"Belinda??"
Dari puluhan bahkan mungkin ratusan hotel yang tersebar di Pulau Dewata ini, kenapa harus di hotel ini Geovan bertemu kembali dengan wanita yang pernah menjadi tunangannya??
Wanita cantik berambut seleher itu tersenyum sumringah. Maniknya terus menatap wajah Geovan seakan lelaki itu adalah satu-satunya orang yang tersisa di dunia ini. "Rasanya seperti mimpi bisa bertemu kamu di sini, Geo! Kamu sedang dinas ya??"
Geovan mengangguk. Meskipun Belinda adalah salah satu orang yang paling enggan untuk ia temui, namun tak pelak ia akui jika ada secercah kerinduan yang pelan-pelan menyusup ke dalam relung hatinya.
Karena bagaimana pun wanita itu adalah seseorang yang dahulu pernah mengisi hatinya. Wanita yang bahkan hendak ia nikahi, namun terbentur ketiadaan restu dari orang tua Belinda yang tidak menyukai Geovan.
"Kamu sendiri? Bukankah terakhir kali aku dengar kamu menetap di Chicago?"
Belinda menggeleng pelan. "Aku ke sana cuma untuk liburan dan healing saja. Setelah... kamu memutuskan hubungan kita," ujarnya pelan.
Situasi pun secepat itu berubah menjadi tidak enak. Geovan merasa harus segera cepat pergi dari sini sebelum--
"Aku tidak pernah merasa kita sudah putus," cetus Belinda seraya menatap manik Geovan dalam-dalam. "Aku masih sangat mencintai kamu, Geo. Dan aku akan masih terus menunggu kamu sampai kapan pun," tuturnya lembut. Dengan sengaja Belinda mendekatkan wajahnya hingga jarak mereka pun hanya sejengkal.
Geovan tertegun mendengar perkataan Belinda yang tanpa basa-basi itu. Ah! Situasi ini benar-benar tidak mengenakkan! "Belinda--"
"Pak Geovaan!!" Kania yang tiba-tiba hadir di tengah mereka berdua sontak membuat terkejut. Jarak antara Geovan dan Belinda yang semula sangat dekat pun merenggang.
"Ternyata kamar kita sebelahan lho! Yuk barengan." Dengan cueknya Kania menggamit lengan Geovan dan tanpa ragu menyeretnya pergi dari hadapan Belinda yang menatap mereka berdua dengan sorot penuh tanya.
"Sekarang kamu sudah bisa lepasin tangan kamu," tutur Geovan dingin, ketika mereka telah menjauh dari Belinda.
"Iya, iyaa~," Kania berdecih pelan. "Bukannya berterima kasih, malah balasannya ketus begitu," guman Kania pelan, namun tentu saja masih terdengar oleh Geovan.
Lelaki itu pun mendehem pelan. "Terima kasih, kamu tadi sudah menyelamatkan saya dari situasi yang canggung," ujar Geovan akhirnya.
Senyum lebar terkembang di bibir tipis sewarna jingga milik Kania. "Sama-sama, Pak. Tadi saya perhatikan Pak Geovan terlihat tidak nyaman, jadi say asumsikan bahwa wanita itu penyebabnya," tutur Kania riang.
"Ngomong-ngomong dia itu siapa sih, Pak? Sepertinya sangat akrab ya sama Pak Geovan. Hampir saja saya cemburu, ish."
"Dia itu mantan tunanganku, namanya Belinda." Geovan yang mulai sudah terbiasa dengan celutukan asal Kania pun memilih mengabaikan ucapan gadis itu. "Kami sudah tidak bersama sejak enam bulan yang lalu," ucapnya sambil lalu dan mengedikkan bahu.
Kania pun melongo mendengarnya. "Jadi dia yang bikin Pak Geovan nggak bisa move on dan tidak terpesona pada kecantikan saya??" Cetus Kania kesal. "Ish. Jangan sampai balikan lagi ya Pak? Hutang 1,3 milyar nggak akan saya bayar kalau kalian balikan!" Ancamnya sambil membuang wajah.
"Aduhh!! Pak Geovan!! Sakiit!!" Jerit Kania sambil mengusap-usap keningnya yang barusan ditoyor oleh Geovan.
"Sengaja. Biar otak geser kamu balik lagi ke tempat yang seharusnya!" Ledek Geovan sambil mendelik.
"Dan ingat ya, hutang 1,3 milyar itu tetap harus dibayar! Di kantor kamu memang sekretaris Mr. Quinn, tapi di luar kantor kamu adalah pem.ban.tu.ku! Mengerti??"
"Iyaa~ mengertiii..." sahut Kania yang sebal karena Geovan selalu menekankan bahwa dirinya dianggap tak lebih dari tukang bersih-bersih bagi lelaki itu. Mereka pun terus berjalan hingga akhirnya sampai juga di depan pintu kamar masing-masing.
"Hm, nggak apa-apa deh dianggap pembantu. Siapa tahu nanti-nanti diupgrade jadi pacar, hehe..." guman Kania sambil nyengir dan buru-buru menghilang ke dalam kamarnya sebelum Geovan kembali menoyor kepalanya.
***
Meeting hari pertama.
Pembahasan adalah mengenai rencana investasi Quinn Entertainment yang bermaksud mendirikan wahana hiburan kelas Internasional di daerah Gianyar Bali. Jaxton sebagai CEO hanya hadir untuk membuka meeting dan menyampaikan beberapa materi yang harus dibicarakan dalam meeting tersebut.
Setelahnya, ia pun pamit dan menyerahkan pimpinan rapat kepada ajudan terpercayanya yakni Geovan. Lelaki itu seakan tak ingin berpisah terlalu lama dengan Audriana, dan mereka bermaksud menghabiskan waktu untuk bermain di pantai hari ini.
Ketika tiba waktunya break rapat pada pukul 9 pagi, beberapa orang berkumpul di sekitar Geovan untuk berdiskusi atau sekedar berbincang santai sambil menikmati sajian aneka makanan ringan. Geovan memang lebih mudah didekati oleh karyawan lainnya, mungkin karena dia bukan pimpinan tertinggi dan lebih bisa diajak bicara non resmi tidak seperti kepada Jaxton.
Ketika Kania lewat di depan mereka, Geovan mengernyit menyadari banyak sekali tatapan yang mengarah ke wanita itu. Entah kenapa ia merasa tidak senang.
"Kania Alexandra, itu dia. Cantik ya? Sepanjang meeting tadi aku selalu curi-curi pandang ke arahnya," bisik seorang lelaki di bagian legal kepada temannya, yang kebetulan didengar juga oleh Geovan.
"Ayo kenalan! Mumpung waktu santai nih," bisik temannya satu lagi, yang diamini oleh lelaki itu. Saat mereka hendak melangkah, tiba-tiba Geovan berdiri menghalangi jalan dan tersenyum kepada salah satu dari mereka.
"Pak Bram, bukan? Dari legal?" Sapanya ramah. "Kebetulan ada hal yang mau saya bicarakan. Bisa ikuti saya kembali ke ruang meeting?"
Lelaki yang bernama Bram itu pun sedikit gelagapan. Sesaat ia melirik ke arah Kania yang sedang sibuk berdiskusi dengan bagian katering, namun Geovan yang kembali menegurnya membuat Bram tersadar.
"Baik, Pak. Oh ya, ini rekan saya Leo yang juga sama-sama dari legal," tukas Bram ikut memperkenalkan temannya.
Geovan kemudian mengajak kedua lelaki itu masuk kembali ke ruang meeting dengan perasaan puas penuh kemenangan, namun langkahnya terhenti dan tertegun saat melihat Kania yang ternyata sudah dikerubungi oleh tiga orang lelaki peserta rapat yang lain.
'Abaikan,' bisik logika batinnya. 'Dia bukan siapa-siapa!'
'Bawa dia pergi,' bisik hati kecilnya, yang berseberangan pendapat dengan logikanya. 'Jangan biarkan lelaki lain mendapatkan Kania!'
Geovan menutup matanya dan mengumpat dalam hati. Untuk kali ini ia akan lebih mendengarkan logikanya, karena kata hati bisa menjerumuskannya ke jurang patah hati yang destruktif, seperti apa yang ia alami pada Belinda.
Cinta adalah hal abstrak yang tidak dapat diprediksi. Satu saat ia bisa membuat bahagia, namun satu saat dia akan menghancurkan dirimu hingga menjadi serpihan-serpihan yang hilang tertiup angin.
Sejak apa yang terjadi pada kisah asamaranya bersama Belinda, Geovan memutuskan untuk menutup hati dan lebih fokus kepada karirnya.
Persetan dengan Kania yang kini terlihat bersinar dalam tawa cerianya bersama para lelaki brengsek itu! Cih. Mereka pasti hanya ingin merayu agar bisa tidur dengan gadis itu!
Geovan sangat tahu apa yang ada di pikiran liar para lelaki melihat paras manis dengan tubuh langsing menawan itu.
Apalagi... ia juga pernah melihat semuanya.
Oke, hampir semuanya, karena Geovan belum melepas panty yang membungkus bagian kecantikan inti Kania.
Tapi ia sudah merasakan kekenyalan dada sintal Kania yang menggiurkan, merasakan lembutnya bibir tipis berwarna jingga yang ternyata selezat ice cream vanilla, dan kulit halus mulus yang membuatnya mabuk.
Tunggu sebentar!
Siaaalaaan!!! Apa yang ia barusan pikirkaan???
"P-Pak Geovan??" Bram yang terlihat bingung, menegur Geovan yang tanpa sadar telah bersikap aneh dengan membentur-benturkan kepalanya di atas meja.
"Apa Anda baik-baik saja??"
KAMU SEDANG MEMBACA
DI ATAS RANJANG MR. CEO (21+)
RomanceAlih-alih mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris eksekutif CEO, gadis cantik berusia 24 tahun itu malah dijadikan sebagai sandera Jaxton Quinn, CEO Quinn Entertainment--sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri hiburan. Bagas yang merupak...