bahwa penyakit jantung Abi Harits kambuh tiba-tiba, jadi Abi Harits langsung di bawa ke rumah sakit.
Setelah sampai di rumah sakit, Aleya buru-buru mencari kamar abinya, dari kejauhan ia dapat melihat 4 orang yang ia kenal, ia pun mempercepat langkah kakinya.
"U-umi" panggil Aleya menghampiri ummi Zainab yang mondar-mandir di depan ruangan abinya.
Umi Zainab langsung menghampiri putrinya dan memeluknya dengan erat, ia tak kuasa menahan tangis, ia begitu khawatir pada suaminya, Aleya balas pelukan itu tak kalah erat.
"Sakitnya kambuh sayang, Abi kritis" ucap ummi Zainab menahan Isak tangisnya.
"Sabar umi, kita doa sama-sama biar Abi tidak apa-apa" ucap Aleya.
Ia sama khawatirnya, sejak pulang sekolah ia jadi sulit berpikiran jernih, ia khawatir mendengar keadaan abinya yang sedang kritis.
"Zainab, sabar ya, benar kata putrimu, kita harus berdo'a untuk kebaikan suamimu, kamu pasti kuat" ucap seorang wanita yang sedari tadi duduk di kursi depan ruangan. Dia adalah ummi Fatimah, umi Zainab mengangguk menjawab perkataan umi Fatimah.
Aleya merinisiatif untuk membawa uminya duduk di kursi, pasti umiya lelah sedari tadi mondar-mandir karna khawatir "umi duduk ya" ucap Aleya, umi Zainab menurut.
Umi Zainab duduk di samping kiri Aleya, sedang di samping kanannya ada umi Fatimah, dan di samping kanan umi Fatimah ada suaminya, kyai Hasan.
Sudah lama menunggu namun belum ada juga tanda-tanda bahwa ruangan UGD tersebut akan terbuka, tak ada yang tak khawatir disini, semuanya cemas.
"Abi takut sesuatu terjadi" celetuk Abi Hasan pelan pada istrinya, dan untung tak di dengar umi Zainab, namun Aleya mendengarnya.
"Sudah Abi, kita do'akan yang terbaik" ucap ummi Fatimah menenangkan suaminya.
Hanafi datang menghampiri mereka, di belakangnya ada Fathar, "gimana kabar Abi?" Tanya Hanafi, ia baru saja pulang dari luar kota untuk bertemu para sahabatnya.
"Abimu masih kritis, kami semua belum tau kabarnya bagaimana sekarang" ucap kyai Hasan.
Fathar menepuk pelan pundak Hanafi, tadi saat selesai mengisi pelajaran agama di sekolah, Fathar mendapat kabar tentang keadaan Abi Harits, ia juga Khawatir. Kyai Hasan menyuruh Fathar untuk menjemput Hanafi di luar kota, Fathar pun menghubungi Hanafi dan bertanya keberadaan lelaki itu tanpa menyebut apa yang sedang terjadi, setelah menjemputnya barulah Fathar menjelaskan kenapa ia datang menjemput. Dan itu membuat Hanafi kalut.
Tak berselang lama setelah kedatangan Hanafi, pintu ruangan terbuka menampilkan seorang dokter keluar dari sana, dengan cepat semua berdiri menghampiri dokter.
"Dokter Dika, bagaimana kondisi suami saya, dok?" Tanya umi Zainab khawatir.
dokter Dika diam tak menjawab, sangat sulit untuk menjawab, sedangkan Aleya heran mengapa uminya mengenal dokter Dika.
"bapak Harits mengalami koma, kami sudah berusaha sebaik mungkin" ucapnya.
Deg!
Semua terkejut mendengar penuturan dokter Dika "Bisa ikut saya?" Ucap dokter Dika.
"Biar saya saja, kamu pergilah menemui suami mu" ucap Abi Hasan saat umi Zainab akan mengikuti dokter Dika, umi Zainab mengangguk dan berjalan di papah oleh umi Fatimah karena badannya sudah lemas.
Mereka semua masuk kedalam ruangan, umi Zainab duduk di kursi samping brankar, di sampingnya berdiri umi Fatimah. Sedang disisi lain berdiri Aleya dan Hanafi.
"Umi, sebenarnya kenapa Abi bisa tiba-tiba kambuh?" Tanya Aleya, ia heran. Sudah lama sekali ayahnya tidak kambuh sampai masuk rumah sakit, terakhir kali 5 tahun yang lalu.
Umi Zainab diam tak menjawab, matanya menatap kosong ke arah suaminya, kemudian ia mendongak menatap umi Fatimah yang ada di sampingnya, ia menganggukkan kepala, di balas hal yang sama oleh umi Fatimah, kemudian umi Fatimah mengajak Aleya keluar, membiarkan umi Zainab dan Hanafi di dalam sana.
Setelah duduk di bangku depan ruangan, umi Fatimah menarik nafas dalam, Aleya mulai memikirkan hal negatif.
"Zahra sayang, sebenarnya Abi kamu bukan kambuh tiba-tiba, selama 2 tahun ini Abi kamu memang sering kambuh akibat kecapean" ucap Umi Fatimah.
Deg!
Aleya terkejut mendengarnya, rasanya seperti ratusan pisau menghunus jantungnya, bagaimana ia bisa tidak tau? Anak seperti apa dirinya ini? Aleya mencengkram kepalanya yang di balut kerudung dengan kuat, melihat itu langsung saja umi Fatimah memeluknya.
"Maaf nak, kami baru memberi tau hal ini " ucap umi Fatimah mengelus puncak Aleya dengan lembut.
"Kak Hanafi?"
"Abang kamu tau setelah kamu di jodohkan dengan anak umi" jawab umi Fatimah jujur.
"Maksud umi?" Tanya Aleya.
"Alasan kami menjodohkan kamu dengan Athar itu karna permintaan Abi kamu sayang" jawab umi, ia ikut menumpahkan air mata seperti Aleya.
Aleya merenggangkan pelukannya, "Terus Gus Alfathar? Dia juga tau? Pasti dia terima perjodohan ini karna kasihan kan?" Tanya Aleya mulai menangis sesengguan.
Umi Fatimah menggeleng "Athar belum tau soal itu sayang, kami belum memberi tahunya" jawab umi Fatimah.
"Tapi kenapa Abi menjodohkan aku?" Tanya Aleya.
"Itu.. umi gak bisa jawab sayang" ucap umi Fatimah kembali memeluk Aleya.
***
Dalam sebuah ruangan berwarna putih kini ada 2 orang yang saling diam, tak ada yang berbicara, ruangan itu hening, hanya suara dentingan jarum jam yang terdengar.
"Bagaimana?" Tanya Kyai Hasan memecah keheningan.
Dokter Dika menarik nafas, lalu menghembuskanya pelan, "saya tidak yakin pak Harits akan bertahan lebih lama. Saya sudah mencoba yang terbaik, tapi nihil, saya rasa sudah tidak lama lagi. Tapi Saya harap kalian tidak akan menyerah untuk berdo'a atas kesembuhan pak Harits" ucap Dokter Dika.
"Karna sudah beberapakali hal seperti ini terjadi, tetapi Subhanallah, Abi Harits bisa bertahan hingga saat ini" lanjutnya.
"Baiklah, saya juga tidak bisa memaksa dokter untuk tetap melakukan berbagai hal demi pak Harits, setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, terimakasih sudah memberikan yang terbaik" ucap kyai Hasan.
"Makasih pengertiannya pak, tapi saya akan tetap berusaha" ucap dokter Dika yakin. 3 bulan yang lalu Abi Harits juga kritis tapi tak sampai koma, dan di vonis hidupnya tinggal 1 Minggu lagi saking kritisnya, tapi Allah masih memberi ia kesempatan untuk hidup lebih lama.
"Baik, kalau begitu saya permisi" ucap kyai Hasan lalu pamit dari ruangan tersebut
°°°°°
-Publish, 13 Januari 2023
-Revisi, 22 Maret 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Alfathar
Teen Fiction"Kalo memang kamu masih ada rasa sama lelaki itu, kenapa tidak menolak perjodohan ini dengan tegas? Bukan hanya lelaki itu yang sakit, kamu pun akan sakit. Apalagi kamu sudah berjanji menunggunya" ucap orang yang sedari tadi mendengar perbincangan A...