21. Maukah?

520 11 2
                                    

Pengalaman pertama Audriana menaiki helikopter sungguh membuatnya terkesima dan takjub.

Dari atas sini ia bisa melihat pulau-pulau kecil yang disebut atol di negara Maldives, negara yang memang terdiri dari beberapa kumpulan atol (pulau koral yang mengelilingi sebuah laguna).

Pemandangan bentangan laut biru yang dinaungi cakrawala tanpa batas serta awan putih pun tak kalah cantiknya, terlihat begitu indah dipandang mata.

"Apa itu yang dinamakan kota Male?" Tanya Audriana penuh semangat kepada Jaxton, dengan telunjuknya yang mengarah pada sebuah pulau yang dipenuhi oleh gedung-gedung bertingkat.

"Benar," sahut Jaxton singkat. "Aku sengaja mengajakmu menaiki helikopter untuk mempersingkat waktu. Karena perjalanan dengan jetski akan memakan waktu jauh lebih lama dari Voalla Bay Atoll."

Audriana berdecih. "Bilang saja kalau mau pamer!" Ledeknya sambil memutar kedua bola mata.

Jaxton terkekeh pelan mendengarnya. "Ya, itu juga salah satu alasannya," cetusnya santai tanpa beban namun terlihat menyebalkan di mata Audriana.

Jaxton mengarahkan helikopternya menuju rooftop salah satu gedung, lalu melakukan landing vertikal yang cukup mulus. Oke, Audriana akui kalau lelaki ini lumayan mahir mengendarai helikopter.

Jaxton membuka seat bealt, helm headset dan kaca mata hitamnya, lalu membantu Audriana untuk melepaskan semuanya. Ia turun terlebih dahulu dari transportasi udara itu, lalu berjalan mengitari bagian depan helikopter dan membuka pintu penumpang dimana Audriana berada.

Gadis itu bermaksud untuk meloncat turun, namun Jaxton menangkap cepat pinggangnya dan menurunkannya dengan perlahan hingga kedua kaki Audriana menginjak lantai.

Audriana tersenyum manis. Semakin hari Jaxton bersikap semakin manis saja padanya, membuat bayangan kelam akan sikap lelaki itu di awal perjumpaan mereka pun perlahan memudar.

'Ah, tapi aku tidak boleh terlena,' batin Audriana dalam hati. 'Semua orang mengenal Jaxton Quinn bukanlah tipe yang settled down dengan memiliki pasangan. Monogami bukanlah gaya hidupnya, dan Audriana tidak mau terjebak pada perasaan mencintai sendiri.

Jaxton bersikap manis padanya mungkin hanya karena menyukai sesi bercinta mereka yang memang sangat menggairahkan. Tapi hubungan ini tak akan pernah berkembang lebih dari itu.

Audriana bahkan teringat kembali pada momen ketika Jaxton yang dengan angkuh meminta Audriana menentukan status mereka, seakan Audriana-lah yang menuntutnya untuk melabeli hubungan mereka yang tidak jelas ini.

Tidak, tidak. Hubungan mereka justru SANGAT jelas. Bukan kekasih, bukan tunangan apalagi terikat dalam pernikahan.

Hubungan mereka adalah saling memberikan gairah.

Sebuah kecupan lembut namun singkat di bibirnya membuat Audriana tersadar dari lamunannya.

"Kau melamun. Apa kau tidak menyukai tempat ini? Kita bisa pindah ke tempat yang lain kalau mau," tegur Jaxton yang duduk di sampingnya sembari memain-mainkan rambut panjang Audriana yang menguarkan aroma apel segar.

"Mmm... tidak, jangan pindah. Tempat ini sungguh indah, Jaxton."

Audriana memandang sekelilingnya dan tak bisa untuk tidak terpesona. Gedung yang disinggahi helikopter Jaxton ternyata adalah sebuah hotel bintang lima, dengan restoran fine dining yang terlihat mewah bernuansa etnik India.

"Tapi kenapa restorannya sepi sekali," bisik Audriana heran. "Bukannya waktu makan siang seperti ini seharusnya ramai?"

Jaxton mengulum senyum dan kembali mengecup bibir merah selembut dan semanis cotton candy itu. "Itu karena aku sengaja menyewa seluruh resto ini, Baby. Aku ingin makan siang yang private denganmu, tanpa harus terganggu oleh suara-suara orang lain atau lelaki yang memandangi wajah dan tubuhmu."

DI ATAS RANJANG MR. CEO (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang