"Aku takut pada Lex, merasa terintimidasi, dan ingin menyerah." Mata Wain dan Davin membelalak. Perkataan Zayyan sungguh membuat keduanya terkejut, tak terkecuali Lex di tempat persembunyiannya.
"Namun sekarang, aku merasa nyaman," lanjut Zayyan membuat Wain dan Davin lega, begitu juga Lex. "Setelah kupikir-pikir, faktor terbesar yang mengubah itu adalah latihan tambahan. Kebersamaan saat latihan, perlahan memperbaiki hubungan kami berdua. Itulah yang kurasakan dan baru kusadari."
Zayyan teringat akan Lex yang selalu memesan makanan untuknya, memuji dan mengakui tariannya dengan cara Lex sendiri. Dan meskipun dingin, Lex tak pernah menghina ataupun mengejeknya.
Kemudian dalam benak Zayyan berputar ingatan saat tertidur di agensi, dan tiba-tiba ketika bangun pagi sudah ada di kamar Lex. Pun, beberapa hari lalu terulang walau kali ini ia terbangun di kamarnya sendiri. Jelas hanya ada Lex. Jadi meski Lex tak mengatakan apa pun, Zayyan bisa menduga. Begitu juga ketika dirinya di rumah sakit. Sang leader itulah yang bersamanya pertama kali. Semua terjadi setelah latihan tambahan dimulai.
Mata Zayyan menerawang jauh. "Awalnya, aku benar-benar kesulitan dan tertekan. Push up setiap kali salah, teguran Lex yang dingin, sorot matanya, nada suaranya, dan waktu latihan yang lama. Aku hampir menyerah. Aku bahkan sempat merasakan seperti tubuhku remuk setelah latihan, sampai bermimpi malaikat memijatku saat aku tidur."
Lex tertegun. Perlahan, semburat merah muda muncul di wajahnya. Pikiran Lex melayang pada saat ia memijat Zayyan yang merintih kesakitan ketika tidur.
Zayyan melanjutkan dengan suara bergetar, tetapi tetap jelas. "Namun seiring waktu, aku justru mulai terbiasa. Hukuman dari Lex memang keras, tapi anehnya itu membuatku belajar lebih cepat. Aku jadi lebih paham ritme, lebih sadar tubuhku sendiri, dan lebih cepat mengerti gerakan. Semakin lama, aku mulai merasa nyaman dengan cara Lex mengajar. Rasa takut pun perlahan memudar. Aku ... malah merasa dekat dengannya sekarang."
Lex terdiam kaku. Namun sorot matanya yang goyah, kini kembali mantap. Sementara Davin dan Wain diam mendengarkan baik-baik, dan semakin lama semakin terkejut. Sangat tidak menduga perkataan Zayyan.
Zayyan berhenti sejenak, menelan ludah, lalu melanjutkan dengan suara yang lebih jernih setelah menatap Wain dan Davin bergantian. "Aku bersyukur bisa berlatih bersama kalian semua, meski awalnya berat. Aku tidak lagi menari sendirian di balik cermin kamar atau hanya bersama pelatih saja. Dan aku senang dengan hal itu."
"Lex—" Zayyan tersenyum kecil. "—Dia memang keras. Namun berkat dia, aku berkembang lebih cepat dari yang kubayangkan. Alex hyung bahkan sampai memujiku."
Davin dan Wain sempat tercekat. Kalimat Zayyan langsung membuat keduanya kembali pada percakapan lama masing-masing dengan Lex. Ketika Wain menegur dan menilai keras Lex pagi hari di dapur, sedangkan Davin menasehati Lex di jeda istirahat latihan tambahan agar jangan terlalu keras pada Zayyan.
"Dengan Lex, aku belajar kalau ketakutanku bisa berubah menjadi kekuatanku. Aku tidak lagi sekadar takut pada tatapannya. Aku malah merasa—" Bibir Zayyan tersenyum lembut. "—Dia benar-benar peduli dengan caranya sendiri."
Wain dan Davin tertegun. Namun sesaat kemudian tersenyum tipis. Meski terdapat perasaan rumit, tak dipungkiri jika keduanya juga merasa lega sekaligus heran. Ternyata metode Lex yang menurut mereka kejam dan terlalu keras, justru diterima Zayyan dengan penuh syukur. Ada bagian dalam diri yang masih ragu, tapi ada pula yang mulai memahami. Bahwa mungkin memang ada bahasa berbeda dalam cara Lex menunjukkan perhatian dan kepedulian.
"Kalau begitu, teruslah percaya pada proses itu, Hyung," ujar Davin dengan nada lembut. "Selama kau merasa kuat dan menemukan dirimu di dalamnya, aku juga akan mendukungmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Go || Xodiac
RandomKisah tentang sembilan pemuda dalam menggapai mimpi mereka bersama. Akankah semuanya berjalan mulus tanpa hambatan? Atau justru banyak rintangan yang menghadang?
