santet; 3 ➖ the third sign

156 42 0
                                    

"Lo kok ngajakin main mulu. Nggak betah di rumah apa gimana?" tanya Yeji pada Giselle ketika lagi-lagi, temannya satu itu mengajak ia pergi hangout ke salah satu bar dekat kantor mereka.

"Ya gitu deh."

"Hah? Serius? Gue cuma bercanda padahal."

Giselle tak memberikan tanggapan.

"Kenapa emang? Tumben."

"Nggak tahu, cuma tuh bawaannya gelisah. Deg-degan, ngerasa nggak aman. Terus..."

"Terus?"

"Gue tahu lo nggak bakal percaya tapi gue beneran lihat barang yang gue taruh pindah tempat sendiri."

Yeji menaikkan satu alisnya.

"Kayak... lo tahu, 'kan, kalau gue tuh bukan tipe orang yang berantakan. Nggak yang rapi banget emang, tapi lumayan lah. Semua barang ada di tempatnya masing-masing dan gue selalu inget tempat dimana gue nyimpen barang."

"Oke, terus?"

"Ya gitu, Ji. Pindah sendiri. Kunci motor tiba-tiba ada di kamar mandi. Gelas air minum yang gue ambil dan taruh di meja makan tiba-tiba pindah ke lantai deket kaki gue. Terus, sepatu yang gue taruh di rak tiba-tiba ngampar gitu aja di teras. Banyak deh."

"Lo lupa kali."

"'Kan, itu makanya gue males cerita. Orang pasti ngiranya begitu."

"Sorry, sorry, nggak maksud."

"Nggak apa-apa. Wajar kok. Soalnya, 'kan, yang ngalamin gue sendiri."

"Keluarga lo tahu lo ngalamin hal itu?"

"Enggak. Gue nggak bilang apa-apa. Lagi agak ribet juga soalnya di rumah. Jadi, gue simpen sendiri aja. Cuma jatuhnya ya gini, gue nggak jadi betah di rumah. Maunya keluar terus. Mana...."

"Mana apa?"

"Lo tahu obat pembasmi cicak?"

"Hah?"

Jujur, Yeji agak bingung. Bingung karena tiba-tiba Giselle membelokkan topik pembicaraan ke arah lain.

Maksudnya... kenapa tiba-tiba membicarakan perihal obat pembasmi cicak?

"Di rumah gue banyak banget cicak. Tapi malem doang. Gara-gara akhir-akhir ini sering main, gue jadi pulang malem terus, 'kan?"

Yeji menganggukkan kepala.

"Pas pulang tuh, gue lihat tembok rumah gue dipenuhin cicak. Bukan bagian atas doang, tapi bagian tengah juga. Geli banget."

"Apa ya... lem nggak sih? Kayaknya kalau obat susah. Mau dikasih lewat apa coba? Makanan? Kayaknya lem paling ampuh."

"Oh, oke noted," jawab Giselle. "Kalau kelabang, Ji?"

"Hah???"

"Iya, obat pembasmi kelabang apa? Gue semprot pake vape nggak mempan."

"Getok nggak sih? Mereka cepet kaburnya, kalau nggak digetok sampe mati takutnya makin gede. Terus gigit lo. Sakit tahu digigit kelabang."

"Ya kan!"

"Lo digigit kelabang juga?"

"Enggak sampe digigit, cuma kemaren pas gue ganti seprai, di bawah kasur gue tuh masa banyak bangke kelabang."

"Demi, Sel?" tanya Yeji yang kini jadi membayangkan bagaimana jadinya kalau kelabang itu sampai menggigit sekujur tubuh sahabatnya satu itu. "Emang kasur lo nempel lantai?"

"Nggak. Ada ranjang. Makanya gue juga heran. Mereka, 'kan, seringnya keluar dari sela-sela lantai ya? Lah ini kok malah di bawah kasur gue."

"Ih, rumah ko kayak kebun binatang aja. Udah mah ada kucing, terus kata lo lagi banyak cicak, eh sekarang kelabang. Besok apa?"

Giselle mengangkat kedua bahunya.

"Makanya, gue makin nggak betah ada di rumah."

creepy 3.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang