Motor beat milik Fathar terparkir di pinggir jalan dengan rapi, berjejeran dengan motor lain yang mengunjungi rumah Abi Harits.
Aleya dengan cepat turun dari motor dan melepas helmnya, ia memberikan helm itu kepada suaminya sedikit kasar lalu berjalan cepat menuju rumah. Sedang Fathar memaklumi istrinya itu, ia ikut melepas helm dan meletakkannya di spion motor kemudian bergegas menghampiri sang istri.
Tampak bagian dalam rumah dan halaman rumah penuh oleh orang-orang yang berbelasungkawa atas perginya orang yang mereka sayangi, cintai dan hormati, yaitu Abi Harits.
Aleya hampir saja pingsan di depan pintu saat melihat terbaringnya jasad sang ayah, dengan sigap Fathar menahan tubuh Aleya dan menuntunnya untuk mendekat kepada keluarga mereka.
"U-ummi.."
Ummi Zainab menoleh dan melihat putri satu-satunya yang sudah duduk disebelah dengan menatap kosong jasad sang Abi yang sedang proses pengkafanan.
Ummi Zainab memeluk erat putrinya itu, disisi lain ada Cayla yang sedang menegarkan suaminya. Fathar juga ikut merasa sedih atas kepergian mertuanya. Begitu pula dengan Kyai Hasan dan ummi Fatimah yang merasa sedih telah kehilangan sahabat mereka.
"Abi sudah pergi sayang, Abi sudah tidak merasakan sakit lagi" ucap ummi Zainab.
"Ummi, abi beneran udah pergi?" Tanya Aleya dengan air mata yang turun dengan deras dari kedua matanya.
Ummi Zainab mengangguk lemah, "Abi udah meninggalkan kita semua, Allah sayang sama abimu, Abi gak akan merasakan sakit lagi" ucap ummi Zainab lirih. Ia tidak sekuat ibu lain, yang dimana mencoba tegar di hadapan anak-anaknya saat suaminya pergi untuk selama-lamanya.
"Gak mungkin ummi, dua hari lalu Aleya baru ketemu Abi, Abi baik-baik aja. Abi masih ngasih nasihat sama Aleya, masih bercanda juga sama Aleya. Kemarin Abi juga nelpon Aleya" ucap Aleya masih tidak mau menerima.
Ummi Zainab tak mampu menjawab, dia juga tidak tau cara menjawabnya.
"Sayang, ajal itu gak ada yang tau. Ikhlas ya" ucap Fathar mencoba menenangkan istrinya.
"Tapi kemarin Abi masih sehat A' " ucap Aleya seolah tak mendengar ucapan suaminya.
Fathar hanya bisa menghela nafas, bagaimanapun istrinya itu masih remaja yang labil. Yang terkadang membuat dia mempunyai emosi yang tak terkontrol.
Takutnya, saat Fathar mencoba menasihati, Aleya justru tak bisa mengatur emosinya. Biarlah istrinya itu tenang, ia akan mencoba menasihati setelah acara pemakaman nanti.
***
Fathar meletakkan Aleya dengan hati-hati diatas tempat tidur, tadi saat proses pemakaman selesai, Aleya tiba-tiba pingsan. Mungkin dikarenakan terlalu banyak energi yang ia habiskan untuk menangis, belum lagi dua hari lalu ia juga baru mengalami traumanya kambuh.Fathar mencoba untuk berpikir bagaimana cara berbicara dengan istrinya tanpa menyinggung istrinya itu. Ia sangat tau bahwa Aleya itu keras kepala dan terkadang tak suka menerima penjelasan atau nasihat orang lain, selama enam bulan menikah, itulah salah satu yang dipelajari oleh Fathar tentang Aleya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Alfathar
Teen Fiction"Kalo memang kamu masih ada rasa sama lelaki itu, kenapa tidak menolak perjodohan ini dengan tegas? Bukan hanya lelaki itu yang sakit, kamu pun akan sakit. Apalagi kamu sudah berjanji menunggunya" ucap orang yang sedari tadi mendengar perbincangan A...