Chapter 14. Darah Tersembunyi

471 11 2
                                    

Shadow Clown presents
꧁Jasmine꧂
✦✦✦

Keraguan melanda benak Mr. Ramirez saat menangkap keanehan dalam ekspresi Jasmine. Apakah sebaiknya dia menyampaikan hal ini pada Tuan Hawthorne? Dia memang diwajibkan untuk memberi tahu segala hal penting yang berkaitan dengan Jasmine.

Di sisi lain, Jasmine menatap lengan bajunya yang dikotori oleh darah. Dia harus menyembunyikannya agar tak menarik perhatian orang lain.

"Tuan Hawthorne tampaknya sudah tiba, Nona Everhart."

Jasmine melihat ke depan, menangkap pemandangan sopir Tuan Hawthorne yang menutup pintu kabin, seolah-olah baru saja membuka pintu untuk sang tuan. Kedatangan Jasmine sepertinya disadari, menghentikan langkah Tuan Hawthorne yang hendak menuju lobi apartemen.

Mobil yang ditumpangi Jasmine meluncur ke halaman gedung, melambat sebelum berhenti tak jauh dari Tuan Hawthorne yang menunggu dengan sikap tenang di bawah naungan gedung megah.

"Tunggu, Nona Everhart," ucap Mr. Ramirez dengan sigap saat Jasmine akan turun dari mobil. "Izinkan saya membuka pintu untuk Anda," lanjutnya.

"Tak perlu, Mr. Ramirez."

Sebelum Mr. Ramirez sempat membuka pintu kabin, Jasmine sudah turun lebih dulu. Mr. Ramirez tetap turun untuk memberikan penghormatan pada Tuan Hawthorne.

Jasmine berjalan dengan langkah mantap, berhenti saat dihadang oleh pandangan tegas Tuan Hawthorne. Dia seharusnya merancang rencana pelarian setelah dibiarkan keluar dari apartemen. Namun, kejadian di kampus membuat pikirannya rumit, sehingga dia kembali pada bayangan mengerikan Tuan Hawthorne.

Tuan Hawthorne menyeringai dan mengusap kepala Jasmine. "Tanpa perlu peringatan berlebihan, kau tetap kembali kemari. Haruskah aku memberikan penghargaan untukmu karena mendengarkan perkataanku?"

Jasmine menepis tangan Tuan Hawthorne, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain seraya berkata, "Tak perlu penghargaan apa pun, aku memang tak bisa pergi ke mana-mana."

"Itu memang benar," ucap Tuan Hawthorne sambil melanjutkan langkahnya memasuki gedung.

Jasmine memandang Tuan Hawthorne dengan ekspresi kesal, sebelum akhirnya mengikuti langkah pria itu.

Dalam keheningan lift, Jasmine berdiri di belakang Tuan Hawthorne. Angka-angka di panel lift bergerak naik.

"Bagaimana harimu di kampus?" Suara tajam Tuan Hawthorne memecah keheningan.

"Berjalan seperti biasa," jawab Jasmine singkat, berusaha menciptakan batas di antara mereka.

Obrolan singkat itu menarik mereka pada keheningan yang mendalam. Saat pintu lift terbuka, Tuan Hawthorne melangkah lebih dulu. Jasmine masih mengikuti di belakang, sampai mereka bisa masuk ke penthouse.

Jasmine menuju kamar yang juga menjadi tujuan Tuan Hawthorne. Harapannya untuk memiliki sedikit privasi di penthouse ini tampaknya takkan terkabul.

Kau adalah gundik, sudah sepantasnya kita tidur di satu ruangan. Kata-kata memaksa itu sudah tergambar jelas di benak Jasmine jika dia mengungkapkan keinginannya.

Tuan Hawthorne menatap Jasmine yang berlalu menuju walk-in closet dengan pandangan penuh kecurigaan. Dahi pria itu mengerut, intuisinya menangkap kejanggalan.

"Nona Everhart," panggil Tuan Hawthorne.

Jasmine menghentikan langkahnya, langsung menoleh ke belakang. Tuan Hawthorne mendekat, sementara matanya tetap cermat mengamati setiap gerakan Jasmine.

Semakin dekat jarak mereka, Jasmine merasakan adanya ancaman. Tangan kanannya refleks bergeser ke belakang, berusaha menghindari letak perhatian Tuan Hawthorne.

JasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang