Chapter 28. Keputusan di Ambang Kegelapan

207 11 0
                                    

Shadow Clown presents
꧁Jasmine꧂
✦✦✦

Tuan Hawthorne memulainya dari wajah Jasmine. Wanita itu terlihat polos, dengan pipi yang cenderung merona saat merasa malu, sebuah pemandangan yang menyenangkan menurutnya.

Dia menyeka handuk di sekitar bibir Jasmine, sesekali ujung jarinya menyinggung bibir yang lembut itu secara tak sengaja. Sentuhan itu membangkitkan ingatan tentang waktu pertama kali mereka berciuman, singkat tapi memuaskan.

"Kau perlu melepas pakaianmu agar aku bisa membersihkan punggungmu," ucap Tuan Hawthorne.

Jasmine terlihat ragu. "Tapi ... itu ...."

Tuan Hawthorne menatap Jasmine dengan tegas. "Kau yang memintaku untuk tinggal. Apa yang bisa kita lakukan selain ini? Tubuhmu butuh dibersihkan."

Dengan hati berdebar, Jasmine mengulurkan tangan untuk menyentuh kancing bajunya. Sebelum melepaskannya, matanya menangkap pandangan tajam Tuan Hawthorne yang masih ada padanya.

Tuan Hawthorne membaca keraguan itu, lalu dia berpindah duduk ke belakang Jasmine. Sementara Jasmine, antara kekhawatiran dan keberanian, dia mulai membuka pakaian perlahan.

Melihat hanya ada baju dan celana yang tergeletak di lantai, dengan nada lantang Jasmine menjelaskan, "D-dokter menyarankan agar aku tak mengenakan pakaian dalam selama proses pemulihan untuk meningkatkan aliran darah."

Penjelasan tiba-tiba itu membuat Tuan Hawthorne mengerutkan dahi. "Aku tak bertanya."

Jasmine merasa malu, menyesali keputusannya untuk menyampaikan penjelasan yang terkesan aneh. Memangnya, hal itu penting bagi Tuan Hawthorne apakah aku mengenakan pakaian dalam atau tidak? Sekarang, aku jadi terlihat seperti seseorang yang memikirkan hal-hal intim dalam hidupku.

"Padahal itu bukan yang kumaksud," gumam Jasmine.

Tuan Hawthorne mendengar suara itu, tapi mengabaikannya.

Jasmine tersentak saat ujung jari Tuan Hawthorne menyentuh kulit punggungnya. Sensasi aneh seketika melanda tubuhnya. Dia menggigit kuku sambil memeluk selimut dengan erat, matanya terkatup rapat.

"Kau harus menahannya, meskipun itu tak nyaman," kata Tuan Hawthorne, menafsirkan kekakuan Jasmine.

Bukan berarti tak nyaman, Jasmine ingin mengatakan hal itu, tapi keberaniannya lenyap. Kenyataan bahwa dia mulai merasa nyaman di dekat Tuan Hawthorne mendorongnya untuk mengungkapkan hal tersebut. Itu adalah ekspresi kejujurannya.

Tuan Hawthorne memeras handuk, memenuhi ruangan dengan suara gemericik air. Dengan lembut, dia kembali menyeka punggung Jasmine dengan handuk basah.

Cahaya pagi yang menyinari kamar menyoroti bulu-bulu halus di punggung Jasmine, menampilkan kulitnya yang bersih seperti mutiara. Bentuk tubuhnya tampak proporsional dengan keseimbangan otot dan lemak.

Dalam hati, Tuan Hawthorne mengakui, Thomas merawat putrinya dengan sangat baik.

Setelah beberapa saat, Tuan Hawthorne mengulurkan handuk tersebut ke arah Jasmine. "Kau bisa melakukannya sendiri untuk sisi depanmu, bukan?"

Jasmine melirik handuk yang ditawarkan, kemudian mengambilnya dari tangan Tuan Hawthorne. Dengan perasaan aneh yang masih menyelimuti, dia menyeka tubuhnya di bawah selimut.

Gerakan Tuan Hawthorne yang beranjak menuju walk-in closet mengalihkan perhatian, meskipun Jasmine segera kembali fokus pada urusan membilas tubuh.

Tak berapa lama kemudian, sosok Tuan Hawthorne muncul, sambil membawa pakaian ganti untuknya. Jasmine merasa seperti seorang anak kecil yang diperhatikan dengan penuh kasih sayang.

JasmineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang