12. No Longer a Virgin

4.7K 75 1
                                    

(With you)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(With you)

...

Ceklek

"Oh my god. Shirin, kau kah it?". Diana mendongak kaget ketika mendapati sahabatnya dalam keadaan acak-acakan, dress hitam seksi semalam telah digantikan dengan kemeja putih pria.

Diana melepas pisau yang sedang dipegangnya lalu menghampiri Shirin yang berada diruang bersantai berdiri tegak disana.

"Apa yang terjadi padamu?". Diana menggoyangkan kedua bahu sahabatnya dengan panik.

Perlahan mimik wajah Shirin terlihat murung, sedih, matanya pun mulai berkaca-kaca. "A-aku aku... Diana....". Shirin memeluk sahabatnya sambil menangis.

"Hey, ada apa?. Siapa yang membuatmu seperti ini?". Panik Diana. Shirin tak mau melepas pelukannya malah lebih erat lagi.

Diana membawa Shirin memasuki kamar, membiarkan Shirin menangis dulu. Barangkali dengan menangis membuat sahabatnya itu sedikit lega. Tapi Diana tetap penasaran mengenai apa yang telah sahabatnya ini alami. Jelas dia sangat khawatir, semalaman pergi saat pulang malah dalam keadaan kacau.

Diana sudah berpikir negatif dari tadi, melihat baju Shirin sudah beda dari dress yang dikenakan terakhir kali. Apa sahabatnya telah mengalami pelecehan, pemerkosaan?. Jantung Diana berdetak kencang. Dia sungguh menyesal, seandainya semalam memilih untuk mencari Shirin pasti kejadian ini tidak akan terjadi. Bukan malah melayani nafsu pacarnya itu. Shit.

Diana menyingkap rambut yang menempel dipipi sahabatnya itu.
"Bicara padaku, apa yang terjadi padamu?".

Shirin merasa malu, menunduk dengan sedih. "Ak-u... Aku Diana, aku tak perawan lagi".

Diana terdiam, tebakannya benar. "Kau tahu siapa yang memperkosamu?". Layaknya polisi, Diana bertanya tegas. Matanya tak bisa menutupi kalau kejadian ini membuatnya turut sedih, dan marah.

"Mmm... Mr. Nolland". Ucap Shirin tanpa menutupi lagi.

Dengan mata terbelalak tak percaya Diana berteriak kaget. "WHAT!!!. Tuan muda Arthur?". Shirin mengangguk membuat Diana kembali berteriak. "BAGAIMANA BISA?".

Shirin menjawab pelan. "Aku tidak tahu... Bangun-bangun aku sudah seranjang dengannya dengan tubuh telanjang...".

Diana menutup mulutnya syok, perlahan raut wajahnya mulai menampilkan mimik jahil. "Kau memberikan keperawananmu...".

"Diana, aku tidak memberikan, tapi diperkosa...". Bantah Shirin. Wanita itu melihat ada yang aneh dengan sahabatnya.

Diana berpikir sejenak lalu berdiri. "Ku bilang juga apa, tuan muda Arthur pasti tertarik padamu. See!!! baru sehari kau berkerja, sudah ikut berbaring diranjangnya. Ini kesempatan untukmu, hmm. Tenang setelah ini kau akan menjadi...".

Shirin tak habis pikir dengan ucapan sahabatnya ini. Ia memilih kembali menangis kencang, membuat Diana tambah menyeringai lebar. Ntah apa yang dipikirkannya, Shirin kesal sekali.

Diana yang semula turut sedih dengan keadaan sahabatnya sekarang malah sudah terganti dengan seringai-seringai yang membuat Shirin ingin memukuli sahabatnya sendiri.

"Cup-cup-cup... Sudahlah menangis honey, tak ada gunanya menangiskan hal yang sudah terjadi dan berlalu. Oh ya, ummm apa selangkanganmu sakit?". Tanyanya frontal tanpa peduli tangisan sahabatnya yang telah bercampur malu.

Shirin yang masih sesugukan mengangguk pelan. "Sakit sekali".

"Wow, Apa tuan muda Arthur bermain kasar?". Jahil Diana. "Berbaringlah, aku akan memeriksanya".

Shirin mendengus. "No. Aku tidak mau!!!".

"Hey, aku hanya ingin melihatnya, barangkali lecet parah. Kita bisa mengompresnya atau memberinya salep".

"Ck, Diana...". Protes Shirin, tangannya sibuk menghapus jejak air matanya.

"Ya sudah kalau tidak mau, kau tidak akan bisa berjalan normal hingga tiga hari kedepan".

"Okay fine".

Karena Shirin memang tak memakai dalaman dari tadi, ia langsung saja membuka pahanya lebar, tubuhnya bersandar di bahu tempat tidur.

Diana menghela nafas ketika mendapati area inti sahabatnya lecet. "Kalian main sampai berapa ronde, intimu bahkan lecet dan bengkak begini". Celotehnya, tangan Diana fokus membersihkan sisa-sisa cairan yang mengering diarea selangkangan sahabatnya itu menggunakan tissue.

"Aku tidak tahu".

"Huh, wajar kalau kau tak tahu... Kau pasti hanya fokus mendesah untuknya...".

Plak

Shirin memukul pelan mulut sahabatnya. Diana si mulut ceplas-ceplos ini sangat membuatnya malu.

"Sakit Shirin".
___

"JOVAN!!".

Asisten Jo muncul dari balik pintu dengan tergesa-gesa ketika mendengar teriakan sang tuan muda dari via telepon.

"Mana wanita itu, kenapa sampai sekarang dia tak menemuiku". Arthur membentak marah sambil melototi asistennya, pria itu bahkan ingin melemparkan leptop yang ada didepannya kearah Jo.

Jo menghela napas, sepuluh menit yang lalu dia sudah memberitahu si tuan muda ini bahwa nona Shirin tidak masuk berkerja.

"Maaf Mr., nona Shirin tidak masuk berkerja hari ini. Miss Gracia memberikannya izin sebab alasan nona Shirin sedang sakit". Jelas Jo kesekian kalinya.

Arthur tambah kesal mendengar ucapan asistennya yang itu-itu saja. Sedangkan Jo bersiap kembali berbicara.
"Tuan, hari ini ada beberapa rapat penting...".

Arthur melirik tajam. "Sebutkan".

Jo sigap membaca satu persatu list rapat sang tuan, total ada 4, bahkan yang terakhir diselingi dengan makan malam. Arthur memijit pelipisnya. Baru kali ini pria itu tak mood untuk mengikuti rapat, tapi mau-tak mau Arthur harus hadiri karena rapat tersebut sangatlah penting.

Otak pria itu berusaha untuk dingin kembali, berpikir normal, menarik napas dalam-lalu dihembuskannya perlahan. Masih ada hari esok untuk menemui wanita itu.

"Siapkan semua datanya, kita berangkat sekarang". Arthur menutup leptop didepannya dengan kasar, sedangkan Jo hanya menghembuskan napas sabar.

"I'll teach that seductive woman a lesson the next time we meet her"

.
.
.

🤸‍♀🤸‍♀🤸‍♀Uhuyyyy, Up Up Up...
Silahkan dibaca readers byyyyyyy💅💅💅💅🤪🤪🤪

HEY, NONA SHIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang