03

130 13 1
                                    


Raden Hanenda Wangkawa Wahyatma Spd, Mpd. Bahkan dilihat dari namanya pun sudah bisa dipastikan bahwa dirinya seorang yang berasal dari kalangan atas, bangsawan. Hanenda lahir dan dibesarkan dari keluarga yang agamawis dan terpelajar. Ayahanda nya seorang keturunan bangsawan dari tanah pasundan. Ayahanda juga berasal dari silsilah pahlawan kemerdekaan menjadikan Hanenda dan keluarganya begitu disegani dan dihormati. Belum lagi Ibunda Hanenda juga berasal dari golongan bangsawan dari luar pulau jawa. Keturunan seorang Andi dan merupakan cucu dari Puang Datu di tanah Bugis. Hanenda merupakan anak bungsu dikeluarga besarnya. 3 bersaudara dengan sifat dan perawakan yang hampir sama. Sama-sama memiliki raut wajah yang hampir sempurna, pendidikan mereka bahkan Kakak pertama Hanenda sudah meraih gelar Doktor dibidang fisika. Kakak kedua Hanenda meskipun seorang wanita yang lahir dikeluarga yang menjunjung adat istiadat yang ketat tapi masih bisa membuat kakaknya mencapai pendidikan master dibidang biologi. Tidak mengherankan Hanenda pun bisa sampai ketaraf pendidikan yang tinggi dikarenakan keluarga mereka menjunjung tinggi ilmu yang mereka pelajari.

Keluarga mereka pun sangat agamawis dan terarah oleh aturan-aturan Tuhan dan norma-norma negara dan adat istiadat. Apa yang tidak baik dan haram itulah yang dijunjung tinggi dan menjadi harga mati dikeluarga Hanenda. Ayahanda Hanenda, Raden Wangkawa Wahyatma seorang Guru Besar disalah satu universitas negeri terkemuka, bahkan sempat menjadi penasehat dilingkungan kePresidenan. Ibunda Andi Tenri Ayu juga seorang tenaga pendidik, menjadi Kepala Sekolah di sekolah swasta terkenal didaerahnya. Jadi jangan heran pikiran logis Hanenda sudah mendarah daging didalam dirinya. Tapi itu dahulu, jauh sebelum dia ditempatkan disekolah negeri yang dipilihkan oleh orang tuanya.

Hari ini, hari pertama dirinya mengajar disekolah yang dipilihkan untuknya. Sekolah negeri berstatus unggulan dikota metropolitan. Dengan kepercayaan diri yang dimilikinya, Hanenda melangkahkan kaki nya kearah gerbang sekolah barunya itu. Sekolah yang apik rapih luas dan cukup modern pantas menyandang gelar sekolah negeri unggulan. Dirinya banyak melihat siswa-siswi berjalan menuju kekelas mereka masing-masing. Didalam ruang guru Hanenda pun mendudukkan dirinya, sambil bercakap-cakap basa-basi dengan beberapa guru didalam ruangan tersebut.

Penampilan yang rapih dandy dan stylist untuk seorang guru pengajar disekolah negeri cukup menjadikan dirinya menjadi santapan pembicaraan guru-guru dan karyawan disekolahnya, belum lagi sudah banyak siswa-siswi yang sudah mengetahui tentang keadaan dirinya yang seorang pengajar baru. Dirinya pun melihat jadwal pelajaran yang akan ditangani. Matematika. Kelas 12 Ipa 1, disitu dia akan mengajar untuk pertama kali. Meski agak kuatir, tapi Hanenda cukup percaya diri bisa mengajar dengan baik. Guru-guru yang lain pun memberikan masukan sebelum bell berbunyi dan mereka pun keluar dan menuju kelapangan untuk melaksanakan kegiatan upacara bendera.

Hanenda berjalan menuju ke toilet untuk mencuci tangannya, diperjalanan Hanenda tidak sengaja melihat dari kejauhan sesosok murid yang memiliki tampilan yang bisa dibilang cukup menarik. Badannya lebih tinggi dibanding kawan-kawan seangkatannya, bahkan pundak murid itu sangat lebar untuk ukuran seorang pelajar. Meski bertubuh tegap berpundak lebar, mengapa Hanenda bisa melihat sisi feminitas ditubuh murid itu, suatu hal yang tak lazim menurutnya. Dan bukan hanya itu yang menarik perhatiannya, mata anak itu, meski berbinar tapi ada kilatan kelam dan kesedihan didalamnya. Berbentuk mata serigala yang indah yang tajam seakan menusuk masuk kesukma Hanenda. Dirinya terus terusik akan mata serigala itu. Seumur hidupnya, sudah banyak manusia ditemuinya. Tidak satu pun yang bikin dia terusik setengah mati, tapi pengecualian anak muridnya itu. Mata serigala yang indah tapi sangat kelam dan juga sedih, pikir Hanenda sambil berjalan menuju kelapangan. Dibarisan para guru, Hanenda pun menulusuri barisan murid-murid dihadapannya tapi dirinya tidak melihat murid sipemilik mata serigala indah itu.

Jam istrahat Hanenda masih duduk betah dikursi ruang guru, dia masih ingin mempelajari bahan ajaran yang akan dia gunakan sebentar. Tiba-tiba matanya bertubrukan dengan mata yang sepagi tadi dia carinya. Dan akhirnya dia bisa melihat nama di tag seragam murid tersebut. "Joel Sagala" Hanenda membisikkan nama sipemilik mata serigala nan indah. Hanenda pun tidak bisa memutuskan tatapannya, seperti ada magnet kuat yang membuat dirinya ingin terus menatap mata itu. Semakin dilihatnya semakin terasa ada riak-riak yang bahu membahu mendatangi relung hati Hanenda. Hanenda bahkan terkaget disaat sang pemilik mata itu mendelik dan segera memutuskan tatapan mereka. Ada perasaan kecewa sesaat yang Hanenda rasakan sewaktu mata serigala itu berlalu dari dirinya. 'Aneh, perasaan apa tadi itu. Yang benar saja Hanenda. Astaghfirullah sadar Hanenda. Dia anak muridmu dan yang paling jelas dia itu laki-laki Hanenda. Sadar". Batin Hanenda bergejolak, perasaan berdosa mengerubungi dirinya. Dia pun segera menggelengkan kepalanya dan mengucap istighfar. "Mungkin hanya kagum, iya kagum".

Bell pelajaran berikutnya, Hanenda segera berjalan ke kelas, namun ditengah perjalanan Hanenda melihat keributan dan segera meleraikan anak-anak murid yang sedang beradu. "Berhenti. Sedang apa kalian ini, disekolah bukannya belajar tapi malahan beradu, Bapak bilang berhenti kalian" Hanenda dengan deep tonenya berseru menghentikan murid-murid yang sedang beradu, dileraikannya mereka dan menyuruh mereka untuk segera ke ruang BK bersama dengan dirinya. Namun sebelum melangkah dia bisa melihat sesosok pengintip dibalik jendela ruang perpustakaan. Mata itu lagi, mata serigala itu lagi yang dilihatnya. Bahkan dibalik jendela pun dan hanya matanya bisa terlihat, Hanenda bisa tau orang itu Joel, Joel Sagala. Hanenda pun melangkah kedepan jendela itu "Sudah waktunya untuk ke kelas Joel", sambil melirik Hanenda berjalan melangkah dari lorong aula. Melangkah dengan perasaan aneh yang selalu datang ketika dia melihat sosok nan rupawan itu.

"Ini tidak benar, salah besar untuk merasakan perasaan ini. Dosa Hanenda sadarlah". Iya, Hanenda sadar akan perasaan yang tiba-tiba berlomba-lomba mendatanginya. Dirinya pun tidak menyangka bahkan hanya dalam sehari dia bisa terlibat dalam perasaan yang tidak boleh terjadi. Hanenda bukan orang yang suci yang tidak pernah merasakan mencintai dan dicintai. Hanenda laki-laki pujangga yang bisa jatuh cinta kepada sesiapapun lawan jenisnya. Tapi seumur hidupnya yang terasa normal lurus dan penuh tata krama, dirinya pun ketakutan karena pertama kali dia harus merasakan jatuh kepada manusia yang notabene segender dengan dirinya. Jatuh cinta pada pandangan pertama, sekiranya dia jatuh kepada lawan jenisnya, mungkin saat ini Hanenda sudah melancarkan serangan-serangan kecil untuk mendapatkan perhatian dari terkasih. Tapi kali ini, dia bertekuk lutut. Merasakan perasaan yang salah dan tidak benar. Dosa besar. Itu yang berkecamuk dibenak Hanenda. "Ini tidak boleh terjadi Nda, dunia akhirat pun kalian tidak akan bisa bersama, seluruh alam dan beserta isinya bakalan mengutuk kisah kalian apabila aku memaksakan perasaan ini, sebelum terlalu jauh jatuhku, lebih baik aku harus menjauh dan berjaga jarak". "Iya jaga jarak, jangan memikirkannya, jangan melihatnya, jangan mendambanya". Bahkan hanya dengan berpikir seperti ini saja, getaran-getaran cinta semakin meliputi sanubari Hanenda. Hanenda takut, takut akan api yang bahkan pemantiknya belum dia petik. Hanenda ini bukan dirimu yang penuh dengan logika dan rasionalitas akan cinta. Hanenda ini bukan dirimu yang selalu patuh taat akan hukum Tuhan dan manusia. Hanenda, Hanenda yang malang, merasakan cinta dan dosa disaat bersamaan.

Syama ArtjuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang