Typo? Tandai!
Happy Reading!
*****Semua nya kembali seperti semula sebelum kepanikan melanda, Gibson sudah di tangani oleh dokter yang dimana anak itu sempat mengalami henti jantung selama tiga menit karena kondisi nya yang semakin menurun.
Namun untung nya, kondisi anak ketiga sekaligus terakhir dari Xavier dan Claudia itu kembali membaik setelah mengalami henti jantung. Dan untuk Alen, ia sudah berhasil melewati masa kritis nya dan sudah di pindahkan ke ruang rawat inap yang sama dengan Gibson.
Hanya saja, walaupun sudah melawati masa kritis nya Alen belum menunjukkan tanda-tanda untuk sadar. Ini hari ketiga semenjak kepanikan itu, suasana di mansion yang sudah seminggu lebih ini tidak mereka tinggali.
Selama ini mereka terus di rumah sakit dan akan pulang jika membutuhkan sesuatu atau hanya sekedar istirahat selama beberapa jam. Hari semakin siang namun cuaca di luar terlihat tidak mendukung karena sudah mulai memperlihatkan awan hitam.
Di ruang rawat inap itu hanya ada Claudia yang sedang memejamkan kedua matanya, Rafli yang sedang fokus dengan laptop nya dan Gevin yang terus memperhatikan sekitar.
Fyi, Gevin memang berada di sana semenjak beberapa menit yang lalu. Remaja itu sering mengunjungi Gibson selama tiga hari berturut-turut dan kebetulan hari ini libur, ia tidak pergi sekolah serta merasa bosan di rumah dan memilih untuk pergi mengunjungi teman nya.
Dan untuk Xavier, pria paruh baya itu sedang ada urusan di luar sejak tiga jam yang lalu. Kerutan di dahi Rafli tercetak jelas, pria dewasa itu mendongakkan kepala nya karena merasa terus di lihat oleh seseorang.
Dia memicingkan kedua mata nya, entah mengapa Rafli menaruh rasa curiga pada teman adik nya itu. "Kenapa? Kenapa kamu terus melihat saya? Apa ada yang aneh?" Tanya Rafli.
"Hm?" Dehem Gevin yang tiba-tiba saja ngebug, setelah nya ia menggelengkan kepala nya. "Gak ada kok, bang." Imbuh Gevin menjawab.
Pria dewasa itu mengedikkan bahu nya acuh, ia memilih untuk kembali mengerjakan pekerjaan yang belum selesai, padahal sekarang hari libur namun Rafli memilih untuk bekerja mengisi waktunya yang luang.
Belum ada lima menit Rafli kembali mengerjakan pekerjaan nya, ia mendadak menyimpan laptop nya di atas meja lalu meminum air mineral yang berada di sana. Rafli berdiri dari duduk nya, ia melangkahkan kaki nya ke dalam kamar mandi yang di sediakan di ruang rawat inap.
Sebelum benar-benar masuk ke dalam, Rafli menolehkan kepala nya kearah Gevin yang duduk di bangku yang berada di dekat brankar Gibson. Setelah nya Rafli masuk ke dalam kamar mandi, remaja laki-laki seketika mending akan kepala nya.
Gevin berdiri, ia mengambil sesuatu di balik hoodie yang di kenakan nya yaitu sebuah suntikan yang berisikan obat tidur dosis tinggi. Ia melangkahkan kaki nya menuju sofa yang hanya terdapat Claudia yang sedang tertidur lelap, di lihat dari raut wajah nya sepertinya wanita itu terlihat lelah.
Dengan santai Gevin menusuk jarum kecil yang terdapat pada ujung suntikan ke leher ibu tiga anak itu. Sang empu meringis kecil dalam tidur nya, setelah nya kembali seperti semula, sudut bibir Gevin tertarik ke atas membentuk senyum miring.
Itu hanya berlangsung selama beberapa detik, wajah remaja laki-laki itu tiba-tiba saja menyendu
Dia terlihat bukan Gevin yang seperti biasa, Gevin terlihat seperti orang lain yang sedang menjalankan tugasnya untuk melakukan sesuatu yang di perintahkan atasan nya dengan terpaksa.
"Tente maaf." Gumam Gevin, kemudian ia membalikkan badan nya kembali berjalan menuju ranjang pesakitan Gibson. Gevin menara sendu pada Gibson. "Sorry, Gib. Gue harus lakuin ini." Lirih remaja itu lagi.
Gevin kembali mengeluarkan suntikan yang berbeda, ia menyuntikkan itu pada cairan infus yang di alirkan melalui selang pada tubuh Alen. Brankar mereka berdua memang bersebelahan dan hanya terhalang oleh nakas saja.
