Suatu siang yang indah di Kota Liwet, tepatnya di sebuah Stasiun Kereta yang terkenal karena sebuah lagu keroncong dengan tema perpisahan.
Dan disanalah Gracia, ia sedang menunggu kereta untuk kembali ke Ibukota. Sudah tiga bulan lamanya ia tak kesana, bagaimana jika setibanya di sana, ternyata Ibukota sudah bukan menjadi Ibukota negaranya. Tapi mungkin kekhawatiran itu tidak ada dibenaknya, satu-satunya yang ia khawatirkan adalah keadaan teman-teman kosnya, terutama Simo sang perampok hatinya.
"Ini ndukk. Buat dimakan di kosan nanti" Ucap ParanaRasa yang membuat lamunan Gracia pecah.
Ia memberikan sebuah kendi dengan tulisan "Gudeg" di atasnya.
"Waduhh. Makasih pakde, kok repot-repot"
"Hehehe, ndapapa. Oiya sama ini, buat kamu. Jangan dibuka sebelum sampe Ibukota ya, ndukk" Ucap Roso sembari memberikan sebuah gumpalan kain berwarna putih.
"Ini gak aneh-aneh kan pakde?? " Tanya Gracia curiga.
Roso pun hanya mengangkat kedua bahunya,
"Itu titipan dari Mas Niran. Aku juga gatau apa isinya"
Senyum tipis pun terukir di bibir Gracia.
"Trus, Mas Waisra nya kemana, dhe?? " Tanya Gracia cukup antusias sembari menoleh ke kanan dan kiri.
Roso pun hanya menggeleng pelan,
"Dia gak disini, ndukk"
"Ohhh" Ucap gracia pelan.
Terlihat raut wajah kecewa dari dirinya.
Bagaimana tidak, dalam 90 harinya di kota Liwet, dan sudah 90 kali juga Gracia ke pasar, ia hanya satu kali bertemu dengan Pertapa itu. Sosok yang membuat gadis berumur duapuluhan itu sedikit tertarik.
"Uwes to, nduk. Jangan terlalu dipikir. Mas Niran memang gitu orangnya" Ucap Roso mencoba menenangkan Gracia.
"Iya pakde" Jawab Gracia enggan.
"Lheala kamu itu nduk, manggil Mas Niran pake sebutan 'Mas'. Lha manggil aku pake sebutan 'Pakde' " Ucap Roso sambil mengelus pelan keningnya sendiri.
"Yaa kan emang pakde udah tua. Shani aja juga manggil pakde kan?? "
"Hahaha, yawes nduk. Tuh keretamu sudah dateng. Salam buat temen-temen disana yaaa"
"Nggih, pakde. "
*POV Simo.
Siang ini aku sedang menikmati rokokku di kamar. Sendirian?? Tentu tidak, Runi sedang ada disini bersama dengan Cynthia. Aku juga tidak tahu kenapa mereka berdua terlihat begitu akrab, ya walaupun Runi terlihat masih segan dengan Cynthia.
"Yangg, hapemu bunyi tuhh" Ucap Cynthia yang memang sedang berada di meja belajarku.
"Yawis to put. Biarin aja"
"Tapi ini udah 20 kali"
Aku pun dengan enggan bangkit dan menuju ke meja ku.
"Niki den, handphone nya" Ucap Runi yang ternyata sudah mengambilkan handphone milikku.
"Hehe. Makasih ya run" Ucapku
Runi pun hanya mengangguk sembari tersenyum.
"Dihh, aku kan udah bilang, gausah kamu manja-manjain dia, Runnn" Omel Cynthia.
"Ndapapa to, mbak. Den Simo lagi capek mungkin"
Cynthia pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Saat hendak kujawab, panggilan tersebut pun berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Motif dan Seni dari Cinta
RomanceMerupakan kisah pemuda pemudi bernafaskan romantis dewasa dengan canda tawa, sedikit duka. Mengambil beberapa nama karakter dari member JKT48 tanpa memberikan label "Idol" dalam diri mereka. Sehingga memungkinkan untuk dinikmati baik oleh para Fans...