the apartment; 3 ➖ seeing by hearing

508 129 2
                                    

"Bayangin, nyet, lo telat bangun terus harus turun dari lantai setinggi ini? Belum lagi kalau ada kelas depan Telkom, terus macet di jalan!" ucap Jihoon pada Yeonjun, temannya yang kini tengah ia dan Serim temani pindahan.

Choi Yeonjun, yang baru saja memasuki semester 3, memutuskan untuk pindah dari tempat tinggal lamanya ke unit apartemen yang berada di pusat kota. Di mana jaraknya hanya sekitar lima menit dari gedung kampus utama jurusannya.

Semua barang berat sudah dipindahkan dan ditata oleh agen jasa pindahan beberapa hari yang lalu.

Kini Yeonjun hanya tinggal membawa barang-barang kecil, ditemani oleh Park Jihoon dan juga Park Serim, teman satu jurusan yang juga satu organisasi kampus.

"Jangan gitu, dong, Ji. Lo mah nyumpahinnya gitu," ucap Yeonjun setelah berdecak kesal.

"Ya lagian, kenapa nyewa unitnya tinggi banget dah? Kenapa nggak yang di lantai dua atau tiga aja. Bukannya lantai 20 kayak gini."

"Ya kosong tinggal ini doang, elah, Ji! Sisanya penuh."

"Bayangin lo kalau liftnya lagi perbaikan dan lo harus turun lewat tangga. Apa nggak copot itu kaki?"

"Sembarangan aja lo kalau ngomong!" ucap Yeonjun sembari mencubit mulut Jihoon. Membuat si empunya memukul-mukul tangan Yeonjun supaya lepas dari mulutnya.



Merasa heran karena tak ada suara dari Serim sedari tadi, Yeonjun sengaja menoleh ke belakang.

Dilihatnya Serim yang tengah berdiri di depan pintu sebuah unit yang Yeonjun tak tahu siapa.

"Woi, Rim. Ngapain lo di situ?" tanya Yeonjun kemudian.

Serim, yang posisinya berjarak 10 meter darinya, menoleh ke arah Yeonjun. Kemudian kembali menoleh ke arah pintu di hadapannya.

Yeonjun dan Jihoon lantas berpandangan.

Merasa bingung dengan sikap Serim, keduanya memilih untuk menghampiri Serim yang tak kunjung beranjak dari posisinya.



"Ngapain lo di sini?" tanya Yeonjun sembari meletakkan tangan kanannya di bahu kiri Serim.

Jihoon tak ikut bertanya karena pertanyaannya sudah diucapkan oleh Yeonjun. Ia hanya ikut memandang Serim, menuntut jawaban.

"Lo berdua nggak denger?" tanya Serim balik sembari melihat ke arah Jihoon dan Yeonjun secara bergantian.

"Denger apa?" tanya Jihoon kali ini.

Serim mengangkat tangan kanannya. Kemudian menunjuk ke arah pintu yang tertutup tersebut.

"Ada yang minta tolong dari dalem."

"Hah?" Mata Jihoon terbeliak. Kedua alisnya terangkat.

"Heh? Masa?" respon Yeonjun yang kemudian berjalan mendekat ke arah pintu. Lalu menempelkan telinga kirinya di sana. "Nggak ada, ah!"

Jihoon turut melakukan hal yang sama di samping Yeonjun. "Iya, nggak ada suara apa-apa."

"Ada!" seru Serim dengan nada agak tinggi.

Yeonjun dan Jihoon kembali saling memandang, sebelum akhirnya menoleh ke arah Serim lagi.

"Bukan orang ya yang lo denger?" tanya Jihoon memberanikan diri bertanya.

"Orang," jawab Serim. "Tapi udah mati."

Jihoon menelan salivanya. Sementara mata Yeonjun terbuka lebar.

"M-maksud lo unit ini a-ada arwah penasarannya?" tanya Yeonjun agak takut.

Serim terlihat sedikit berpikir. Keningnya mengerut hingga kedua alisnya hampir bertaut.

"Nggak cuma arwahnya. Ada jasadnya juga. Di dalem."

"Rim???? Yang bener aje??!"

Agaknya Yeonjun menyesal karena sudah bertanya.

creepy 3.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang