Chapter 21: Tamu Tak Diundang

2.9K 158 3
                                    

Baru saja Crist menyelesaikan makannya, masih begitu banyak makanan tersisa. Dia sudah tak sanggup memakannya lagi. Perutnya sudah benar-benar penuh hingga tak dapat menampungnya. Terlihat perutnya agak buncit dikit karena terlalu banyak makan. Baru saja ia sandarkan badannya ke kursi tempatnya duduk. Ia dikejutkan dengan ucapan Sergio.

Sergio sedang memotong buah di meja dapur membelakangi Crist yang duduk manis di meja makan yang berada tepat didepan dapur. Bahunya yang begitu lebar pasti akanterasa nyaman kalau digendong di belakang sembari menyandarkan kepalanya di pundak. Ah, rasanya Crist gila hanya melihat badan atletis Sergio.

Namun kesadarannya ditarik paksa kala Sergio berkata, “Aku akan ke Roma satu jam lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Namun kesadarannya ditarik paksa kala Sergio berkata, “Aku akan ke Roma satu jam lagi.”

“Oke, kalau begitu aku akan pulang.”

“Tidak.”

“Kenapa? Kamu kan mau pergi, jadi untuk apa aku disini?” tanya Crist heran.

“Kau ikut denganku,” ucap Sergio.

“Buat apa aku ikut?”

“Besok ada meeting dengan Group Lorenzee, kalau kau lupa aku ingatkan lagi kamu masih sekretarisku. Jadi, harus ikut kemanapun aku pergi.”

Sial! Crist langsung bungkam. Ia lupa kalau meetingnya yang harusnya kemarin di undur menjadi besok. Tapi, ia lupa menanyakan pada Jaco dimana tempat gantinya untuk meeting karena untuk menentukan tempat meeting masih bagian dari pekerjaan Jaco.

Bagian Crist disini kebanyakan memang menemani Sergio jika ada tugas keluar kantor. Dan merangkum hasil meeting-nya lalu memberikannya pada Jaco.

“Tapi, aku tak mungkin langsung pergi ke sana. Aku tak membawa perlengkapanku,” ucap Crist siapa tahu Sergio berbaik hati tak masalah jika dirinya tak ikut. Karena sungguh seluruh badannya masih sakit semua, ia ingin seharian tidur saja.

“Stock di lemariku banyak, kau bisa memakainya. Jangan dibuat susah, Ayo ganti. Helikopter sudah menunggu di atas.” Baru Sergio akan kembali mengangkat badan Crist untuk membantunya, namun ditolak oleh Crist.

“Tak perlu, aku bisa jalan sendiri. Tolong tunjukkan dimana ruangannya.”

Sergio hanya menganggukkan kepalanya dan langsung berjalan menuju ruangan wadrobe yang terletak dekat dengan kamarnya. Sampai di sana Crist tercengang ruangannya begitu besar dengan banyak lemari yang berisi jas dan kemeja yang tersusun dengan begitu rapi. Bukan hanya itu sepatu dan jam tangan mewah juga ada disana.

“Cepat ganti baju,” titah Sergio.

Crist memilih baju yang dapat ia pakai. Semua baju disini kebesaran ditubuhnya, jadi dia hanya memakai kemeja merah dengan celana yang untungnya ada ukuran agak kecil yang muat dibadannya.

Dia juga membawa beberapa baju untuk bosnya dan menatanya ke koper yang berada di ujung ruangan ini. Dia memasukkan beberapa stel jas lengkap dengan aksesorisnya seperti dasi. Sedangkan untuk Crist dia memilih kemeja dengan vest agar tak terlihat kebesaran di badannya.

Meskipun sulit bergerak cepat, Crist sebisa mungkin membereskannya secepat yang ia bisa. Dan tanpa ia sadari semua gerak-geriknya diperhatikan oleh Segrio yang juga memakai bajunya disana.

“Biar aku yang bawa, ayo!” ajak Sergio.

Crist berjalan secepat yang ia bisa mengimbangi langkah lebar Sergio. Sambil menahan rasa sakit, ngilu di bagian bawahnya. Tentunya dalam hati ia menggerutu tanpa henti mengumpat pada Sergio yang tak punya hati. Padahal tadi sepertinya Sergio sudah menawarkan bantuan untuk menggendongnya, tapi Crist sepertinya lupa akan hal itu dan sibuk dengan pemikiran dangkalnya pada bosnya.

Disisi lain ada Sergio yang tersenyum tipis dengan langkah lucu Crist. Apalagi dengan gerutuan pelan yang masih bisa di dengar olehnya. Terlihat agak menggemaskan bagi Sergio. Ketika lift terbuka mereka berdua terkejut karena ada orang di dalamnya.

Wanita dengan baju kekurangan bahan berwarna hitam itu keluar dari lift dan langsung memeluk Sergio dan melabuhkan ciuman di pipinya. Hingga menimbulkan bekas disana.

“Ck, sepertinya lipstik murah,” batin Crist dalam hati melihat adegan didepannya.

“Ngapain kamu disini, Syeril?” tanya Sergio.

“Tentu saja menemuimu dong, Sergi. Kamu mau kemana dengan sekretaris barumu?” tanya Syeril karena melihat koper yang ditarik oleh Sergio.

“Aku ada pekerjaan di, Roma. Jadi ini mau ke sana.”

“Bukannya jaraknya tak terlalu jauh, kenapa harus berangkat sekarang? Besok aja lah, kan ada aku ke sini,” rayu Syeril berharap Sergio mau membatalkan keberangkatannya.

“Tidak bisa, kamu lebih baik pulang saja.” Setelahnya itu Sergio masuk ke dalam lift dan begitu pula dengan Crist yang mengikutinya. Meninggalkan Syeril yang jengkel karena diacuhkan oleh Sergio. Padahal ia sudah datang jauh dan berharap bisa menghabiskan malam yang panas. Nyatanya kedatangannya justru diacuhkan begitu saja.

“Aneh banget jalannya? Masak Sergio nerima karyawan yang pincang itu sebagai sekretarisnya,” cibir Syeril melihat cara jalan Crist yang aneh.

Padahal Syeril belum tahu saja sebenarnya Crist menghabiskan malam yang panjang penuh gairah dengan Sergio. Kalau tahu pasti wanita itu akan murka. Biarlah untuk sekarang dia tak tahu akan hal itu.

Ketika sampai di atap gedung ini, terdapat area landasan untuk helikopter dan sudah menunggu mereka berdua. Baru akan melangkahkan kakinya menuju tempat helikopter itu terparkir, dering ponsel milik Crist berbunyi hingga mereka sontak berhenti.

“Aku akan mengangkatnya dulu,  ini dari kakakku. Kamu bisa duluan kesana,” ucap Crist. Dia sungkan jika Sergio harus menunggunya kala menerima telefon dari Gian.

“Halo Kak Gian,” sapa Crist ketika mengangkat telefon itu.

“Kamu ini sebenarnya dimana? Dari kemarin malam nggak pulang saat Mr. Sergio memanggilmu. Kamu baik-baik saja kan, mana seharian ini kamu nggak angkat telefon juga. Tadi aku nanya ke Jaco juga dia bilang kamu nggak berangkat ke kantor. Dimana sebenarnya kamu, Crist!” mendengar rentetan pertanyaan yang diajukan secara bersamaan disertai teriakan di sebrang telefon sana membuat Crist agak menjauhkan ponsel dari telinganya. Ketika Gian selesai ngomel baru ia mendekatkannya kembali.

“Yang  pertama aku baik-baik saja, dan memang tadi nggak berangkat karena nemenin Mr. Sergio karena ada pekerjaan dadakan di luar kota. Ini kami sedang ada Roma karena besok mau meeting dengan klien penting, Kak.” Tak mungkin Crist menjelaskan terus terang tetang apa yang terjadi, akhirnya dia sedikit berbohong. Meskipun ada benarnya juga karena dia memang bersama Sergio.

“Oh, ya sudah. Aku kira kamu kenapa-kenapa karena aku tak bisa menghubungimu sama sekali hari ini.”

“Tenanglah, aku baik-baik saja kok. Maaf Kak aku tutup telefonnya dulu ya. Ini ditunggu Mr Sergio soalnya.”

“Iya, jaga dirimu baik-baik disana. Jangan sampai melakukan kesalahan agar tak membuat Mr. Sergio kecewa.” Setelahnya sambungan itu terputus sepihak dengan Crist yang belum menjawab pesan Gian.

“Harusnya dia berpesan, jauh-jauh dari Mr. Sergio biar dia tidak menggagahiku,” gumam Crist sambil manyun karena agak sebal dengan pesan terakhir yang disampaikan oleh Gian.

“Lucu sekali,” gumam Sergio yang sudah duduk di tempatnya sedari tadi menunggu Crist.

Dari kemarin sepertinya Sergio banyak memuji Crist, apa pria itu jatuh hati dengan Crist?

.
.
.
.
.
Wkwkwk sepertinya ada yang jatuh hati nih? Atau hanya suka tubuhnya aja? Hanya sergio yang tau deh

Jangan lupa tinggalin jejak ya

See you next chapter.
1 Juni 2024

The Seductive Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang