Audriana membuka kamar kosnya menggunakan kunci cadangan yang ia minta dari Ibu pemilik kos.
Ia pun tercengang ketika mendapati kondisi kamarnya yang tidak seperti telah ditinggalkan selama berbulan-bulan lamanya.
Bahkan tadinya ia sempat merasa skeptis ketika menyusuri jalanan menuju rumah kos, mengira bahwa ia mungkin sudah didepak dari rumah itu karena tidak membayar selama berbulan-bulan.
Namun semua praduga itu pun seketika hilang, ketika Audriana masih disambut baik oleh ibu kosnya yang mengatakan kalau uang sewa kamarnya telah dilunasi hingga setahun ke depan.
Tentu saja awalnya Audriana bingung, karena ia merasa tidak pernah membayar uang sewanya sepeser pun. Namun ketika sang pemilik itu menjelaskan bahwa ada seorang lelaki tampan dengan ciri-ciri mirip idol Korea yang datang menemuinya untuk membayarkan sewa kamar Audriana secara cash, gadis itu pun seketika mengerti.
Pasti Geovan yang melakukannya, atas perintah dari Jaxton.
Audriana menatap ke sekeliling kamarnya yang berukuran 6x7 meter ini. Bibir merahnya sontak tersenyum, membayangkan masa beberapa bulan yang lalu saat ia sering menghabiska waktunya untuk memasak menggunakan kompor yang ia letakkan di atas meja dekat jendela.
Aroma masakannya yang menggugah selera biasanya membuat ada saja tetangga yang mengetuk pintu kamarnya untuk bertanya menu yang ia masak. Yang kemudian berakhir dengan Audriana mengajak siapa pun yang datang untuk makan bersama.
Jika tidak memasak, ia hanya akan berbaring dan membaca buku untuk menghabiskan waktu. Atau... menelepon Bagas.
Helaan napas berat menguar dari hidungnya saat mengingat lelaki itu. Lelaki yang telah banyak mengubah nasib hidup Audriana hingga saat ini. Lelaki yang masih terbaring koma dan entah kapan akan sadar kembali.
Dari Bagaslah dia mengenal Jaxton. Dan kemudian... jatuh cinta kepada lelaki itu.
Sekelebat bayangan kembali muncul ketika Jaxton menceritakan masa remajanya kepada Audriana. Kenapa ia begitu sulit menerima masa lalu Jaxton?
Gadis itu berulang kali menanyakan itu kepada dirinya sendiri, namun ia pun bingung apa alasannya.
Rasanya seperti... ragu. Ragu apakah ia benar-benar mencintai lelaki dengan masa lalu yang kelam itu? Apakah ia benar-benar mengenal lelaki yang seharusnya akan menjadi calon suaminya itu?
Karena setelah masa lalu Jaxton terkuak, sebuah pertanyaan baru pun muncul dari sudut hati Audriana yang terdalam. Siapa lelaki ini? Kenapa rasanya Audriana tidak mengenalnya?
Gadis menggelengkan kepala kuat-kuat. 'Tidak, jangan berpikir impulsif dan overthinking, Audriana! Aku cuma shock! Cuma butuh waktu untuk menenangkan diri!'
Audriana menghempaskan tubuhnya ke atas kasur lantainya. Aah, nyaman sekali...
Suasana kamar yang hening dan malam yang telah larut membuat gadis itu pun tak lama terlelap dalam mimpi...
"Jangan lagi melihat ke belakang, Audriana Camelia. Mulai sekarang tataplah ke depan. Biarkan masa lalu tetap di masa lalu. Berjanjilah kau akan berbahagia dalam hidupmu."
Kedua mata bening beriris hitam itu pun sontak membuka. Ah, apakah dia barusan bermimpi?? Barusan ucapan Bagas terngiang kembali, ucapan lelaki itu yang pernah masuk ke alam bawah sadarnya saat ia pingsan waktu itu. (Ada di bab 39 - Penyelamatan, hal 11)
Audriana bangun dari tidurnya ketika melihat pantulan sinar matahari menyelinap masuk ke dalam kamarnya. Audriana tersenyum senang. Hari ini ia sudah menyusun rencana mau ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang akan ia masak, lalu membagi-bagikan semuanya kepada para tetangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
DI ATAS RANJANG MR. CEO (21+)
Любовные романыAlih-alih mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris eksekutif CEO, gadis cantik berusia 24 tahun itu malah dijadikan sebagai sandera Jaxton Quinn, CEO Quinn Entertainment--sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri hiburan. Bagas yang merupak...