32. Obatku

410 7 1
                                    

Fiona, si wanita bergaun putih yang masih terlihat menawan di usianya yang telah menginjak empat puluh dua tahun itu tertawa dengan suaranya yang renyah.

"Ah, Jax sayangku! Apa kau kira dengan memasukkanku ke dalam tempat ini akan membuatku semakin tidak waras seperti Mariana? Kau salah, Sayang! Mommy-mu dan aku jauh berbeda. Dia hanya mencintai Daddy-mu dan tidak mencintaimu, itu sebabnya Mariana bunuh diri setelah cintanya kurebut."

Fiona berdiri di samping Jaxton dan menaruh satu tangannya di bahu lelaki itu, dan mendekatkan bibirnya di telinga lelaki yang tak bergeming tersebut.

"Sedangkan aku? Aku sangat mencintaimu. Bisa saja aku melarikan diri dari tempat terkutuk ini, tapi aku tetap diam dan menunggumu di sini. Karena aku tahu, melarikan diri hanya akan membuatku semakin jauh darimu," bisiknya mesra seraya mengecup pipi Jaxton.

"Kau lihat kan? Betapa dalamnya cintaku kepadamu." Fiona mengulurkan kedua tangannya untuk menangkup pipi Jaxton dan menghadapkan kepadanya.

"Cintaku selamanya hanya untukmu," bisiknya lembut. Sebuah kecupan lembut dari bibir Fiona mendarat di bibir Jaxton, merefleksikan sebuah kerinduan yang terlarang dan tak sepatutnya terjadi.

Namun Fiona pun menghentikan perbuatan tak senonohnya itu ketika tak jua mendapatkan balasan yang ia ingin dari Jaxton. Lelaki itu bahkan mengatupkan kedua bibirnya dengan seulas seringai terlukis di sana.

"Ada apa ini? Kenapa kau tidak membalasku, sayang?" Tanya heran wanita itu ketika merasakan reaksi Jaxton yang dingin.

"Karena bagiku, kau tak lebih dari seekor lalat pengganggu yang ingin kusingkirkan," tukas Jaxton sinis seraya menepis tangan Fiona yang mulai bergerilya di tubuhnya.

"Aku ke sini untuk menanyakan sesuatu padamu, Fiona. Jadi berhentilah bersikap menjijikkan atau aku tidak akan lagi ragu-ragu untuk mengembalikanmu ke penjara!"

Fioana terpaku menatap anak tirinya. Setelah beberapa tahun mereka kembali bertemu, ternyata bukan saja lelaki ini terlihat semakin tampan dan matang, namun juga sepertinya Jaxton juga sudah tidak lagi memiliki perasaan padanya!

Padahal ketika terakhir kalinya Jaxton mengunjunginya di sini, mereka bahkan masih berbagi gairah panas di atas ranjang. Fiona selalu tahu cara memancing hasrat Jaxton hingga lelaki itu tak kuasa menolaknya.

Tawa renyah itu pun kembali menguar di udara. "Tunggu dulu, Jax... jangan bilang kalau saat ini kau sedang jatuh cinta!" Tebak wanita itu dengan sangat akurat, yang tak pelak membuat Jaxton sedikit berjengit kaget namun secepat mungkin ia mengubah kembali ekspresinya menjadi datar.

"Aaah... jadi itu benar ya?" Fiona pun menyimpulkan sambil tersenyum setelah menangkap sekilas perubaham raut wajah anak tirinya itu.

"Bukan urusanmu," sahut Jaxton dingin.

"Hahaha... tidak perlu melindungi wanita itu hingga sedemikian rupa, Jax. Toh suatu saat kami pasti akan bertemu," cetus Fiona ringan. "Aku tak sabar ingin sekali melihat rupa wanita yang membuatmu berpaling dari cintaku. Apakah dia--uukhhhh!!"

Fiona membelalakkan kedua matanya dengan mulut terbuka dan lidah yang terjulur keluar, ketika merasakan lehernya yang tercekik.

Ia memukul dan mencakar-cakar sebuah tangan yang begitu kuat mencengkram lehernya" seakan ingin meremukkan tulang-tulang di sana.

"Seujung kuku saja kau berani menyentuhnya, maka akan kuhancurkan setiap tulang yang ada di tubuhmu, IBU." Jaxton melepaskan cengkeramannya, dan tubuh wanita itu pun luruh ke atas lantai sambil terbatuk-batuk dengan wajah yang memerah menahan sakit.

"Bisa saja aku meremukkan lehermu saat ini juga, Fiona. Ah, tapi rasanya itu bukan harga yang pas untuk membayar semua kejahatan iblismu yang telah menghancurkan keluargaku," ucap Jaxton yang kini berjongkok di samping Fiona sembari terkekeh pelan.

DI ATAS RANJANG MR. CEO (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang