Chapter 17: I Want It, I Got It

3.4K 178 11
                                    

Dan disinilah sekarang Crist berada di lobby kantor Jinx SR. Lampu kebanyakan sudah dimatikan karena memang ini sudah sangat larut sekali, tadi dia menerima pesan dari security kalau dirinya sudah ditunggu oleh Mr. Sergio diatas.

Awalnya ia kira ditunggu diruangannya seperti biasa, namun ternyata salah. Security itu mengarahkan ke lift khusus yang ternyata berbeda dengan biasanya ia pakai. Terdapat satu tombol yang berbeda dan itu mengarahkan ke lantai yang paling atas gedung ini.

Crist sedikit tercengang begitu sampai di lantai paling atas ini. Ketika ia keluar dari lift ia langsung disuguhkan dengan pintu besar yang begitu mewah. Dia berjalan mendekat dan menekan bel yang ada disana. Tak lama intercome itu berbunyi terdengar suara Sergi yang menyuruhnya langsung masuk ke dalam.

Meskipun sebenarnya Crist ragu dan takut melangkah lebih jauh, namun ini sudah kepalang tanggung karena dirinya sudah berada di sini. Semua harus ia hadapi sekarang juga, jadi ia memantapkan hatinya dan masuk ke dalam dengan perlahan.

Begitu masuk ke dalam tak ada lampu yang menyala menerangi ruangan sebesar ini. Hanya cahaya dari jendela besar yang terbuka, membuat suasana begitu temaram dan cukup mencekam bagi Crist. Itu membuat Crist semakin waspada sekarang. Kalau keadaannya sudah seperti ini harusnya Crist mundur dan balik badan bukan? Sayangnya, kakinya menghianati dirinya. Dia penasaran apa yang akan diperintahkan oleh bosnya hingga mengharuskan dirinya datang larut malam seperti ini.

"Selamat datang Crist." Suara itu menggema diruangan ini hingga membuat Crist menghentikan langkahnya begitu saja. Badannya mematung seketika merasakan ternyata ada orang dibelakangnya.

Dia menarik nafas dalam sebelum akhirnya berbalik badan dan mengatakan, "Ada apa ..." Crist menelan ludahnya kasar melihat apa yang ada dihadapannya sekarang. Namun ia melanjutkan ucapannya yang sempat terjeda. "Ada apa Anda meminta saya kesini ya Mr?" tanya Crist dengan senyum ramah seperti biasa layaknya sekretaris pada umumnya.

"Saya bebas memanggilmu kapan saja, kenapa saya harus harus memberi alasan."

Nada bicaranya begitu congak membuat Crist mati kutu dibuatnya, dan bungkam tak tahu harus balas berbicara apa.

"Kenapa pakai turtle nack apakah begitu dingin diluar," ucap Sergio mengelus leher belakang Crist. Itu membuat Crist beringsut mundur beberapa langkah. "What are you doing, Mr? What do you want?" Suaranya agak bergetar kala mengucapkannya.

Tawa Sergio menggema hingga memantul di ruangan yang gelap gulita ini, dan itu membuat suasana semakin mencekam dibuatnya. "Kau tahu apa yang saya inginkan, Crist. Jika saya memanggilmu berarti butuh vitamin, tapi untuk malam ini tidak seperti biasanya. Saya ingin lebih," ucap Sergio menekankan setiap kata yang keluar dari mulutnya. Sembari berjalan maju menuju arah Crist yang juga berjalan mundur perlahan.

"Maksud Anda apa ya Mr? Bukankah tadi pagi sudah, bahkan Anda melakukannya di depan Jaco."

"Ah, tadi pagi mood saya sedang buruk, makanya reflek melakukan itu di depan Jaco. Kenapa? Apakah kamu malu?" Sergio mencolek dagu Crist disaat Crist terpojok disana dia tak bisa lagi lari. Dibelakangnya sudah ada kaca yang membentang luas memperlihatkan keindahaan Italy di malam hari.

