28. Lisa

422 8 0
                                    

Audriana masih lelap tertidur ketika pesawat pribadi Jaxton telah tiba di Jakarta.

Tak tega membangunkan kekasihnya yang memang kelelahan setelah digempur delapan ronde, Jaxton pun akhirnya memutuskan untuk menggendong tubuh mungil dengan lekuknya yang menggiurkan itu ala bridal untuk keluar dari pesawat, setelah memakaikan gadis itu kemeja miliknya karena gaun Audriana telah ia robek hingga tak berbentuk.

Seakan tidak terganggu, Audriana sama sekali tidak terbangun saat Jaxton membawanya menuruni tangga pesawat. Jaxton langsung memasuki mobil Rolls Royce hitam mengkilat yang telah menunggu tak jauh dari sana.

Para pengawal yang berpakaian setelan jas hitam-hitam berdiri berjejer itu tidak ada yang berani membantu Tuan mereka, karena mereka semua telah diwanti-wanti oleh Geovan sang ajudan untuk tidak menyentuh Nona Audriana seujung jari pun jika tidak ingin mendapatkan kemurkaan Jaxton Quinn.

Bahkan tak ada yang berani menatap gadis yang masih nyenyak terlelap itu. Mereka semua menundukkan wajahnya atau memalingkan muka sekaligus mengawasi sekitarnya dengan waspada.

Meskipun dalam hatinya, mereka sangat penasaran dengan sosok wanita yang membuat Mr. Jaxton Quinn bertekuk lutut seperti itu. Selama mereka bekerja sebagai pengawal untuk lelaki itu, tak pernah sekali pun Mr. Quinn terlihat berada dalam satu mobil dengan seorang wanita, apalagi sampai membawa wanita itu berlibur ke pulau pribadinya dan menggendongnya seperti itu.

Yang mereka tahu, big boss ini sangat sering mencari wanita hanya untuk menghangatkan ranjangnya. Dan lelaki itu juga tidak suka tidur dengan wanita yang sama lebih dari satu kali!

Itu sebabnya semua orang penasaran dengan sosok Nona Audriana.

Jaxton meletakkan tubuh Audriana di kursi penumpang belakang dengan sangat hati-hati. Ia tidak ingin gadisnya itu jadi terbangun karenanya. Setelahnya, ia pun berjalan mengitari mobil untuk duduk di sebelah Audriana.

Jaxton tersenyum kecil menatap betapa lelapnya gadis ini tertidur. Wajahnya yang secantik boneka itu terlihat sangat polos dan menyejukkan, membuat Jaxton tak tahan untuk tidak mendaratkan sebuah kecupan lembut di bibir merah alami Audriana.

"Tidurlah, Baby. Aku akan selalu berada di sini untuk menjagamu," bisik Jaxton lembut di telinga Audriana, sebelum lelaki itu menarik lembut bahu gadis itu dan meletakkan kepala Audriana di pangkuannya.

***

Karena hari telah malam ketika mereka tiba di Jakarta. Jaxton meminta supirnya untuk segera langsung pulang ke kediamanya tanpa mampir ke kantor lagi, seperti yang biasa ia lakukan jika pulang dari luar kota. Semalam apa pun ia tiba di Jakarta, Jaxton pasti tetap memaksakan diri untuk ke kantor dan menyelesaikan pekerjaannya di sana.

Namun kali ini berbeda. Ia lebih memilih melanjutkan semua tugas yang menumpuk di rumah, karena ingin terus bersama Audriana.

Jaxton juga sudah menghubungi Geovan untuk menunggunya di kediamannya untuk membahas semua pekerjaan yang ia tinggalkan selama tiga hari kemarin.

Kira-kira empat puluh lima menit kemudian, mobil mewah itu telah memasuki gerbang tinggi yang merupakan pembatas komples kediaman milik Jaxton yang luasnya mencapai tiga hektar. Perlu lima menit waktu yang dibutuhkan untuk masuk dari gerbang menuju sebuah bangun mewah tiga lantai dengan luas 3000m3 itu.

"Selamat malam, Mr. Quinn," sapa seorang lelaki dengan membungkukkan badannya penuh hormat kepada Jaxton. Seperti semua bawahan, ia sama sekali tidak melirik meskipun hanya sedetik kepada gadis yang sedang terlelap berada di dalam gendongan bosnya itu.

"Malam, Geo. Tunggu saja di ruang kerja, aku akan segera menyusulmu setelah membawa Audriana ke dalam kamar," tukas Jaxton sambil berlalu menuju ke lantai dua dimana kamar pribadinya berada.

Jaxton membaringkan tubuh lembut itu ke atas ranjangnya. Ranjang dimana Audriana adalah satu-satunya wanita yang pernah berada di dalamnya, karena ia lebih memilih hotel untuk having sex dengan deretan wanita-wanita di masa lalu.

Jaxton mendaratkan kecupan di bibir merah itu entah untuk yang keberapa kalinya. Ingin sekali ia ikut berbaring di samping Audriana, namun ia juga tak bisa mengelak atas tanggung jawab yang nyata diembannya sebagai seorang CEO untuk perusahaan hiburan nomor satu di Indonesia.

Cuti tiga hari yang mendadak ia ambil kemarin cukup membuat beberapa pekerjaan serta jadwal penting menjadi tertunda, namun anehnya bagi Jaxton yang selalu mengutamakan perusahaannya di atas apa pun, ia sama sekali tidak menyesalinya.

Ia bahkan bersyukur dengan liburan mendadak tiga hari kemarin. Ia bersyukur karena kini Audriana telah dengan suka rela menjadi miliknya.

Jaxton mendesah, tak habis pikir kenapa ia dulu bisa begitu kejam kepada wanita ini. Mungkinkah itu karena masa lalunya yang kelam? Masa lalu yang... rasa-rasanya tidak ingin ia ingat seumur hidupnya.

Tidak, ia tidak bisa menyalahkan masa lalu atas perbuatan dan tindakannya saat ini, karena apa yang ia perbuat adalah sebuah pilihan, dan bukan karena sebab dari sebuah akibat.

Dan meskipun beberapa hari yang lalu ia memilih tindakan yang salah kepada Audriana, namun ia sangat lega karena sepertinya wanita itu memaafkannya.

Meskipun harus ia akui, sampai dengan saat ini Jaxton tidak pernah sekali pun mengucapkan kata 'maaf' kepada Audriana.

Kata yang sangat berat untuk diucapkan oleh seorang Jaxton Quinn yang angkuh.

Jaxton menghela napas pelan, dan mengulurkan tangannya untuk mengelus rambut panjang Audriana yang hitam mengkilat dan kembali mengecup bibir selembut dan semanis cotton candy itu sebelum akhirnya ia melangkahkan kakinya keluar, menuju ke ruang kerja dimana ajudannya telah menunggu di sana.

Geovan mengalihkan wajahnya ke arah pintu yang terbuka, dan serta-merta berdiri tegap ketika melihat atasannya masuk ke dalam ruangan.

"Ada yang perlu diselesaikan malam ini, Geo?" Tanya Jaxton seraya duduk di kursi kerjanya dan menatap tajam Geovan.

"Ya, sebenarnya ada satu hal penting yang ingin saya sampaikan kepada Anda, Mr. Quinn."

"Apa ada kaitannya dengan pekerjaan?"

Geovan mendehem pelan. Sebenarnya yang ingin ia sampaikan bukanlah soal pekerjaan, dan ia agak gentar mengatakan kepada bosnya ini mengenai hal yang tidak berkaitan dengan masalah kantor. Mr. Quinn bisa murka karena biasanya ia tidak suka jika waktu istirahatnya diganggu oleh hal lain selain pekerjaa.

"Maafkan saya, Mr. Quinn. Hal ini memang sama seklai tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, tapi ini mengenai keselamatan Anda dan juga Nona Audriana."

Jaxton mengernyitkan keningnya heran. "Apa maksudmu, Geo? Bicaralah yang jelas dan jangan bertele-tele!"

Tarikan napas berat terdengar dari Geovan sebelum ia mulai menguraikan apa yang ia maksud.

"Kemarin Bagaskara menemui saya. Dia mengatakan bahwa salah satu karyawan Quinn Entertainment Divisi Keuangan yang bernama Khalissa Rininta, atau orang-orang memanggilnya Lisa, sepertinya memiliki niat untuk membunuh Anda, Mr. Quinn."

Jaxton terdiam untuk beberapa saat. Meskipun ini bukan pertama kalinya ia mendapatkan ancaman pembunuhan, namun tak pelak ia sedikit kaget karena melibatkan salah satu karyawannya.

"Dari mana Bagaskara tahu mengenai wanita itu?"

"Dia kebetulan orang yang menolong Bagas saat pingsan di depan kantor," sahut ajudan Jaxton itu. "

"Oke. Teruskan ucapanmu, Geo."

Geovan mengangguk. "Saya sudah menyelidiki siapa sebenarnya Khalissa Rininta, dan muncullah sebuah fakta yang cukup mengejutkan, Mr. Quinn. Terutama untuk Anda."

"Langsung katakan saja, Geo! Jangan berputar-putar!" Sergah Jaxton gusar.

Geovan kembali menarik napas sejenak, sebelum ia mengatakan sesuatu yang tidak akan pernah disangka-sangka sebelumnya.

"Khalissa Rininta itu adalah... adik tiri Anda, Mr. Quinn."

DI ATAS RANJANG MR. CEO (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang