• DUA PULUH DELAPAN •

3.2K 316 70
                                    

Halilintar tiba di Istana Ruby Diamond saat malam tiba. Setelah membubarkan pasukan yang pergi bersamanya, Halilintar dan Al langsung pergi untuk beristirahat. Namun manik Rubi Halilintar terpaku pada siluet orang yang ada ditaman. Mereka mendekat dan terlihat seseorang duduk disana dengan secangkir teh dan kue kering di meja taman.

"Asern?" tebak Halilintar.

Blaze menoleh dan langsung berdiri ketika melihat Halilintar bersama Al.

"Salam pada Mat--"

"Kau ngapain pake salam gitu?" potong Halilintar kesal.

"Oh, maaf, hanya saja aku terbiasa begitu," jawab Blaze, menggaruk telinganya canggung.

"Jangan seperti itu jika hanya ada kita saja. Namun jika itu pertemuan formal, lakukan apapun yang kau mau."

"Baiklah. Omong-omong Arter, kau baru pulang?" tanya Blaze, mengamati Arter yang masih memakai pakaian formal

"Ya, aku baru kembali dari March Feron. Kenapa kau datang kesini malam-malam?"

"Itu.. ada yang ingin kutanyakan."

"Kaingg?"

"Huh? Kau juga ikut Arter?" tanya Blaze pada Al.

Al mengangguk, ia lalu terbang dan berdiri disalah satu batang pohon di taman itu.

"Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Uhm, mengenai luka memarku beberapa hari lalu--'

"Ada apa? Apa kau kesakitan?! Sial, apa harusnya aku membunuh mereka saja tadi?" Halilintar langsung saja menarik tangan Blaze dan memeriksanya. 

Ia juga memeriksa bagian tubuh lainnya melihat apakah ada luka baru atau tidak. Wajahnya mengeras karena amarah.

"Aduh! Aku okeylah!! Berhenti memutar tubuhku!"

"Kau tidak terluka lagi kan?" tanya Halilintar khawatir. Blaze menggeleng.

"Dengarkan dulu. Sebelumnya aku juga tidak tau kalau ada memar itu, lalu setelah acara selesai, aku menemukan satu memar besar di punggungku jadi aku langsung meminta Thorn untuk--"

"CEPAT BUKA BAJUMU!!" teriak Halilintar. Ia menarik baju Blaze untuk melihat memar yang dimaksud.

"Apa-apaan ini?!!"

"Kaingggggg!!!!" Al terbang untuk ikut menarik baju Blaze.

Yang mana tentu saja membuat Blaze murka. Blaze terus saja berusaha memberontak, namun Halilintar dan Al juga tidak menyerah untuk melepaskan pakaian Blaze.

"Kalian gila ya?? Lepas! LEDAKAN BLAZE!!"

BLARRRRR!

"Woy kenapa kau menyerang?" omel Halilintar.

"Kenapa menyerang!? Kau yang memaksa membuka bajuku tau! Lagipula Arlen juga sudah mengobatiku tau! Dia bilang itu salah satu racun yang menyebar secara perlahan."

"Kaing!! Kaing kaing kaingg!! Kaingg!!" (Kenapa baru bilang! Bagaimana jika kau kenapa-kenapa!! Harusnya kau bilang secepatnya padaku!)

"Hei ada apa denganmu?" Blaze menatap Al bingung.

"KAINGGG!! KAING KAINGG!!" (KARENA AKU KHAWATIR!! ASERN BODOH!!)

"Hei, kau tidak sedang meledekku kan?"

"Grrrr!! KAINGGG!!" (Dasar bodoh!!)

Halilintar menepuk dahinya pusing, ia menghela napasnya lalu menatap Blaze yang masih kebingungan dengan apa yang dikatakan Al.

The Crown Prince's and His Brothers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang