Chapter 39: Kejujuran

2.5K 157 15
                                    

Crist menceritakan semuanya secara detail pada Gian. Awalnya ia sempat ragu, namun ia merasa tak kuat memendamnya seorang diri.

Apalagi setelah mendengar ucapan Sergio tadi siang. Ia semakin merasa kalau semuanya ini memang salah, tak seharusnya mereka kenal dan melakukan hal seperti ini.

Gian juga sangat shock mendengar cerita Crist, dia pikir bosnya itu memang baik dengannya. Namun, siapa sangka ada maksud terselubung. Badan Crist bergetar hebat disela-sela menceritakan apa yang sudah ia lalui. Gian membawanya dalam rengkuhannya, meskpun tidak bisa menghilangkan rasa sakitnya Crist. Namun, itu bisa menjadi tanda kalau Crist disini nggak sendiri.

“Kenapa nggak cerita dari awal sih atau setidaknya jangan tanda tangan kontrak dulu.”

Crist merundukkan kepalanya bingung harus menjawab apa, air matanya mengalir tanpa henti. Bahkan mungkin karena terlalu lama menangis ia merasa mual. Crist langsung berdiri dari duduknya dan menuju kamar mandi untuk mengeluarkan semua yang tertahan.

Gian juga ikut bangkit dan mengikuti Crist. Ia memijat tengkuk Crist agar ia bisa mengeluarkan semuanya.

“Kamu sakit? Dia nggak ngasih kamu istirahat apa gimana sih? Ga jelas banget pengen enaknya doing,” gerutu Gian yang tak terima Crist yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri diperlakukan seperti ini.

“Aku yang nggak bilang, Kak.”

“Udah sakit gini aja, masih kamu bela dia. Meskipun kamu nggak bilang, saat tadi kalian berhubungan juga harusnya ia tahu kalau kamu sedang sakit Crist. Lihatlah wajahmu sangat pucat seperti mau mati,” ucap Gian yang kesal.

“Kak, kepalaku pusing banget.” Crist memegangi kepalanya sendiri, barang-barang disekitarnya seperti berputar-putar mengelilingi dirinya.
“Ayo aku anter ke ka …” “Loh, eh Crist!” teriak Gian terkejut padahal tadi ia belum sempat Gian menyelesaikan ucapannya. Tiba-tiba Crist jatuh pingsan tak sadarkan diri.

Badan Gian yang tak lebih besar dari Crist bingung mengangkatnya. Ia tak kuat, akhirnya ia menelfon ambulan. Takutnya ada sesuatu yang terjadi pada Crist, berdasarkan ceritanya tadi. Apalagi Sergio yang kelebihan hormon. Ia takut Crist terkena penyakit kelamin. Memang agak berlebihan, tapi lebih baik tahu sekarang dari pada nanti.

Sampai di rumah sakit Crist juga tak kunjung sadar. Gian meminta dokter untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh untuk mengantisipasi suatu hal yang tak diinginkan. Cukup lama  pemeriksaan itu dilakukan, bahkan Crist sampai sadar dari pingsannya. Ia juga terkejut kala bangun sudah banyak orang berpakaian putih mengelilinginya.

Ia bertanya-tanya siapa yang membawanya kesini, dan salah satu perawat memberitahukannya beserta medical chek up sekalian. Crist dengan koopratif mengikuti semua arahan dari mereka. Hingga setelah dua jam lebih akhirnya ia dipindahkan menuju ruang inap agar ia bisa beristirahat dengan tenang.

“Kak kenapa nyuruh mereka ngelakuin pemeriksaan menyeluruh?” tanya Crist heran.

“Nggak apa-apa, aku hanya ingin memastikan kamu nggak apa-apa.”

“Kamu nggak kerja, ini sudah pagi loh.” matahari sudah bersinar diluar sana, ia tak ingin Gian membolos kerja hanya demi dirinya.

“Nggak, aku mau jaga kamu aja.”

“Jangan gitu, kerja aja nggak apa-apa kok. Aku sediri aja, nanti kamu setelah pulang kerja baru kesini lagi.”

“Nggak apa-apa nih kamu sendirian?” tanya Gian memastikan.

Dengan senyumnya yang manis Crist menganggukkan kepalanya. “Oke deh kalau begitu.”

“Aku nitip  beliin es krim ya nanti kalau kamu kesini, Kak. Aku tiba-tiba pengen banget makan es krim rasa strawberry.”
“Emangnya orang sakit boleh ya makan es krim?”

“Oh ayolah! Aku lagi pengen banget nih. Yang ukuran paling kecil juga nggak apa-apa deh.” Melihat wajah Crist yang memelas begitu dan terlihat sangat menginginkannya. Akhirnya Gian menganggukkan kepalanya menuruti keinginan Crist.

Sontak wajah Crist berubah dengan cepat menjadi begitu ceria karena Gian mengijinkannya.

Hingga kini menyisakan Crist seorang diri disini karena Gian harus pergi kerja. Semuanya terasa begitu hening, sendirian di ruangan ini. Senyuman diwajahnya tadi juga langsung pudar begitu saja.

Crist memilih tidur agar tenaganya cepat pulih sedia kala, agar ia bisa keluar dari rumah sakit secepatnya.
Saat siang Crist dibangunkan perawat agar ia makan siang terlebih dahulu. Dan boleh melanjutkan tidur setelahnya. Baru suapan pertama pintunya terbuka dengan begitu lebar menampilkan Felix yang tak seorang diri disana.

“Loh, ngapain disini Felix? Bukannya kamu kuliah ya?”

“Ini juga ngapain Cedric ikut, kamu nggak kerja?”

Felix hanya nyengir dan itu membuat Crist bertanya-tanya heran sendiri, sepertinya ada suatu hal yang  patut ia curigai disini.

“Aku udah selesai, kuliahku tadi kedapetan jam pagi. Terus Kak Gian bilang kalau kamu dirumah sakit dan aku disuruh kesini buat jaga Kak Crist.”

Crist menganggukkan kepalanya dan matanya beralih menatap Cedric untuk menuntut jawaban. “Lalu kamu? Nggak kerja emangnya?” tanya Crist dengan tatapan penuh selidik.

“Aku juga ingin ikut jenguk kamu sebentar, kan ini jam istirahat.”

“Ya iya sih, tapi kok kalian bisa bareng? Kalian pacaran ya?” tanya Crist yang langsung to the point.

Mereka berdua saling beradu pandangan dan itu membuat Crist semakin curiga.

“Iya, Crist. Tapi masih pdkt kok,” jawab Cedric.

Felix langsung melotot karena bisa-bisanya Cedric bicara terus terang seperti ini. Ia menginjak kakinya sampai Cedric kesakitan sendiri, namun Crist justru tertawa melihat mereka berdua yang masih aja berantem.

“Kamu nggak marah, Kak?” tanya Felix takut Crist jijik dengannya.

“Kenapa harus marah? Karena kamu bersama dia?”

“Karena kami sama-sama pria, Kak.”

“Felix, Cedric kalau kalian sama-sama suka. Ya udah, lanjutin aja nggak apa-apa. Tapi, sebelum lanjut ke sebuah hubungan mantepin dulu perasaannya kalau kalian sama-sama yakin buat kedepannya. Nggak kok hanya sesaat saja.”

Felix langsung memeluk Crist dan berkata, “Terima kasih, Kak. Aku pikir kamu bakal jijik sama kami.” Cedric jadi bisa lega sekarang ternyata ada yang memahami mereka.

“Iya, berarti kalian lanjuut berhubungan setelah kita bertemu bertiga beberapa minggu lalu?” tanya Crist memastikan dan diangguki Felix dengan wajahnya yang malu-malu.

Rasanya Crist ingin tertawa sekarang kemana wajah Felix yang bersemu merah. Namun ia turut bahagia dengan kabar itu. Felix saja yang baru bertemu beberapa minggu yang lalu sudah mendapat kepastian akan ke mana arah hubungannya.

Sedangkan dia yang sudah memberikan tubuhnya dengan sepenuh hati ini masih dipermainkan. Ia sadar dirinya memang tak bisa bersanding dengan Sergio yang hebat di mata media. Dan ia juga tak ingin memaksanya, karena itu semua percuma.

.
..
.
..
.
..
.
..

Ngamuk Crist jangan dibela Mulu tuh gio mah ....

see you next chapter

The Seductive Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang