"Aahh, segarnya." Sing berjalan keluar kamar mandi. Dia telah mengganti kemeja dan jeans panjangnya menjadi kaus putih polos dan celana training hitam.
"Zayyan, giliranmu."
"Baik," sahut Zayyan yang langsung berdiri dari kasur.
Sing duduk di kursi meja rias lalu mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Setelah itu memakai krim wajah, lalu gel rambut.
Ketika keluar, Zayyan melihat Sing memotret dirinya sendiri melalui pantulan cermin meja rias. Zayyan berjalan mendekati koper.
"Zayyan, berposelah," pinta Sing saat melihat pantulan Zayyan.
Sing tersenyum melihat Zayyan menurutinya meskipun dengan pose standar yaitu simbol peace. Sing pun mengambil foto dirinya dan Zayyan untuk pertama kalinya.
"Nice, Banana Boy," kata Sing disertai kekehan saat melihat hasilnya.
Yah, mau bagaimana lagi. Pasalnya, Zayyan memakai kaus lengan pendek berwarna kuning cerah yang dipadukan dengan celana putih panjang.
Zayyan lanjut mendekati kopernya yang terbuka di lantai, berniat memindahkan pakaiannya ke lemari kosong. Sebelumnya Sing sudah memberi tahu bahwa lemari itu diperuntukkan untuk Zayyan.
"Akan kubantu," kata Sing berjalan mendekat.
"Tidak perlu, Sing," tolak Zayyan. "Aku bisa melakukannya sendiri."
"Tidak apa-apa, agar lebih cepat."
Zayyan menggeleng. "Tidak Sing."
Sing bingung. "Kenapa? Aku hanya ingin membantumu."
Zayyan tampak ragu-ragu saat akan mengatakan sesuatu.
"Apa?" tanya Sing semakin mendekat.
"A-aku, aku." Zayyan tergagap.
Satu alis Sing terangkat heran. "Aku apa?"
Tangan Zayyan tiba-tiba teracung ke depan. Menandakan agar Sing berhenti ketika pemuda itu dua langkah lagi bisa menyentuh kopernya jika berjongkok.
"A-aku, aku akan malu jika kau melihat pakaian dalamku." Mata Zayyan menatap tak tentu arah.
Sing terkejut sesaat lalu tertawa geli. Setelah tawanya mereda, ia bertanya, "Karena itukah kau menolak bantuanku? Lucu sekali."
Zayyan hanya cemberut dan memalingkan wajah, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.
"Baiklah, baiklah. Aku mengerti."
Masih dengan tawa pelan, Sing menuju kasurnya dan berbaring. Kedua tangan ia posisikan di belakang kepala, menjadikannya bantal.
"Kau menggemaskan sekali."
"Siapa yang kau sebut menggemaskan?" desis Zayyan.
"Memangnya siapa lagi?"
Zayyan berdecak mendengarnya, tetapi tidak membalas.
"Padahal kita tinggal satu rumah bahkan satu kamar, dan pasti nanti aku akan melihat celana dalam milikmu, begitu juga sebaliknya. Jadi, percuma saja kau menyembunyikannya dariku sekarang."
Zayyan hanya diam dan berpura-pura tidak mendengar. Sebenarnya Zayyan tahu itu, hanya saja ... menunjukkan celana dalam pada orang yang pertama kali ia temui, terasa agak aneh.
Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu disusul sebuah suara yang akrab bagi Sing.
"Makan malam datang, cepatlah!"
Sing bangkit dari tidurnya. "Itu suara Leo. Zayyan, ayo makan dulu. Kau bisa melanjutkannya nanti."
Zayyan mengangguk setuju. Keduanya keluar untuk makan malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Go || Xodiac
RandomKisah tentang sembilan pemuda dalam menggapai mimpi mereka bersama. Akankah semuanya berjalan mulus tanpa hambatan? Atau justru banyak rintangan yang menghadang?