•••
Lampu operasi telah mati, menandakan segala tindakan yang di lakukan di dalamnya berhenti juga.
Haidar berdiri ketika mendengar pintu terbuka."Operasi berjalan dengan lancar. Sebentar lagi istri anda bisa melihat lagi."
Mendengar kabar itu semua orang yang sejak tadi diam bersama-sama mengucapkan kalimat hamdalah.
"Alhamdulillah." Ujar mereka secara bersamaan.
Haidar menunggu shafiya terbangun dari tidurnya
Ia mengusap pelan ubun-ubun Shafiya lalu meniupnya. Setelah dirinya selesai membacakan beberapa doa."Cepat sembuh Habibah, banyak yang menunggu mu di rumah kita. Semua santri bahkan sudah tak sabar dengan kembalinya kamu." Bisik Haidar pelan.
Hari-hari berganti dengan cepat, hari ini adalah hari terakhir Shafiya berada di rumah sakit.
"Kita buka ya perbannya." Ucap sang dokter.
Shafiya mencoba untuk tenang, percayalah dirinya masih tidak percaya. Bahwa ada orang baik yang mendonorkan matanya untuk dirinya.
"Sekarang coba MBK, buka mata MBK."
Shafiya menurut, pandangannya kembali. Shafiya tidak kuasa menahan tangisannya. Shafiya mulai turun dari ranjang, dirinya menuju cermin yang disediakan di ruangannya.
"Dokter ini saya beneran kan bisa lihat lagi?" Tanya Shafiya tidak percaya.
"Anda sudah melihat, dan itu bukan mimpi."
"Baiklah kalau begitu saya pamit, masih ada pasien lain yang harus saya tangani."
Shafiya hanya mengangguk singkat. Ia kemudian mendekati ranjangnya. Tangan lentiknya mulai memainkan benda pipih yang sudah lama tidak dirinya mainkan. Ia kemudian mendial nomer yang menjadi favoritnya.
Dering pertama tidak ada jawaban
Hingga dering ketiga suara itu mengapa pendengaran nya."Halo, ya dokter."
"Ini saya Gus, Shafiya."
Tidak banyak perbincangan mereka, karena Haidar menutup telponnya secara sepihak. Shafiya tidak bisa menghentikan senyumannya. Ia kemudian menjatuhkan badannya ke ranjang rumah sakit.
Lalu mulai memejamkan matanya. Dalam diamnya, dia mulai memikirkan Haidar.Bagaimana respon Haidar
Bagaimana ekspresinyaSemuanya akan tampak memegang kan.
Sementara Haidar yang kini ada di tengah-tengah acara memutuskan untuk meninggalkan acara tersebut. Memang meskipun istrinya ada di rumah sakit, Haidar tidak pernah lupa akan tanggung jawabnya sebagai da'i muda di pesantrennya. Ia tetap melakukan safar untuk dakwahnya. Makanya ia menitipkan telpon milik Shafiya kepada pihak rumah sakit, juga ia sesekali memerintahkan para santri putri untuk sekedar menjaga istrinya itu.
Kadang kala umi dan abinya dirinya suruh untuk menemani shafiya, namun memang beberapa hari terakhir ini di pesantren Al-Huda mengadakan ujian, sehingga mereka tidak bisa menemani shafiya.
Tidak disangka-sangka hari ini ia mendapat panggilan dari Shafiya. Tentu saja hatinya bahagia.
Dengan kecepatan sedang, Haidar mengendarai mobilnya..bahkan dirinya tidak berganti baju. Langsung menuju ke rumah sakit tempat istrinya berada itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Munajat Cinta
Spiritual"apaan si pa, Shafiya kan udah bilang kalau Shafiya gak mau mondok." Shafia terus berteriak ke arah Arman papanya "tapi ini demi kebaikanmu nak, papa gak mau kamu terjerumus terlalu jauh lagi. kamu mabuk-mabukan, balapan sana-sini, bahkan kamu serin...