Sesaat setelah Windi keluar dari ruangan, Geovan menatap Jaxton penuh tanda tanya. Tak biasanya Tuannya itu memberikan maaf kepada seseorang yang sudah jelas mengakui pemgkhianatannya.
"Jangan menatapku terlalu lama, Geo. Kau membuatku merinding." Jaxton membuka jas navy-nya lalu menyampirkan benda itu di atas sandaran kursi, lalu membuka dasi dan dua kancing kemeja bagian atas.
"Aku akan menemui Audriana, kau tahu artinya kan?" Kali ini Jaxton yang menatap tajam ajudannya.
Geovan mengangguk. "Artinya Anda tidak ingin diganggu sampai waktu yang tidak dapat ditentukan," sahutnya tegas.
Ia sangat hapal dengan kebiasaan baru Tuannya ini, yang sama sekali tidak mau diganggu jika sedang bersama Nona Audriana. Terakhir kalinya Geovan menghubunginya tentang masalah pekerjaan, Tuannya itu langsung mengamuk besar karena sedang menghabiskan waktu bersama kekasihnya.
"Bagus. Tolong handle dulu semua masalah pekerjaan. Dan hold semua keputusan penting hingga besok pagi." Setelah memberikan titah kepada ajudannya, Jaxton pun segera melangkah keluar dari ruang kerjanya sambil membuka manset dan melipat lengan kemejanya hingga sebatas siku.
Ia terus berjalan menuju kamar pribadinya, dimana Audriana berada.
"Baby~ apa kamu masih tidur atau--"
Jaxton terkejut ketika membuka pintu kamarnya dan tidak menemukan sosok cantik yang ia cari. Kamarnya yang sangat besar itu terlihat kosong.
Jaxton mempercepat langkahnya menuju kamar mandi, karena mengira kekasihnya itu berada di sana. Namun lelaki itu hanya bisa memaki ketika sama sekali tidak menemukan Audriana di sana.
"Audriana!!" Teriaknya keras ketika telah berada kembali di depan kamarnya. Teriakan keras Jaxton membuat para maid yang kebetulan berada tidak terlalu jauh darinya pun sontak berlari mendekat.
"Nona Audriana sedang berjalan-jalan di taman, Mr. Quinn." Seorang maid memberitahukan kepadanya.
Jaxton memejamkan kedua matanya dengan perasaan gusar yang tak terkira. 'Fuck!! Apa gadis itu tidak belajar dari pengalaman terakhir? Dia diculik saat sedang berada di taman!"
"Aarrghh!! Dasar gadis menyebalkan! Selalu saja membuat khawatir! Apa dia tidak tahu kalau aku hampir gila ketika mendengar kabar dari Geovan bahwa dia diculik?!" Jaxton pun terus menggerutu di sepanjang langkah lebarnya menuju taman dimana Audriana berada.
***
"Halo, Camelia."
Audriana tersenyum dan menjulurkan tangannya untuk mengelus kuda berbulu keemasan dengan surai seputih kapas yang menjuntai dengan cantik. Kuda itu meringkik pelan dan mengendus pipi Audriana, seakan menyapa dan memberi salam kepada gadis itu.
"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja." Hidung Camelia yang basah dan berbulu membuat Audriana terkikik geli.
"Apa Anda ingin menaikinya, Nona?" Seorang lelaki yang bertugas di peternakan kuda menawarkannya.
Audriana mengangguk antusias. Ia ingin menaiki Camelia lagi, merasakan damainya berada di atas hewan yang menakjubkan ini. Meskipun pengalaman terakhirnya cukup menakutkan karena Bagas yang menculiknya menggunakan kuda ini, namun ada saat-saat dimana ia sangat menikmati berkuda.
Pengurus kuda itu pun segera menyiapkan pelana dan tali kekang untuk Audriana, lalu ia pun hendak membantu Nona-nya menaiki kuda keemasan yang menakjubkan itu.
"Jangan sentuh dia!!"
Bentakan keras itu membuat Audriana dan sang pengurus kuda pun serta-merta menoleh ke arah sumber suara, yaitu seorang lelaki tinggi penuh otot yang berdiri tak jauh dari mereka.
"M-Mr. Quinn..." si lelaki pengurus kuda itu pun menundukkan kepalanya dengan takut-takut melihat raut gelap penuh amarah yang tergambar di wajah Jaxton. Lelaki yang malang itu sepertinya tidak tahu jika tak ada satu lelaki pun yang boleh menyentuh kekasih dari Tuannya.
"Kau!" Jaxton menunjuk lelaki itu tepat di wajahnya. "Siapa kau, berani-beraninya menyentuh kekasihku, hah!!"
BUUGGH!!
"Jaxton!!" Audriana menjerit ketika melihat Jaxton yang sedang berada di puncak emosi malah memukul lelaki itu hingga terduduk di lantai. Gadis itu menutup mulutnya karena kaget, tak menyangka jika Jaxton bisa semarah itu hanya untuk masalah sepele seperti ini.
"Karim!! Kariim!!" Teriakan Jaxton yang membahana itu membuat seseorang datang tergopoh-gopoh ke arahnya.
"Karim!!" Bentak Jaxton kepada lelaki paruh baya yang baru datang itu. "Apa dia orang baru?" Tunjuknya kepada lelaki yang masih terduduk diam di lantai dengan hidung yang berdarah.
"Y-ya, Mr. Quinn. Dia memang pekerja di bagian kuda yang baru masuk hari ini," sahut Karim dengan gugup.
"Lalu mengapa kau tidak memberitahukan kepadanya tentang peraturan paling penting di rumah ini, hah?!"
"Saya belum sempat, Mr. Quinn. Maaf," Karim hanya bisa berucap pasrah pada nasibnya. Sungguh memang ini adalah keteledoran yang berakibat fatal.
Jaxton berdecih, lalu menatap pekerja baru itu dengan tajam. "Dengar, ya! Peraturan nomor satu di rumah ini adalah tidak boleh menatap Nona Audriana dan menyentuhnya! Mengerti?!"
"Sa-saya mengerti, Mr. Quinn. Maafkan saya..."
Jaxton masih merasa ingin menumpahkan kekesalannya, namun ia melihat Audriana yang menatap dirinya dengan wajah cemberut.
"Sekarang kau siapkan kudaku Thunder dengan dua pelana, aku ingin berkuda dengan kekasihku," titahnya.
"Sementara kau, Karim! Mulai hari ini kau kupindahkan ke kandang Hercules."
Karim hanya bisa menelan ludahnya yang terasa berat. Hercules adalah Harimau Benggala peliharaan Jaxton Quinn yang dihindari oleh sebagian besar pekerja yang mengurus para hewan.
Harimau besar itu terlalu menakutkan, terlalu tidak dapat diprediksi mood-nya. Dari yang semula tenang, tak ada angin tak ada hujan bisa tiba-tiba menyerang.
Namun tentu saja Karim tidak punya pilihan lain. Lagipula, bekerja di kandang Hercules sebenarnya memiliki keuntungan yaitu gaji tertinggi dari seluruh pekerja di bagian taman, sebanding dengan resikonya.
Jaxton mendekati Audriana yang menatapnya dengan tatapan nyalang penuh amarah, lalu mendorong pelan tubuh wanita itu hingga terdesak di dinding. Kedua lengan kokohnya mengurung Audriana di samping tubuhnya.
Sepintas Audriana seperti melihat kilau hasrat yang terpantul dari netra hijau zamrud Jaxton. Hembusan napasnya yamg hangat menerpa wajah gadis itu karena saking dekatnya wajah mereka.
Audriana melihat Jaxton sudah melepaskan jas serta dasinya, juga membuka dua kancing teratas kemeja putih bersihnya serta menggulung lengan kemeja. Pesona lelaki ini memang luar biasa saat mengenakan setelan jas mahalnya, namun jauh lebih mematikan ketika berpenampilan semi-kasual dan agak berantakan seperti ini.
'Uh. Fokus, Audriana!' Gadis itu merutuk dirinya yang semudah itu terbuai oleh wajah tampan dan maskulin ini.
"Jangan menatapku dengan wajah cemberutmu, Baby. Akulah yang seharusnya marah padamu! Bisa-bisanya kau tidak menurut dan pergi sendirian ke sini setelah apa yang terjadi!"
Audriana berdecih. "Jangan berlebihan, Jaxton! Kamu sudah memperketat pengamanan dengan belasan CCTV dan menambah personil pengawal! Rumah ini bahkan jauh lebih aman dari istana negara."
"Tetap saja, kamu tidak bisa seenaknya berjalan kesana-kemari seenaknya!"
"Ya, oke. Maaf." Audriana pun memutuskan untuk tidak memperpanjang pertengkaran ini dan memilih mengalah.
"Maaf, hm? Kamu kira semudah itu aku memberikan maaf??"
"Lalu aku harus bagaimana?!"
"Yakinkan aku dengan ciuman paling mesra dan panas darimu. Lalu setelahnya biar aku yang akan memutuskan untuk memaafkanmu atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI ATAS RANJANG MR. CEO (21+)
RomanceAlih-alih mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris eksekutif CEO, gadis cantik berusia 24 tahun itu malah dijadikan sebagai sandera Jaxton Quinn, CEO Quinn Entertainment--sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri hiburan. Bagas yang merupak...