Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✨]
Netra lila menampakan wujud. Ia bangun dari kasur lalu duduk di pinggir. Sigwinne memutar kursi menghadap Neuvillette. Clipboard di tangan kecilnya membolak-balik kertas yang mencatat kondisi Neuvillette.
"Tidak ada perubahan," Sigwinne mendongak menatap pada sang naga yang kecewa. "Nggak perlu buru-buru. Anda baru saja sembuh."
Namun sering di nasehati seperti ini tetap saja Neuvillette ingin ingatannya kembali. Dengan cara itu, bayangan-bayangan seseorang yang muncul dalam kepala bisa terjawab.
Neuvillette mengucapkan terimakasih sebelum pergi dari ruang rawat.
[✨]
"Berapa kali ku bilang ini bukan salah mu!" Teriakan Wriothesley bagai serigala yang mengaung. Lawan bicaranya menepis tangan Wriothesley yang ada di bahu. Si lawan membalas tak kalah keras, penuh amarah meluap-luap.
"JIKA AKU TIDAK MENERIMA RESEP ITU NEUVI TIDAK AKAN JADI SEPERTI INI."
Wriothesley mengacak rambut frustasi. Ia bukan kehabisan kata-kata, mulai kesal pada lawan bicara yang keras kepala tam tertolong. "Itu bukan salah mu! Bukan salah mu meracik racun itu karna kau tidak tau! Kau juga korban, [Name]!"
"Aku bersalah!" [Name] menarik kerah baju Wriothesley. "Sempet kau mengatakan tentang ku pada Neuvi, aku gak akan segan-segan membunuhmu."
Dihembaskannya kerah itu sebelum angkat kaki dari sana.
"Wriothesley, maaf membuat mu menunggu." Neuvillette keluar dari ruang rawat. "Apa tadi kau berbicara dengan seseorang?"
"Yha..." Wriothesley menoleh ke kiri dimana punggung [Name] telah menghilang. "Bukan orang keknya kalo kayak batu."
[✨]
[Name] tidak tau kalau racikan yang dibuatnya membahayakan Neuvillette. Ia sudah memastikan sebelum menerima resep tersebut, tak ada tanda bahaya. Tapi, ketika cairan itu di bumbui sedikit saja akan menjadi racun.
[Name] adalah ilmuan dari Sumeru yang datang ke Fontaine untuk meneliti. Sudah lebih 5 tahun ia tinggal di Fontaine tak menyangkah bisa kembali ke kampung halaman.
Faruzan yang melihat wajah yang hampir tak di ingatnya menghampiri orang tersebut. "Ku kira kau melupakan rumah mu sendiri, [Name]."
[Name] mengulas senyum. "Senang bisa melihat Madam lagi. Madam sehat?"
"Ya, terus?" Faruzan menyilang tangan di depan dada. "Apa yang membawa mu kemari? Apa penelitian mu sudah selesai?"
"Ya begitu lah... Aku akan melamar jadi pengajar di Akademiya."
"Kau tidak akan balik ke Fontaine?"
"Mungkin(?)"
Faruzan memberi raut bingung dengan jawaban [Name]. "Terserah. Kau bisa ke administrasi buat pengajuan."
[✨]
Cangkir teh di letakkan kembali ke tatakan. Iris lila melirik pada jendela kaca yang memantulkan figure nya.
Sudah berapa tahun lewat? Sudah berapa lama ia mencari? Kenapa tak dilupakan saja? Udah nggak ada harapan lagi kan?
Neuvillette masih tetap mencari ingatannya yang hilang. Ia berhenti konsultasi atas ketegasan sang perawat untuk jangan memaksa karna bisa saja menyebabkan hal-hal buruk.
Ingatan Neuvillette tak utuh, tak semua ia mengingat sejak tiba-tiba ia keracunan 10 tahun lalu. Insiden itu di tangain Wriothesley, setelah pelaku tertangkap kasus ditutup. Bukan itu yang Neuvillette butuh, mau kasus itu ditutup atau tidak itu tidak membawa kembali ingatannya. Tak membuatnya mengingat orang itu.
Setiap termenung sejak ingatan samar-samar itu muncul. Neuvillette merasa harus menemukan orang itu. Ia merasa itu sangat berharga melebihi permata termahal. Ia harus mendapatkan kembali untuk menghilangkan rasa kekosongan.
"Aku harus menemukannya."
[✨]
[Name] memberikan elusan pada Kirara yang telah mengantarkan sepucuk surat dari Fontaine. Melihat nama yang terasa asing membuat [Name] tertawa kecil. Itu surat dari Wriothesley yang berisi tentang pernikahan Wriothesley dengan Clorinde yang akan diadakan sebentar lagi. Dalam suratnya pun tertulis Wriothesley yang mengancam [Name] untuk datang. Sayangnya ancaman tulisan itu tak berguna untuk [Name].
"Nggak ada salah buat datang kan?" Tatapan [Name] yang jatuh pada kertas meneduh. Perasaan yang sudah di tenggelamkan muncul kepermukaan bagai bongkahan es. Ia mendongak ke langit. "Sekalian melihatnya juga gak salah kan?"
[✨]
Pestanya begitu meriah bagaikan festival. Yha... Bagaimana pun juga Duke yang 'itu' menikah nggak mungkin dirayakan kecil-kecilan.
[Name] masih disana dari awal acara. Saat ini ia berada di pinggiran acara, dua pengantin itu sedang menyapa para tamu.
[Name] menggoyangkan gelas berisi setengah jus anggur. Tatapan yang jatuh pada gelas sulit diartikan. [Name] senang melihat kebahagian dua insan tersebut tapi ia merasa sedih(?) akan kenangan bersama Neuvillette semakin timbul. Seharusnya ia mengalami pernikahan bersama Neuvillette jika saja kejadian itu tak terjadi. Seharusnya [Name] tak melarikan diri. Semakin mengingat masa lalu [Name] merasa ucapan Wriothesley waktu itu benar. [Name] tidak bersalah, ia juga korban.
"Apa gunanya menyesal sekarang. Toh dia udah melupakan ku."
[Name] mengangkat wajah mendengar suara gelas yang jatuh. Ia tersentak tak menyangkah akan bertemu langsung seperti ini.
Wajah Neuvillette terkejut. Gelas di genggamannya jatuh. Ingatan yang terkunci dalam kotak peti meledak bagai kembang api memenuhi isi kepala.
[Name] membatu di tempat, tubuhnya seakan berada di luar kendali tak mau sinkron dengan otaknya yang ingin kabur.
Neuvillette melangkah cepat ke [Name] dan langsung memeluknya. Tangannya meremas gaun [Name]. Pelukannya semakin mengerat. Air matanya jatuh membasahi pipi.
"Aku selalu mencari mu."
"Kenapa...." ucapn [Name] pelan. Ia tak paham kenapa Neuvillette tak mau melupakannya.
"Kenapa aku harus melupakan mu?"
"Maaf."
Neuvillette menggeleng. "Jangan minta maaf. Kita bisa memulai dari awal lagi."
[✨]
Clorinde, "Kau merencanakannya?"
Wriothesley, "Kalo aku merencanakannya yang ada [Name] akan memukuli ku. Mereka memang dipertemukan."