Sebelum mulai bekerja Crist melangkahkan kakinya ke toilet yang ternyata sedang kosong. Tiba-tiba ia teringat pertemuannya dengan Sergio kemarin. Dia menyalakan keran di wastafel lalu menghidupkannya dan menadahnya dengan tangannya yang kering. Membasuh wajahnya dengan air berharap dapat menghilangkan bayangan Sergio yang selalu datang tiba-tiba dihidupnya.
Air matanya turun dengan deras tanpa bisa dicegah. Untungnya saat ini di toilet sedang tidak ada orang. Jadi, tidak ada yang melihatnya kalau dia sekarang sedang menangis meluapkan apa yang dirasakannya kini. Crist menghapus air matanya yang tidak kunjung berhenti.
Pandangannya mengarah pada cermin yang sekarang memperlihatkan wajahnya yang terlihat berantakan.Crist terus meyakinkan dirinya jika dia kuat menjalani apa yang hadir dalam hidupnya, namun kepercayaannya hilang dalam sekejap ketika Sergio hadir kembali dalam hidupnya. Seharusnya semua sudah berjalan semestinya dengan kebahagiaan kecil yang didalamnya hanya ada dirinya dan Calvin putra kesayangannya.
Entah apa lagi yang akan terjadi dalam hidupnya kini. Ketika semua sudah berjalan lancar, selalu saja ada masalah lain yang datang dalam hidupnya. Hidupnya seolah tidak akan bahagia karena masalah selalu datang silih berganti. Crist merasa nasib baik tidak pernah berpihak pada dirinya.
Crist selalu menyimpan apa yang dirasakannya sendirian, tanpa ada seorangpun yang tahu tentang apa yang ada didalam fikirannya. Bisa saja Crist bercerita dengan orang lain. Tapi, masalahnya Crist tidak pernah bisa percaya dengan orang lain. Bisa saja ia bercerita dengan Gian, namun ia tak ingin membebaninya terlalu banyak lagi.
Baru saja Crist akan mulai kerjanya, namun harus terhenti kala mendengar suara yang tak asing ditelinganya. “Papa!” teriak Calvin masuk ke dalam kafe tempat Crist kerja.
Crist sontak menoleh kebelakang untuk melihat apakah pendengarannya salah. Namun, siapa yang sangka ternyata benar putranya yang manggil dirinya. Sayangnya ada hal yang sangat mengejutkan yang membuat kewarasan Crist hampir hilang. Calvin datang ke tempat ia kerja bersama seseorang yang sangat ia hindari, Sergio.
Ia langsung melangkah cepat dan merebut Calvin dari genggaman Sergio. “Mau apa kamu kesini? Kenapa bersama putraku? Kamu memata-matiku ya?” tuduh Crist yang tak basa-basi.
“Crist, jangan emosi. Lihat kita jadi pusat perhatian.” Crist langsung melihat ke sekeliling dan benar apa yang dikatakan Sergio.
Crist mengajak Calvin untuk mengembalikan apron yang melekat pada badannya. Dan memohon maaf pada rekan kerjanya karena ia harus mendadak pergi karena ada hal yang harus ia selesaikan. Untungnya teman-temannya mau memahaminya dan mendoakannya semoga masalahnya selesai cepat.
Crist menggendong Calvin keluar dari sana, Sergio juga langsung mengikutinya. “Hey, tunggu Crist!”
Hingga kini mereka berada di sebuah taman besar dengan beberapa wahana mainan.Crist merundukkan badannya menyamakannya dengan Calvin dan berbicara. “Sayang, kamu main dulu ya. Papa mau ngobrol sebentar sama dia.”
“Baik papa.” Dengan patuh Calvin pergi dari sana main sendiri meninggalkan dua orang dewasa yang sedang bersitegang.
“Apa maumu? Apa tidak cukup menyakitiku di masa lalu. Kenapa harus kembali sih,” gerutu Crist.
Sergio menatap Crist dengan tatapan yang sulit ditebak. Ia memegang tangan Crist dengan erat sehingga Crist tak bisa melepaskannya, meskipun ia mencoba dengan sekuat tenaga. “Jujur padaku, Crist. Kamu yang melahirkan Calvin kan?”
“Mana ada seperti itu, tentu saja istriku yang melahirkannya. Jangan gila deh, pria gak bisa hamil Gio.” Setelahnya Crist bergerak gelisah dengan kebohongan yang baru saja ia ucapkan. Lagipula mengapa Sergio tiba-tiba menanyakan tentang hal ini. Siapa yang memberitahukannya soal itu, hingga Sergio menanyakan tentang ia yang melahirkan Calvin.
Gio tersenyum miring karena ia tahu betul kalau saat ini Crist sedang berbohong padanya. “Kenapa kamu menyembunyikannya Crist, Calvin juga anakku.”
“Nggak! Calvin itu putraku. Kamu jangan mimpi deh, kamu bukan ayahnya.”
“Lalu kalau bukan aku memangnya siapa lagi? Ada yang pernah tidur denganmu selain aku?”
Hati Crist rasanya remuk redam mendengar tuduhan tak manusiawi yang dilayangkan oleh Sergio. Hingga terdengar bunyi tamparan yang cukup keras, wajah Sergio saja sampai terlempar ke samping karena Crist mengerahkan seluruh tenaganya. Wajahnya berderai air mata, ucapan Sergio sangat menyakiti hatinya.
“Apa serendah itu aku dimatamu, Gio? Ya, memang aku yang melahirkan Calvin lalu kau mau apa? Aku seorang pria gak normal bisa melahirkan? Kau pikir aku nggak malu apa? Kau pikir mempertahankan Calvin dalam kandunganku itu tidak membuatku setres, apalagi dengan pandangan masyarakat yang menatapku dengan hina karena menurut mereka aku adalah aib. Aku merasakan semua itu sendiri, Gio. Dan kau datang tiba-tiba dan merendahkanku?”
suara Crist sampai bergetar menceritakan kisah singkat yang pernah ia alami kala mengandung Calvin yang penuh dengan perjuangan.
“Maaf, bukan gitu maksudku. Aku hanya tanya kau yang melahirkannya, berarti dia anakku kan?” tanya Sergio lagi.“Lalu kenapa kalau memang ia putramu? Kau juga nggak akan menerimanya kan? Kau pernah bilang sendiri kalau nggak ingin punya anak. Aku yang sadar diriku bukan siapa-siapa tentu saja aku tak memberitahukanmu soal ini. Karena rasanya juga percuma, kamu pasti nggak akan percaya. Jadi, tolong pergi dari hidup kami. Aku dan Calvin sudah bahagia tanpa ada kamu di dalamnya.”
Setelahnya Crist pergi dari sana meninggalkan Sergio yang mematung sendirian. Mendengar begitu fakta menyakitkan. Crist bahkan masih ingat dengan apa saja yang ia katakan.
Lalu bagaimana ia bisa mendapatkan hati Crist sekarang? Ditambah kini tiba-tiba ia menjadi seorang ayah dari darah dagingnya sendiri. Kini ia berada di antara senang dan sedih dalam waktu bersmaan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.WAH AKHIRNYA PECAH JUGA NIH
KALIAN GILA MASA KOMEN SAMPE 700 LEBIH, AKU SHOCK BANGET LIATNYA 😭😭😭👊👊
See you next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
The Seductive Boss
FantasyAda hal yang seharusnya tak mereka lakukan, jarak yang memang harus ada diantara keduanya. akibat sebuah malam yang penuh gairah membuat semuanya menjadi begitu kacau. Kehidupan yang awalnya penuh dengan kebahagiaan serta keceriaan dan seharusnya b...