42

55 7 0
                                    







Sudah 2 hari 2 malam Joel diapartemen sendirian, hanya ditemani televisi lebar. Diluar hujan tidak pernah berhenti. Apartemen lantai 12 menambah suasana dingin dan sepi menyelimuti Joel dipagi hari ini.

Beberapa kali dirinya melihat kearah hapenya, namun kabar yang dinanti-nanti tidak kunjung datang. Hanenda seperti ditelan oleh bumi, hanya sewaktu dia sampai kerumah orang tuanya, Hanenda sempat memberi kabar ke Joel. Hanya itu, karena setelah 2 hari 2 malam, Joel bagai menanti sesuatu yang tidak pasti.


Joel sadar sepenuhnya, dirinya tidak mengetahui seluk beluk kekasihnya itu. Dia cuma tau sekilas, selebihnya dia tidak tau. Dan dia juga tau diri, disini dia tidak bisa berbuat lebih, bahkan untuk sekedar bertanya Joel terbentur dengan dinding yang tinggi yang diciptakan oleh Hanenda.


Mungkin ini resiko mencintai seseorang yang sosoknya hampir sempurna. Yang terlarang oleh agama, norma dan aturan. Dia tersenyum pahit. Sekalinya merasakan manisnya cinta untuk pertama kali, dia juga harus merasakan pahit yang teramat pahit oleh racun dari cintanya itu sendiri.



Sudah ada dua jam dia duduk depan kaca jendela besar yang menghadap kearah langit kota metropolitan. Dilihatnya banyak gedung pencakar langit disekeliling apartemennya. Pacarnya ini sungguh sangat kaya. Dia makin merasa kecil akan dirinya.


Sepi dan dingin. Dulu dia akan sangat menyukai kondisi seperti ini. Namun setelah mengenal Hanenda, dia seakan enggan hidup kesepian seperti sekarang ini. Meski dulu dia sering bercanda gurau dengan pekerja di warung Abah, tapi kali ini lain. Dia sudah terbiasa dengan adanya Hanenda disampingnya. Yang memberinya seluruh cinta dan perhatian, dia tidak ingin sendiri lagi. Dia membutuhkan hadirnya Hanenda dihidupnya.



Ting



Bunyi notifikasi dari hape Joel berbunyi, buru-buru Joel mengecek hapenya. Dia sangat mengharapkan notifikasi itu kabar dari kekasihnya. Namun harapannya sirna, chat nya berasal dari Abang Idris. Dibukanya notifikasi itu, dan dia pun termenung. Waktunya disini telah berakhir. Abang Idris telah menyuruhnya untuk kembali kerumahnya sendiri. Bapak dan Mama nya telah kabur lagi entah kemana.



Abang Idris 1

Lu dah boleh pulang, Emak Bapak lu dah kabur. Lu balik kesini gih ntar siang. Umi sakit, kuatirin lu. Cepetan pulang.


Joel

Iya Bang. Aku pulang sebentar.
Umi sakit apa Bang?


Abang Idris 1

Biasa tensinya naik. Dia kuatirin lu. Lu makan kaga dirumah teman lu. Kan lu dah jadi anak bungsunya. Cepetan pulang makanya.


Joel

Habis Dhuhur, Joel balik Bang.



Joel bingung, apa dirinya harus pulang atau menunggu Hanenda balik dulu. Hujan diluar masih deras mengguyur pagi hari di ibu kota metropolitan. Joel mengusak kasar wajah dan rambutnya, sambil berteriak kesal dengan keadaan dirinya. Mungkin dulu Joel tidak akan sebingung ini, tp sekarang ada Hanenda. Apalagi Hanenda tidak bisa dihubungi. Dirinya makin bingung.


Karena terlalu lama bengong, dirinya yang haus itu segera mencari gelas yang berisi minuman diatas meja tanpa melihat kearah gelas itu. Karena kecerobohannya, gelas itu tumpah diatas hapenya. Dan lebih sialnya lagi, hapenya yang pecah layarnya itu tersiram air tumpahan yang banyak.


"ANJING........."


Joel segera mengangkat hapenya yang sudah berlinang air. Dikeringkannya segera hapenya itu diatas wastafel dapur. Dirinya makin panik, dia belum mengirim pesan ke Hanenda tentang rencana kepulangannya yang tiba-tiba.



"Bisa-bisanya tumpah. Joel anjinggg babik tolol"


Sumpah serapah keluar dari mulut setelah melihat kondisi hapenya yang masih meneteskan air sisa tumpahan minuman. Cepat-cepat dia mempreteli hapenya dan melap hapenya. Setelah dirasanya kering, dia pun mencoba untuk menghidupkan kembali hape tersebut. Ternyata hasilnya nihil, hapenya tidak bisa tertolong lagi.


"Anjing, sial banget. Arghhh, babik tolol Joel"


Dia dengan kasar menjambak-jambak rambutnya sendiri saking stressnya melihat hapenya telah rusak. Lama dirinya merenungi kondisi hapenya itu. Berapa kali Joel mengusap kasar wajahnya, dan memaki-maki dirinya yang entah kenapa bisa ceroboh. Sudah tau layar hapenya pecah, dirinya malah menambah menyiram air ke hapenya itu. Sial memang Joel. Sial.


Dilihatnya jam dinding makin tambah paniklah dirinya. Waktu menunjukkan pukul 13.00, sudah sangat siang, sedangkan janjinya ke Abang Idris itu dia dirumah sekitar saat ini juga.


Buru-buru dia bereskan kekacauan diatas meja diruang tengah. Setelah itu dia mengambil bajunya yang dia pakai waktu pertama kali datang kesini beberapa hari yang lalu.


Setelah itu dia pun mulai menulis diatas kertas yang dia temukan di office table kepunyaan kekasihnya. Ditulisnya penjelasan kenapa harus pulang dan mungkin tidak akan bisa dihubungi karena hapenya rusak oleh kecorobohannya sendiri. Dia juga memutuskan untuk menyimpan hape tersebut sebagai bukti kepada kekasihnya. Dirasa telah cukup penjelasannya, dirinya pun memandang sekeliling apartemen yang dia tempati beberapa hari ini.


Joel tersenyum lirih, mengingat beberapa kenangan manis yang tercipta didalam apartemen ini. Tapi biar bagaimanapun nyamannya dia berada disini, tetap apartemen ini bukan miliknya. Dia harus kembali ketempat dimana dia berasal. Bukan disini, dimimpi-mimpi indahnya. Dia harus kembali ke keadaan yang nyata. Hidup keras dan segan, mati pun tak sanggup.


Dia juga menyimpan seluruh barang-barang pemberian Hanenda. Bahkan kartu kredit dan debit yang diberikan oleh Hanenda juga dia simpan kembali dan diletakkan bersama dengan surat diatas office table Hanenda.


Sekali lagi dia pandangi apartemen kekasihnya, entah kapan lagi akan kembali kesini. Hanya Tuhan yang tau. Bisik Joel dalam hatinya.


Sekarang dia sudah ada ditaman halaman apartemen, dilihatnya gedung yang menjulang tinggi itu. Lantai 12, lantai apartemen Hanenda. Semoga suatu saat bisa kesana lagi, pikir Joel. Terima kasih Pak Hanenda. Bapak telah memberi kepada Joel beberapa hari yang indah, merasakan hidup laksana orang yang berduit, tanpa takut sebentar harus makan apa, dari mana uangnya untuk beli makanan.


Joel bisa merasakan hidup dengan sangat berkecukupan. Dan terima kasih atas mimpi-mimpi indah tentang cinta dan masa depan. Joel tidak akan pernah melupakannya. Sedetikpun untuk selamanya.

Syama ArtjuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang