• TIGA PULUH DUA •

2.5K 307 83
                                    

4 tahun yang lalu...

Suasana Istana Rain Crystal sedikit berbeda hari ini. Mulai hari  ini hingga seterusnya, Halilintar tidak akan lagi tinggal di istana ini. Menurut perintah Kaisar Azarn, Halilintar akan diberikan istana terpisah karena ia adalah seorang Putra Mahkota sekarang.

Blaze duduk termenung sembari menunggu saudara-saudaranya yang lain bersiap untuk mengantar Halilintar. Ia menatap suasana danau yang tenang.

Ia melempar bebatuan kecil kearah danau, menimbulkan suara gemericik saat batu itu terkena air. Ia berpikir, jika Halilintar sudah tidak tinggal bersama mereka, apa akan ada perubahan? Meski Halilintar bersikap datar pada mereka, tapi terkadang mereka selalu belajar dan juga membaca buku bersama. Blaze berpikir apa ia akan bisa berkunjung ke istana baru Halilintar nanti?

"Pangeran Asern, apa yang kau lakukan disini?"

Blaze berbalik dengan raut terkejut, mendapati Halilintar muncul dan menatapnya dengan pandangan datar.

"Ar-Arter.."

Halilintar menatap sekitar mereka, lalu beralih ke pakaian Blaze yang kotor penuh debu. Ia menghela napasnya kasar.

"Asern, kenapa kau kotor seperti itu?"

"It-itu.. aku tadi bermain dengan temanku.."

Halilintar menaikkan alisnya bingung. "Temanmu?"

"Iya.. aku bermain sekalian membantunya membersihkan gudang belakang tadi.." ujar Blaze pelan. Ia takut Halilintar memarahinya.

Halilintar yang mendengar itu hanya bisa menghela napasnya kasar, lagi. Ia menggelengkan kepalanya kesal lalu mengeluarkan spirit Air miliknya untuk membersihkan pakaian Blaze.

Blaze merasa terkejut dengan tindakan tiba-tiba Halilintar. Ia menatap aliran air yang menutupi dirinya dan membersihkan pakaian dan juga wajahnya. Itu terasa lembut dan juga dingin, namun Blaze menyukai sensasi itu.

"Lain kali jagalah martabatmu, Asern. Kau itu seorang Pangeran, bukan pelayan. Mengapa kau membersihkan gudang huh?"

Blaze tersentak mendengar kalimat tajam yang dilontarkan Halilintar. Ia mendongak, menatap Halilintar yang memandangnya dingin.

"Berhenti bermain-main dan jadilah Pangeran yang dewasa. Huh, aku tidak tau kenapa kau bertingkah kekanak-kanakan disaat kau seharusnya bersikap dewasa sebagai seorang Pangeran. Jika terus begini, kau tidak akan pernah menjadi Pangeran yang disukai atau bahkan dihormati oleh rakyat."

Kalimat tajam itu menusuk dada Blaze. Bagaimana bisa seorang anak berusia 12 tahun mengatakan kalimat sejahat itu pada adik kembarnya sendiri? Dan lagi, apa-apaan ekspresi dingin yang mencekam itu?

Blaze merasa ingin menangis saat ini juga. Hatinya terasa sakit. Apa yang salah jika ia bersikap kekanak-kanakan? Bukan mereka masih berusia 12 tahun? Bukankah hal yang wajar jika mereka masih ingin bermain?

Blaze tidak mengerti, mengapa diantara saudara-saudaranya yang lain, Halilintar selalu memasang wajah dingin dan datar. Bahkan terkadang ia juga melontarkan kalimat dingin dan sarkas. Dulu, Halilintar bahkan menodongkan pedangnya ke Solar dan melukai si bungsu.

"Aku.. aku juga seorang Pangeran!" Blaze berusaha berbicara dengan berani. Ia menatap lurus kearah Halilintar.

"Hah!" dengus Halilintar.

"Kau yakin kau seorang Pangeran? Pangeran macam apa yang membersihkan gudang? Itu tugas pelayan, Asern."

Blaze semakin gemetar, tubuhnya bergetar karena takut dan rasa ingin menangis.

The Crown Prince's and His Brothers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang