Di Balik Ekspresi Itu

521 17 0
                                    

*Pov Cynthia

17.50. Aku masih berada di halte dan duduk bersama para pekerja yang sepertinya sama-sama menunggu angkutan untuk pulang. Aku masih mengenakan jaket kanvas milik Penyair Urakan yang beberapa menit lalu dipinjamkannya kepadaku di Toko Swalayan Biru tadi. Mungkin aku benar-benar harus berterimakasih kepadanya. Aku tak bisa membayangkan ditatap oleh banyak orang hingga sampai ke rumah nanti, untung saja Si penyair urakan itu tadi meminjamkan jaketnya. Yaa walaupun ia sedikit menjengkelkan, tapi kurasa ia lelaki yang baik.

Omong-omong soal tatapan, bukannya sedari awal, si penyair urakan itu ya yang menatapku dilapangan kampus. Apa dia juga melakukannya karena tahu kondisi kemejaku?? Ahh sialan, dasar semua lelaki memanglah mesum.

Lamunanku terbuyarkan oleh salah satu bis kota yang datang ke halteku, kulihat cukup ramai, namun aku tak sanggup jika harus menunggu angkutan lain yang sepi. Akupun naik ke bis itu, dan segera pulang.

Didalam bis, banyak orang kembali menatapku. Duhh ini kenapa lagi sih, jika aku bisa mengutuk semua orang yang menatapku, akan ku kutuk mereka semua. Aku pun melanjutkan langkahku dan duduk di bangku yang kebetulan kosong. Aku lalu duduk meringkuk sambil berharap bis segera sampai di halte dekat rumahku.

18. 20
Aku sampai di halte dekat rumahku. Aku langsung membayar tarif tanpa menunggu kembaliannya. Aku pun turun dan berlari menuju ke rumahku. Duhh aku jadi ingin nangis rasanya..huhuhu...

Akupun sampai di depan gerbangku, aku masuk ke halaman rumahku dengan kesal dan menahan tangis.

Akupun sampai di depan gerbangku, aku masuk ke halaman rumahku dengan kesal dan menahan tangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lohh. Anak papa sudah pulang, kenapa mukanya ditekuk nakk." Ucap papaku di teras yang membuat langkahku terhenti.

Akupun langsung menoleh ke ayah dan mencoba untuk bersikap biasa

"Gapapa kok yah, Ciput cuma capek aja. Papa kok tumben udah dirumah? " Balasku bertanya

"Yaudah dehh. Anak papa ini selalu menghindar sekarang kalo ditanyain tentang kesehariannya" Ucap papaku dan ia berdiri untuk menyambutku dengan usapan lembut di rambutku.

"Apaaan sih pah, papah ini looo. Kan ciput udah dewasa pahh, kenapa masih diginiin sih" Ucapku malu.

"Hahaha. Yaudah-yaudah. Kamu masuk dulu aja put, terus mandi dan bersih-bersih. Nanti kita makan bareng di ruang tengah" Ucap papajku yang kini juga menatap kearah jaket yang kukenakan.

"Kenapa pah?? "

"Ahh. Nggak, itu jaket punya ciput? Siapa yang beliin? "

"Ohhh nggak pah. Ini tadi dipinjemin sama temen soalnya baju ciput tadi kena minumannya dia" Ucapku berbohong.

"Masaa sih....??? Temen cowo yaaa??? " Tanya papaku yang membuatku cukup jengkel

"Tuhkan. Beneran, punya nya cowo yaa. Tuh-tuh mukanya ciput jadi merah mirip sama tomat hehe" Lanjut  papaku yang semakin membuatku jengkell

Motif dan Seni dari CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang