Chapter 9: Godaan Pagi

4.6K 197 13
                                    

Pagi buta sekali bahkan orang tua Sergio mungkin belum terbangun dari tidur nyenyaknya dari semalam. Namun, lihatlah sekarang Sergio sedang mengendap-endap turun dari tangga rumahnya seperti orang yang sedang maling. Hingga pergerakaannya terpaksa berhenti kala mendapati Minny di ujung tangga bersama dengan baby sisternya melihat apa yang ia lakukan sekarang.

"Mengapa ayah mengendap-endap seperti itu?" tanya Minny dengan wajah polosnya yang bahkan sambil berkedip beberapa kali. Baby sisternya tersenyum canggung.

Segera Sergio menormalkan ekpresi mukanya dan berjalan santai menuju Minny disana. "Sweety, kenapa kamu sudah bangun? Ini masih jam 6 pagi loh," ucap Sergio usai berada tepat dihadapan Minny.

"Aku haus ayah, tadi ikut sus ke dapur buatin susu. Ayah mau ke mana? Boleh Minny ikut dengan ayah?" berderet pertanyaan dilantunkan secara bersamaan oleh Minny pada Sergio membuatnya bingung harus menjawab bagaimana. Mana mungkin dia bicara jujur kalau dia ingin kabur di pagi buta seperti ini.

"Ayah ada kerjaan mendadak, Sweety. Kamu di rumah saja ya main sama grandpa dan grandma." Sambil mengelus rambut lembut Minny dia menolak keinginan Minny yang ingin ikut dengannya.

"Tidak apa-apa, nanti Minny akan menjadi anak yang manis tidak rewel saat ayah bekerja. Minny ingin ikut dengan ayah ya, Minny bosan main sama grandpa dan grandma. Mereka ga bisa di ajak main lari-larian," ucap Minny sambil cemberut dan bahkan memegang kaki Sergio karena sangat ingin ikut dengannya.

Mendadak kepala Sergio pusing kalau begini. "Baiklah kamu boleh ikut, tapi janji ga boleh nakal ya nanti?" tanya Sergio sambil mengacungkan janji kelingkingnya mengajak pinky promise sama Minny.

Seketika wajah ceria Minny terbit di wajahnya dan dengan senyum yang begitu lebar dia menautkan jari kelingking mungilnya ke kelingking Sergio. Terlihat dengan begitu jelas diantara jari mereka. Sergio dengan mudah mengangkat tubuh kecil Minny ke gendongannya dan mengajaknya berjalan keluar rumah. Tak lupa mengingatkan baby sisternya untuk mengirimkan perlengkapan Minny dari baju ganti serta susunya ke kantor karena dia dan Minny akan berangkat terlebih dahulu.

Berhubung masih pagi buta, mobilnya belum terparkir di depan rumah. Alhasil dia harus berjalan ke samping menuju garasi di mana mobilnya terparkir. Kali ini dia memilih tak membawa sopir. Dia mengendarainya sendiri dengan Minny yang duduk manis di kursi penumpang.

Sepanjang perjalanan Minny terlihat begitu senang karena dapat menghabiskan waktu bersama Sergio di pagi hari karena biasanya dia memang jarang bertemu dengan Sergio. Mengingat betapa sibuknya Sergio itu. Menikmati perjalanan pagi dengan udara yang masih sejuk tanpa polusi yang berterbangan dari asap kendaraan yang belum berlalu lalang membuat Sergio begitu santai dalam berkendara. Rasanya sudah sangat lama dia tak berkendara sendiri.

Merasakan suasana seperti ini membuat Sergio mungkin akan berkendara kembali sesekali lain waktu nanti kalau ada waktu senggang. Senyuman tipis terbit di bibirnya kala melihat Minny yang melihat keluar jendela begitu senang.

"Minny senang banget ya," ucap Sergio sambil mengusap surai lembut putri kecil itu.

Sontak Minny menoleh ke samping dan tersenyum semakin lebar kearah Sergio sambil berkata, "Iya, Ayah. Jalannya masih sepi ya, jadi nggak berisik seperti biasanya."

"Ini saja baru jam 6, Sweety. Tentu saja masih sepi, tapi meskipun kamu ikut ayah, nanti harus tetap ke sekolah. Tidak boleh bolos ya."

Wajah Minny langsung terlihat murung. "Ayah, boleh nggak sekali aja Minny nggak ke sekolah," pinta Minny dengan penuh harap.

Sergio menggelengkan kepalanya menolak permintaan Minny. "Tentu tidak, Sweety. Kamu harus pergi ke sekolah untuk belajar. Nanti pulang sekolah kamu boleh ke kantor lagi dan main di sana."

Mendengar pernyataan itu membuat wajah murung Minny kembali ceria, dia piker setelah sekolah dirinya tak boleh lagi ke sana. Makanya tadi dia tak ingin berangkat sekolah.

"Baik, Ayah."

Sesampainya di kantor Sergio langsung melepas jasnya dan dasi yang terasa terikat, dia duduk di kursi kebesarannya sambil merentangkan otot-ototnya yang terasa begitu kaku akibat kemarin dia tak melampiaskan hasratnya yang timbul kala berciuman dengan Crist. Rasanya sangat tidak enak menahannya, semalam juga tak bisa ia keluarkan karena memikirkan ucapan mamanya. Ah, dia ingin melepaskannya namun tak bisa karena ada Minny yang ikut dengannya.

Karena lamanya berkendara membuat Minny tertidur, hingga membuat Sergio menggendongnya dan sekarang putri kecil itu sedang tidur dengan pulas di sofa yang ada di ruangannya. Kala melihat jam tangan yang melingkar di pergelangannya, jam baru menunjukkan pukul setengah 8 pagi, masih ada setengah jam lagi untuk jam kerja kantor.

Baru akan memejamkan matanya, Sergio harus membuka matanya kembali ketika mendengar handle pintunya ada yang membuka dari luar. Dan terlihat wajah terkejut Crist kala pintu itu terbuka lebar.

Bagaimana tidak terkejut Crist, ini masih terlalu pagi untuk melihat penampilan hot dari bosnya. Sergio duduk di kursi kebesarannya dengan kaki yang ditumpukkan pada kaki satunya. Apalagi jas yang sudah terlepas dari badan Sergio membuat Crist bisa melihat betapa lebar pundak bosnya itu, dengan kancing yang terbuka tiga disana. Rasanya Crist mempertanyakan apa fungsi kancing di baju itu kalau tidak di pakai sebagai mestinya. Apalagi tangannya yang menyilang dengan baju lengannya dilipat membuat kadang ketampanan bosnya ini meningkat.

'Akan lebih baik, kemejanya juga tak di pakai sekalian,' batin Crist yang masih terkejut dengan penampakan pagi yang baru saja ia lihat sekarang ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Akan lebih baik, kemejanya juga tak di pakai sekalian,' batin Crist yang masih terkejut dengan penampakan pagi yang baru saja ia lihat sekarang ini.

Sergio yang diliat sampai sebegitunya membuatnya tersenyum tipis, namun beberapa detik kemudian menormalkan raut wajahnya dan menegur Crist. "Apa yang kau lakukan, Crist?" tanya Sergio.

Mendapat pertanyaan itu membuat Crist langsung bangkit dari lamunannya. Dia sontak tersenyum canggung dan berjalan masuk ke dalam ruangan bosnya. "Ini saya ingin meletakkan laporan untuk Anda tanda tangani Mr."

Crist menyerahkan laporan yang ia bawa dan begitu Sergio menerima laporannya dengan sedikit mencondongkan badannya ke meja. Ya ampun, rasanya Crist langsung membatu karena dapat melihat roti balok coklat yang tersusun rapi di sana.

Namun, dia segera mengenyahkan segala pikirannya. Rasanya tak etis memikirkan hal yang enggak-enggak tentang bosnya yang sama-sama laki-laki sepertinya. Tidak mungkin dirinya langsung suka hanya karena ciuman tak sengaja mereka kemarin malam. Dalam benaknya terus menekankan kalau dirinya hanya takjub saja melihat proporsi badan bosnya yang bagus, dan terus melantunkan kalau dia masih suka perempuan dengan buah dada yang menonjol yang bisa ia mainkan.

"Tak pantas kau memikirkan hal jorok saat berhadapan dengan atasanmu di sini, Crist!" tegur Sergio kala melihat tatapan Crist yang sedari tadi tertuju pada dadanya.

Mata Crist membola mendengar penuturan itu. "Ah, tidak bukan begitu Mr." rasanya Crist ingin kabur dari sini sekarang juga.

"Atau kau sedang membayangkan bisa menyentuh tubuhku ya?" tanya Sergio dengan wajah datarnya namun semakin terlihat begitu hot di mata Crist.

Skak mat, mendengar ucapan nakal bosnya yang begitu frontal itu. Mungkin Crist akan di pecat sebentar lagi, baru saja bekerja dia harus siap kehilangannya. Berulang kali dia mengutuk dirinya sendiri akibat mata jelalatannya ini.

.
.
.
.
.
.

Kira-kira Crist bakal di pecat nggak nih?

See you next chapter
23 Mei 2024

The Seductive Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang