25. What Reason

2.1K 50 0
                                    


...

Cepat sekali situasi berubah. Jika tadi apartemen Shirin dipenuhi canda tawa-sekarang malah keheningan, rasa ingin tahu yang besar, juga takut. Masih didepan pintu apartemen, tapi pintu itu telah terbuka lebar, ntah darimana pria itu tahu alamat barunya. Tiga teman kantor Shirin telah berjejer rapih dibelakang wanita itu, sesekali saling melirik, memberi kode satu sama lain dan berbisik.

"Kalian bertiga, keluar!". Seru Arthur. Ya, pria itu Arthur, tidak bertemu Shirin selama dua minggu membuat pria itu merasa ada keanehan dalam dirinya. Perasaan marah dan kesal sangat mendominasi tentunya, menyalahkan begitu banyak pekerjaan dikantor sehingga tak ada waktu untuk menemui wanita itu. Ntahlah Arthur jadi kesal sendiri dengan sikapnya ini. Jo jadi sasaran kemarahannya. Apalagi saat melihat bagaimana ekspresi Shirin tadi pagi membuat pria itu tambah kesal. Apakah ketampanannya telah luntur hingga wanita itu biasa saja melihatnya?. Apakah kekuatannya saat bercinta biasa saja hingga tidak membuat wanita itu terkesan?. Atau apakah... fuck, lupakan.

Shirin menelan ludah, ntah apa yang akan ia katakan nanti jika bertemu Eliza, Olive dan Bianca di kantor. Sedangkan tiga wanita itu segara mengambil barang-barangnya secepat mungkin lalu bergegas kembali didekat Shirin.

"Shirin, kami pamit. Terima kasih pesta kecil-kecilannya". Pamit Eliza lalu sedikit menunduk pada Arthur, kemudian bergegas pergi disusul Bianca dan Olive melakukan hal yang sama.

"Shirin kekasih Mr. Nolland?". Heboh Olive saat sudah didalam lift.

"Bisa jadi. Oh astaga!, tidak terbayangkan ternyata selama ini aku berteman dengan kekasih Mr. Nolland". Ucap Eliza, tak kalah heboh.

"Tapi Shirin tidak berbicara apa-apa mengenai hubungannya dengan tuan muda Arthur!". Bianca ikut menimpali.

"Haruskah?. Bisa jadi, mereka sengaja tidak mempublish hubungannya bukan!?...".

Bianca dan Olive mengangguk setuju. Mereka juga baru kenal, mana mau Shirin berbagi cerita percintaannya pada orang yang baru dikenal, mereka hanya sekedar teman atau partner dikantor. Dilihat dari sisi manapun Shirin memang pantas dan cocok dengan atasan mereka. Dan, tidak ada seorang pegawai kantoran yang memiliki barang-barang mewah, pakaian-pakaian dengan kualitas terbaik, bermerk, bahkan meja riasnya dipenuhi dengan make up dari produk mahal. Jika demikian, tentu semua itu pasti ada yang memfasilitasi dan royal pada wanita itu.
"Ah!, betapa beruntungnya, Shirin".

Sedangkan diapartemen Shirin, Arthur masih berdiri diambang pintu. Wanita itu tidak berniat untuk mengajak Arthur atau sang atasan untuk masuk. Shirin menelan ludah ketika ditatap tajam oleh pria didepannya.

"Ini menarik sekaligus menjengkelkan. Tidak terlihat selama dua minggu ternyata kau memanfaatkan uang itu dengan benar. Ku kira, kau akan lebih memilih membeli mobil, lalu selamanya hidup menumpang". Ucap Arthur dengan ringannya.

Shirin mendengus. "Lalu apa hubungannya denganmu?, kenapa pria ini selalu gila dengan urusan orang lain?". Ingin sekali wanita itu berteriak sekencang-kencangnya ditelinga Arthur. Lihatlah!, pria itu malah melongos masuk tanpa dipersilahkan oleh sang penghuni aparteman. Menabraknya begitu saja.

"Mr., Apa yang anda lakukan disini?".

Arthur duduk di ruang bersantai yang digunakan oleh teman-teman Shirin tadi. Gelas, botol, cemilan kentang, dan remahan makanan lain masih berhamburan ditempat itu. Arthur tak suka menyaksikan pemandangan didepannya. "Apa perlu persetujuanmu untuk datang kemari?". Bukannya menjawab, pria itu malah melempari Shirin pertanyaan.

HEY, NONA SHIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang