Zayyan bangun hati-hati. Berusaha tidak membangunkan Sing di sampingnya. Kamar Sing hanya ada satu kasur yang cukup untuk dua orang dewasa. Sebelum Zayyan datang, Sing dan Lex adalah member yang memiliki kamar sendirian.
Sebenarnya masih ada kamar kosong karena rumah ini total memiliki enam kamar. Masing-masing lantai memiliki tiga kamar. Namun, Zayyan ditempatkan bersama Sing oleh perusahaan.
Zayyan jalan mengendap-endap di kegelapan. Sampai dapur, barulah menghidupkan lampu. Membuka kulkas, Zayyan mengambil apel, kiwi, dan melon. Setelah mencuci dan memotongnya di counter table, ia letakkan buah-buahan itu ke piring, lalu menaruhnya ke meja dan mengambil sumpit.
Potongan buah dan sumpit sudah siap. Zayyan merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel. Mencari tutorial memakai sumpit di YouTube.
"Na-na-na-na ... uoooo ... Zayyan belajar memakai sumpitttt ... Zayyan belajar memakai sumpit ... belajar, belajar, belajar memakai sumpitttt. Zayyan belajar memakai sumpit."
Zayyan bersenandung tanpa tahu sejak tadi Wain memperhatikannya sambil berdiri bersandar pada tembok. Pencahayaan di sekitar Wain yang gelap membuatnya sulit disadari Zayyan. Pun Zayyan yang fokus dengan urusannya.
Menemukan video yang menurutnya memiliki tumbnail paling menarik, Zayyan meletakkan ponsel ke meja dan menjadikan gelas berisi air sebagai sandaran. Berbekal video, dimulailah usaha Zayyan memakai sumpit.
"Semangat, Zayyan pasti bisa!" seru Zayyan dengan suara tertahan. Menyemangati diri sendiri.
Lima belas menit kemudian ....
"Sepertinya Zayyan tidak bisa."
Zayyan meletakkan sumpit ke piring, bersandar pada kursi. "Ini sungguh sulit."
Di sisi lain, alis Wain bertaut mendengar keluhannya. Jika Wain tidak salah ingat, sebelumnya Zayyan begitu semangat dan optimis belajar menggunakan sumpit. Namun sekarang dia tampak lesu dan pesimis.
Menghela napas, Zayyan bertopang dagu. "Siapa yang menciptakan sumpit? Bagaimana dia terpikir untuk menjadikan dua tongkat mini sebagai alat makan? Apakah sendok dan garpu tidak cukup?"
Wain tak bisa menahan senyum tipisnya mendengar pertanyaan Zayyan. Niat mengambil air minum tertunda sudah. Bahkan kini ia memperbaiki posisi bersandarnya agar nyaman.
"Tapi aku tak bisa menyerah, Sing akan terus menggodaku saat makan nanti." Zayyan memicingkan mata. "Tak akan kubiarkan Sing memamerkan kelihaiannya makan menggunakan sumpit."
Zayyan ingat saat makan siang di kantin perusahaan tadi, Sing menggodanya dengan berkali-kali mengambil makan dan menyuapnya ke mulut sambil menatapnya disertai ekspresi menyebalkan. Ia bahkan mencapit lauk dengan mata tertutup! Astaga. Sialnya tak ada yang menyadari itu kecuali Zayyan, targetnya.
Wain mengerutkan dahi. 'Sing?'
Meraih sepasang sumpit lagi, Zayyan kembali memutar video tutorial. "Mari mulai lagi, Zayyan."
Sorot mata penuh tekad itu terarah pada potongan buah di piring. "Tunggu saja, kalian pasti akan masuk ke perutku."
Ekspresi serius Zayyan membuat Wain merasa terhibur. Sampai ketika Zayyan berhasil mencapit sepotong melon, matanya pun ikut fokus juga. Penasaran apakah buah itu bisa masuk ke mulut Zayyan.
Perlahan Zayyan mengangkat melon, meski dengan tangan sedikit gemetar yang membuat Wain agak tegang hanya dengan melihatnya.
Semakin dekat.
Dan ...
"Aish, hampir saja."
Jatuh.
Wain refleks berdecak. Sesaat kemudian, ia bingung kenapa dirinya merasa kesal karena Zayyan gagal. Merasa konyol atas tingkahnya sendiri, ia menggelengkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Go || Xodiac
RandomKisah tentang sembilan pemuda dalam menggapai mimpi mereka bersama. Akankah semuanya berjalan mulus tanpa hambatan? Atau justru banyak rintangan yang menghadang?