Cairan yang berada di dalam suntikan itu adalah cairan yang berbeda, cairan itu dapat merusak organ-organ dalam secara perlahan karena dosis yang di berikan nya hanya sedikit. Gevin melakukan hal yang sama pada Gibson, hanya saja dosis ini lebih tinggi dari dosis yang diberikan pada Alen.
Entah apa yang ada pikiran Gevin saat ini dan motif apa yang Gevin rasakan sampai berani melakukan hal semacam ini pada teman nya sendiri, bahkan pada keluarga nya.
Sudah beberapa menit pintu kamar mandi tidak terbuka, itu artinya Rafli belum keluar dari ruangan itu. Gevin tersenyum tipis.
******
Satu jam telah berlalu, kedua kelopak mata yang selama ini tertutup akhir nya terbuka secara perlahan. Sorotan cahaya lampu memasuki indra penglihatan nya yang masih terlihat blur.
Gibson mengerjapkan kedua mata nya, alis remaja itu manaut saat merasakan tidak nyaman pada wajah nya dan juga tangan kiri nya yang terasa kebas. Gibson merasa badan nya pegal namun ia tidak memiliki tenaga hanya untuk bergerak sedikit saja.
Kepala nya terasa begitu pening, ia menolehkan kepala nya ke sekitar saat menyadari dirinya berada di ruangan serba putih seperti ini. Ketika menolehkan kepala nya ke samping.
Kedua manik nya menyipit saat melihat orang yang sangat di kenali nya sedang memejamkan kedua mata dengan pakaian rumah sakit juga nassal canula yang terpasang di hidung nya.
Gibson mengerutkan kedua alis nya saat mendapati Alen dalam kondisi tidak baik walaupun jika di lihat-lihat lagi tidak ada luka satu pun. "lelen." Lirih Gibson memanggil dengan suara pelan, ia memanggil sang kembaran dengan panggilan lamanya.
"Lelen kenapa?" Tanya Gibson lagi namun tidak ada jawaban dari siapapun. Apa di ruangan ini tidak ada satu orang pun selain mereka? Pikir Gibson.
Gibson mengalihkan pandangan nya dari Alen, pikiran menerawang mencoba menggali ingatan bagaiamana dia bisa ada disini bersama kembaran nya?
"Ssh." Ringis Gibson saat merasakan kepala nya yang terasa semakin pening karena ia mencoba mengingat sesuatu.
Kalau tidak salah, malam itu Gibson pergi ke sirkuit untuk balapan dan lawan nya adalah kembaran nya sendiri. Dan ia terjatuh dari motor karena laju kecepatan motor yang di pakai nya tidak bisa di rem, setelah nya Gibson tidak mengingat apapun.
Dan untuk kembaran nya, Gibson tidak tahu bagaimana bisa Alen ada disini juga. Kedua manik itu menatap satu objek yang berada di depan, tepat nya di atas sofa yang dimana Claudia sedang tertidur lelap.
"Buna." Panggil Gibson dengan suara pelan, berharap Buna nya itu dapat mendengar suara nya.
Namun nihil, Claudia tidak terbangun sama sekali. "Buna." Panggil Gibson lagi dengan suara yang coba ia keraskan walaupun tetap saja tidak bisa karena badan nya sedang tidak bertenaga.
Di luar juga sedang turun hujan tetapi tidak besar, hanya gerimis saja. Remaja laki-laki itu memejamkan kedua mata nya, Gibson mengangkat tangannya secara perlahan kemudian menjambak rambut sendiri.
Ia berharap dengan melakukan ini dapat menghilangkan pening yang mendera dan yang terasa semakin sakit. "Sshh hiks Buna bangun, kepala Gege sakit." Suara isak tangis mulai terdengar dengan lirih.
Gibson terus menarik rambut sendiri mencoba menghilangkan rasa pening itu, tidak peduli dengan kulit kepala nya yang ikut terasa sakit juga yang penting rasa pening hilang atau tidak berkurang bukan malah makin menambah.
Ceklek.
*****
TbcLagi happy w mau double hehe tapi nnti malam w up nya, masih proses penulisan soalnya.
20 April 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
About The Twins G [ Terbit ]
Teen Fiction⚠️WARNING⚠️ ⚠️LAPAK BROTHERSHIP/FAMILY/FRIENDSHIP⚠️ ⚠️BUKAN LAPAK BXB/BL/SEMACAMNYA⚠️ [Ending] Gak bisa buat deskripsi. _______________________________ Hanya menceritakan kisah tentang si kembar dengan nama yang berawal dari huruf G. _______________...