Terdengar suara tangisan yang cukup keras dalam rumah tersebut, hingga membuat penghuni disana yang awalnya tertidur kini bangun akibat terkejut. Salah satu dari mereka bangkit dan menuju sebuah kamar yang terdengar bunyi tangisan tadi. Membukanya dengan kasar dan terlihatlah Calvin yang sedang menangis dengan histeris setelah bangun dari pingsannya. Saat penculikan itu terjadi, Calvin memang di bius agar memudahkan pekerjaan mereka.
“Avin mau sama papa!”
“Diam kau bocah kecil,” bentak pria tersebut.
Calvin yang memang tidak pernah dibentak sedari kecil sekarang malah menangis semakin histeris mendengar bentakan yang dirinya yakini untuk Calvin. “Papa, Avin takut,” ucap Calvin disela-sela tangisnya.
Pria yang tadi membentak Calvin seketika memijat keningnya sendiri, akibat ucapan cerobohnya yang tidak difilter terlebih dahulu, sekarang Calvin semakin keras menangisnya. Dia berfikir cepat bagaimana caranya untuk menenangkan anak berpipi gembul yang sedang menangis didepannya sekarang.
“Tenang ya, maafin Uncle. Kita beli es krim deh kalau kamu berhenti menangis,” ucap pria yang menculik Calvin mencoba menenangkan Louis dari tangisnya yang histeris sedari tadi.
“No,” ucap Calvin yang menolak rayuan dari pria yang mencoba membujuk Calvin.
“Kita beli mainan juga kalau Avin berhenti menangis.” Pria tadi mencoba memberi penawaran lain pada Calvin.
Calvin yang mendengar itu langsung berhenti dari tangisnya dan memandang pria yang berada didepannya dengan pandangan mata yang berbinar-binar. “Avin mau mainan yang banyak dan Avin juga mau es krim dua sama cake ya,” ucap Calvin menunjukkan jarinya membuat pose dua.
“Es krimnya hanya dua, tiga nggak mau?”
“No, kata papa kalau mau beli sesuatu nggak boleh lebih dari dua. Nama Uncle siapa?” tanya Calvin dengan mengedipkan matanya.
“Panggil saja Uncle Lair.” Pria yang menculik Calvin yang bernama Lair itu tidak menyangka kalau Calvin adalah anak yang pintar dan tidak terlalu rewel, hanya dengan bujukan mainan dan es krim Calvin sudah berhenti menangis.
Lair kagum dengan cara mendidik orang tua Calvin yang dapat membuat Calvin pintar seperti ini.
“Uncle Lair kapan belikan Avin es krim dan mainan?” tanya Calvin dengan pandangan yang bertanya-tanya.
“Nanti kita belinya, kalau sekarang Uncle belum ada uang,” ucap Lair mencoba mengalihkan topik mereka.
“Uncle bohong pada Avin, harusnya beli sekarang dong.” Calvin seketika cemberut mendengar dirinya tidak mendapatakan apa yang telah dijanjikan oleh Lair tadi. Calvin sudah bersiap-siap akan menangis kembali, namun diurungkannya ketika Lair terlebih dahulu berbicara menghibur Calvin yang sudah cemberut dan bosan disini.
“Kalau sekarang toko mainannya masih tutup, karena sudah malam. Mau es krim aja nggak?” tanya Lair mencoba membujuk Calvin agar mau mengikuti ucapannya.
Calvin mengangguk dengan sangat antusias dan menjawab, “Kalau toko mainannya besok sudah buka, langsung belikan mainan yang banyak ya,” ucap Calvin dengan senyuman yang mengembang cerah di wajahnya.
“Oke, besok Uncle Lair belikan mainan untuk Calvin. Tadi minta dua kan?”
“Iya, kata papa nggak boleh banyak-banyak, itu namanya boros.”
“Memang Avin tahu apa artinya boros?” tanya Lair mengetes pengetahuan Calvin.
“Kata papa boros untuk menghabiskan uang,” jawab Calvin dengan singkat, padat, dan sangat jelas.
Lair mengelus rambut Calvin yang terasa lembut ditangannya, terlalu gemas dengan jawaban-jawaban yang diberikan Calvin atas semua pertanyaan yang Lair layangkan pada Calvin.
Bagaimana bisa ada anak yang baru berumur sekitar empat tahun menjawab pertanyaannya dengan begitu mudah dan juga lancar tanpa berfikir terlebih dahulu. Kalau secara logika anak pada umumnya tidak akan mampu menjawab pertanyaan yang seperti ini. Dan kebanyakan malu untuk berbicara dengan orang asing yang tak pernah mereka jumpai, namun Calvin berbeda.
“Kamu disini dulu, Uncle akan mengambil es krim sebentar buat kamu,” ucap Lair. Calvin hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya menjawab ucapan dari Lair.
Lair bangkit dari duduknya dan keluar dari kamar tersebut meninggalkan Calvin yang sedang duduk manis sendirian di kamar.“Rewel nggak anak itu?” tanya teman Lair yang berada di ruang tamu dan melihat Lair sudah keluar dari kamar dimana Calvin sedang disekap.
“Nggak, ini mau ngambilin es krim biar nggak rewel.” Setelah menjawab pertanyaan dari temannya, Lair melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambilkan es krim untuk Calvin.
Setelah mengambil apa yang akan diberikannya pada Calvin, Lair melangkahkan kakinya menuju kamar Calvin. Ketika Lair membuka kamar tersebut terlihat Calvin yang sedang melihat kearah dirinya dengan senyuman yang begitu ceria.
Lair membuka bungkus es krim terlebih dahulu sebelum memberikannya pada Calvin, Calvin dengan sabar menanti dan ketika es krim sudah berada di tangannyapun Calvin memakannya dengan pelan dan juga tidak belepotan.
Entah apa motif orang yang membayar mereka dan menyuruh menculik Calvin yang notabennya masih anak kecil.Kehidupan orang kaya memang terkadang tidak masuk akan menurut Lair. Anak kecil yang tidak berdosapun harus menjadi korbannya sekarang. Tapi, mau tak mau memang Lair dan teman-temannya menerima pekerjaan ini, karena mendapatkan bayaran yang cukup besar tentunya. Hidup di era modern ini sangat susah mendapatkan uang dalam waktu yang singkat.
Calvin sedikit melupakan apa yang tengah terjadi sekarang, ia sibuk dengan es krim yang ada ditangannya. Padahal ia sedang diculik, padahal ia tadi memanggil-manggil papanya. Tapi, lihatlah sekarang ia seolah lupa kalau papanya tak ada disini sekarang.
.
.
.
.
.wkwkw yang diculik malah anteng gini ya.
See you next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
The Seductive Boss
FantasíaAda hal yang seharusnya tak mereka lakukan, jarak yang memang harus ada diantara keduanya. akibat sebuah malam yang penuh gairah membuat semuanya menjadi begitu kacau. Kehidupan yang awalnya penuh dengan kebahagiaan serta keceriaan dan seharusnya b...