Chapter 37: Butuh Ruang

2.2K 161 218
                                    

Beberapa hari terakhir ini badan Crist terasa sering lemas hingga rasanya ia ingin rebahan saja di ranjang. Tapi, tentunya ia tak bisa karena ada banyak kerjaan yang harus ia kerjakan di kantor. Apalagi dengan jadwal meeting Sergio yang cukup padat. Crist harus benar-benar menjaga tubuhnya agar tetap fit.

Ia sampai membawa camilan di tasnya agar tenaganya terisi. Namun, itu tak memberi efek yang begitu banyak malah membuatnya mual beberapa kali hingga ia harus mengeluarkan isi dalam perutnya.

“Wajahmu pucat banget, mau ke rumah sakit?” tanya Sergio yang duduk disampingnya karena mereka ada kunjungan kerja.

Crist menggelengkan kepalanya tak ingin, “Nggak usah, paling kalau dibawa tidur juga bisa kok sehat lagi.”

“Ya udah, sini tidur aja kamu. Nanti aku bangunin kalau udah sampai,” ucap Sergio membawa kepala Crist agar menyender di bahunya yang lebar.
Crist menarik kepalanya lagi ia tak ingin dilihat sopir kantor. Dan Sergio yang paham maksudnya langsung menurunkan pembatas hingga sopir yang sedang berkendara itu tak dapat melihat apa yang terjadi di belakang, meskipun masih terdengar sampai depan sebenarnya.

Sergio membawa tubuh Crist agar bersandar kembali padanya, dan membawa tangannya agar memeluk dirinya. Biar Crist bisa beristirahat dengan nyaman karena perjalanan mereka kemungkinan masih satu jam lebih.

Sepanjang perjalanan Crist terlelap dengan begitu tenang. Sergio bahkan memperhatikan setiap detail wajah Crist dari dekat, kalau dipikir-pikir wajah Crist terlihat semakin cantik dari pertama kali mereka bertemu.
“Andaikan kamu perempuan pasti aku menikahimu, Honey,” gumam Sergio sembari memberikan usapan lembut di pipi gembil Crist agar pria itu semakin nyenyak.

Dan tanpa Sergio ketahui sebenarnya dari tadi Crist tak terlelap sepenuhnya. Ia hanya memejamkan matanya, jadi dia dengan sangat jelas dapat mendengar apa yang dikatakan oleh Sergio.

“Karena aku pria, makanya kamu seenaknya menggunakan tubuhku untuk kepuasanmu saja. Dan tak memerlukan tanggung jawab,” balas Crist dalam hati.

Memangnya apa yang ia harapkan dalam hubungan tidak jelas ini. Apalagi mereka segender, meskipun Sergio baik dengannya akhir-akhir ini. Itu tak membuat Crist serta merta percaya dengan sepenuhnya. Mana mungkin bosnya yang tampan ini mempunyai rasa dengannya, itu sebuah ketidakmungkinan yang nyata.
Apalagi mendengar ucapannya barusan itu semakin membuat Crist yakin dengan pemikirannya, kalau dirinya hanyalah seorang pemuas nafsu bagi Sergio dan tak lebih.

Akibatnya Crist juga lebih banyak diam hari ini, ia hanya menjalankan tugasnya seperti biasa. Wajahnya yang pucat semakin terlihat seperti orang sakit dengan Crist yang tak menampakkan senyuman manisnya. Padahal Sergio sempat menjahilinya, namun itu tidak berefek pada Crist yang suasanya lagi sangat buruk sekarang.

“Aku nanti  pulang ya ke rumah kakakku,” ucap Crist tiba-tiba ketika mereka saat dalam perjalanan pulang.
Sergio yang awalnya fokus dengan ipad di tangannya membaca rangkuman meeting tadi yang dibuat oleh Crist itu langsung menoleh ke samping. Ia mengerutkan dahinya heran, pasalnya hari ini bukanlah jadwal Crist untuk pulang ke rumahnya.

“Ngapain ada barang yang ketinggalan dan pengen kamu ambil? Ya udah, sekalian aja kita ambil sebelum balik ke kantor sekarang,” ucap Sergio menawarkan agar tak bolak-balik.
Crist menggelengkan kepalanya. “Nggak, tiba-tiba aku pengen ketemu aja sama dia. Minggu kemarin kan aku nggak pulang dan full nemenin kamu.”

“Besok aja deh, jangan hari ini ya.”

“Nggak bisa, aku pengennya hari ini.”

“Tapi, aku lagi pengen banget malam ini, Honey. Jangan ya, besok aja ya,” pinta Sergio memegang tangan Crist agar membatalkan keinginannya yang akan pulang hari ini.

“Ya udah, nanti aku layanin kamu dulu. Baru setelahnya aku langsung pulang.”
Dia nggak bisa menolak kan perintah Sergio dengan otaknya yang nggak jauh dari lubang. Tapi, ia juga ingin ke rumah Gian. Rasanya dia tak ingin berada di atap yang sama dengan Sergio dalam waktu dekat ini. Apalagi badannya terasa tidak enak, ia ingin istirahat dengan nyaman di tempat Gian saja. Pikirannya terlalu berisik di tempat Sergio.

“Kamu nggak capek? Jangan dong, nanti siapa yang aku peluk?”

Crist menghela nafasnya perlahan, ia yang sedari tadi tak menatap Sergio saat mengobrol kini ia menatap nya dengan senyuman setipis tisu, yang mana entah terlihat ataukah tidak di mata Sergio.
“Kan sama saja, nanti juga aku akan tetap menuruti keinginanmu. Lalu setelahnya aku baru pulang, kamu dapat yang kamu inginkan. Aku juga dapat apa yang aku inginkan. Bukankah itu adil?”

Tak ada lagi perbincangan diantara mereka, hingga mobil itu terasa begitu sunyi. Crist juga tak ambil pusing dengan Sergio yang tak mau menjawab usulan darinya. Yang terpenting dia butuh ruang sebentar untuk dirinya.
Sergio juga sebenarnya ingin menahan Crist agar tetap disampingnya, namun melihat Crist yang begitu ingin pergi darinya membuatnya memikirkan berbagai cara bagaimana nanti biar Crist tetap stay dengannya. Dan tak meninggalkan dirinya usai mereka melakukang sex.

Terdengar sangat egois memang, namun Sergio paling tidak suka ditinggalkan. Apalagi setelah mereka mencapai kepuasan bersama-sama.

Tidak sadar diri ya, padalah kala Sergio berhubungan dengan mantan-mantannya. Dia pasti akan meninggalkan mereka begitu saja. Meskipun mereka memintanya untuk tetap stay, namun Sergio akan selalu meninggalkan tanpa mau menuruti keinginan mereka.

Dan sepertinya sekarang berbalik keadaannya, dimana Sergio tak ingin ditinggalkan. Apakah ini sedikit karma atas perbuatan yang pernah ia lakukan di masa lalu?

.
.
.
.
.
.
.
.

Yuk bisa yuk pak egonya dikurangin dikit, nanti nyesel loh ☺️

WAH, BARU BERAPA JAM UDAH 200 AJA YA. GERCEP BANGET KALIAN 😭🙏
NEXT NYA SAMA AJA DEH 200 KOMEN YA, KALAU TAK TAMBAH TAKUT DI AMUK 😔

See you next chapter

The Seductive Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang