Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya.
Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana.
Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya.
Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan.
Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming.
"Aaaahh!" Audriana semakin keras menjerit, ketika Jaxton tiba-tiba saja menggigit dua bulatan kecil di puncak dadanya itu secara berganti-gantian dengan ganas.
"Kau berani menjambak rambutku, hm? Aku akan membalasnya dengan menggigit benda kenyal yang menggemaskan ini setiap kali kau berusaha menyingkirkanku, kelinci kecil."
Gadis itu pun terisak kecil menahan sakit di dadanya, begitu pun juga yang ia rasakan di seluruh tubuhnya.
Ia benar-benar belum pulih sejak Jaxton menyetubuhinya sejak pagi tadi hingga menjelang siang hari, dan dirinya tidak akan sanggup jika lelaki itu kembali mengulanginya siang ini.
"Kamu... kenapa? Apa salahku? Kenapa kamu melakukan ini semua padaku?!" Jerit Audriana dengan suara yang sarat akan nada keputus-asaan.
Jaxton memandangi netra bening beriris hitam milik Audriana yang berkilau karena dipenuhi air mata. Entah kenapa, ia suka sekali melihat wajah cantik seperti boneka ini saat sedang menangis. Jaxton merasa kecantikan Audriana yang telah sempurna itu pun berkali-kali lipat semakin sempurna bagaikan bidadari di matanya.
Jaxton mencengkram dagu lancip Audriana hingga mau tak mau gadis itu terpaksa beradu pandang dengan netra hijau cemerlang bagai zamrud milik Jaxton.
"Tentu saja kau bersalah, kelinciku." Jaxton memiringkan wajah blasterannya seraya mengurai senyum. Lalu ia pun mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak beberapa senti dari wajah Audriana.
"Kau bersalah, karena telah membuatku tidak bisa melupakan betapa nikmatnya tubuhmu," bisiknya menggoda, di atas bibir alami semerah mawar milik gadis itu.
Jaxton pun langsung memagutnya seperti orang yang kelaparan, tak mempedulikan air mata Audriana yang mengucur turun semakin deras. Kedua tangannya terus bergerilya untuk meremas, mecubit serta menggoda bagian-bagian sensitif tubuh gadis itu yang membuatnya gemas.
Telapak tangan besar dan hangat Jaxton menyapu kulit kuning langsat yang dingin dan lembut, sebuah paduan yang saling bertolak belakang namun sesungguhnya saling melengkapi.
Audriana ingin menjerit, namun semua suara keputus-asaan itu telah dibungkam oleh buaian bibir Jaxton yang masih tak lepas mencumbu bibirnya dengan liar.
Oksigen yang semakin menipis membuat Audriana pusing dan lemah, namun Jaxton sama sekali masih belum terlihat ingin melepasnya. Pukulan Audriana pada bahu keras penuh bongkahan otot Jaxton pun tak jua membuat lelaki itu berbaik hati untuk menghentikan perbuatannya.
Kunang-kunang mulai beterbangan di dalam pandangan Audriana. Ia bagaikan tenggelam ke dalam dasar laut, dan mulai memejamkan matanya dengan pasrah karena tenaganya yang belum pulih tak akan sanggup melawan kekuatan Jaxton.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI ATAS RANJANG MR. CEO (21+)
RomanceAlih-alih mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris eksekutif CEO, gadis cantik berusia 24 tahun itu malah dijadikan sebagai sandera Jaxton Quinn, CEO Quinn Entertainment--sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri hiburan. Bagas yang merupak...