"Bukan begitu, Mr. Saya rasa tadi pagi sudah cukup. Jadi sekarang saya pamit pulang dulu ya karena ini sudah larut malam." Belum sempat Crist menerobos pergi dari sana setelah berpamitan guna menghindari suatu hal yang tak diinginkan. Langkah Crist harus ia kubur dalam-dalam, pasalnya Sergio mengungkungnya sekarang dengan salah satu kakinya berada di tengah-tengah kaki Crist seolah menguncinya hingga membuat Crist tak bisa pergi dari sini.

"Siapa bilang kamu boleh pergi, Honey." Sergio mengusap lembut bibir pink Crist dengan begitu sensual dan itu membuat Crist merinding seketika. Sebenarnya apa yang diinginkan bosnya dari dirinya.

Haruskah ia berpasrah disi sekarang?

"Mr, tolong jangan ya," pinta Crist dengan penuh harap.

"Memangnya saya mau melakukan apa?" tanya Sergio balik. "Apa yang ada di dalam benakmu, Honey? Apakah terdapat bayangan-bayangan liar dalam benak kecilmu, menikmati malam penuh gairah misalnya."

Crist menggeleng ribut dengan wajah takut, namun dia tak boleh lemah dan pasrah. "Bukankah Anda tak suka dengan pria? Setahu saya pacar-pacar Anda sebelumnya adalah perempuan, Mr."

Kembali tawa Sergio mengudara, ia mendekatkan kepalanya ke telinga Crist. "Memang, namun melihatmu begitu menggoda hingga membuat sesuatu dalam diriku bangun tanpa paksaan dan rangsangan membuatku ingin mencobanya. Jadi, kau akan menjadi pria pertama yang akan merasakannya. Dan aku tak masalah dengan itu jika dengan dirimu yang begitu manis. Saya sudah menunggu begitu lama, Honey. Bukankah saya baik tak langsung menyeretmu ke ranjang ketika pertama kali kita bertemu." Sergio menjilat telinga Crist setelahnya usai mengatakan itu.

Crist tercengang mendengarnya, jadi maksud bosnya berarti bosnya ini rela menjadi gay asalkan dengan dirinya? Oh tidak Crist pusing mendengarnya, begitu banyak fakta yang ia ketahui hari ini. Membuat dirinya lemas.

"Tapi, saya tidak gay, Mr. Jadi tolong lepaskan saya ya," pinta Crist dengan penuh harap.

"Siapa yang peduli Crist kamu gay atau tidak, jika menginginkan sesuatu. Maka saya harus mendapatkan itu bagaimanapun caranya."

Crist tak dapat membayangkan apa yang terjadi, ini siaga satu. Ia harus kabur dari sini sekarang juga. Dia tak ingin terjebak rayuan bosnya, takutnya ia juga terjerumus ke dalamnya. Crist masih memikirkan masa depannya yang masih panjang.

Dia berontak mencoba memukul Sergio dan mendorong-dorongnya. Sayangnya, kekuatan Crist tak sebanding dengan Sergio yang selalu melatih ototnya setiap hari. Bahkan porsi badan mereka terlihat begitu jauh, lengan kecilnya harus bertarung dengan bisep besar milik Sergio. Oh tentu saja itu sangat sulit.

"Percuma saja, Crist. Kau sudah tak bisa lari," ucap Sergio sambil terkekeh menahan Crist yang masih berontak dalam dekapannya.

"Lepaskan saya, Mr. Tolong! Lepaskan saya," teriak Crist bagai kesetanan. Dia memukul-mukul tubuh Sergio dengan mengerahkan seluruh tenaga yang ia punya. Sayagnya itu tak berdampak apapun pada Sergio, perbedaan mereka cukup jauh.

"Diam!" teriak Sergio dengan wajah terlihat tegas dan matanya yang menatap tajam kearah Crist.

Crist bagai tikus kecil yang terisak sambil memeluk dirinya sendiri. Apakah masa mudanya akan hancur malam ini? Dia tahu hubungan macam apa yang akan terjadi, membayangkan tubuhnya dimasuki benda asing membuat Crist sangat takut sekarang.

.
.
.
.

Waaahhhh, apakah ini saatnya?

Crist semoga kuat ya

See you next chapter.
31 Mei 2024

The Seductive Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang