Chapter 42: Calvin

2.2K 161 154
                                    

Anak laki-laki yang berumur sekitar empat tahun itu jongkok melihat kawanan semut yang sedang melintas. Ia tak mengganggunya, namun hanya ingin melihat kemana gerangan semut-semut itu akan pergi.

“Calvin Raicth!”

Begitu ada yang memanggil namanya, anak kecil itu langsung bangkit dari jongkoknya dan melihat ke sekitar.

“Papa, aku disini.” Sembari ia melambaikan pada seseorang yang ia panggil papa.

“Astaga, kamu ngapain sembunyi dibalik pohon besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Astaga, kamu ngapain sembunyi dibalik pohon besar. Papa dari tadi mencarimu kemana-mana loh.”

Calvin menunjuk bawah dan berkata, “Avin liat semut ini pada pulang papa.” Dia lebih memang lebih suka memanggila dirinya Avin daripada Calvin karena ia belum bisa mengucapkan huruf l dengan jelas.

“Oke, lain kali kalau mau kemana gitu bilang ya sama papa. Biar papa nggak kebingungan mencarimu. Bisa sayang?”

“Siap, Pa.”

Mereka bergandengan tangan dan mengajak Calvin untuk pulang. Tak membutuhkan waktu yang lama karena daycare itu dekat dengan tempat tinggal mereka.

“Crist, akhirnya kamu pulang juga.”

“Kak Gian, kok kamu ada disini sih?”

“Iya, aku memang sedang ingin bertemu kalian. Makanya aku ke sini, kangen banget sama si kecil Calvin.”

“Hayo Uncle Ian.” Sapa Calvin dengan gigi kelincinya yang membuat Calvin terlihat begitu manis.

“Halo juga jagoan Uncle, kamu nggak nakal kan sama papa?” tanya Gian sambil merendahkan dirinya agar Calvin bisa nyaman mengobrol dengannya.

“Enggak dong.”

Crist terkekeh mendengarnya. “Dia pinter banget kok, Kak.

“Bibit unggul emang beda sih, Crist.”

“Aku bahkan tak mengingatnya lagi.”

Crist mencoba mengalihkannya agar Gian tak membicarakan seseorang yang sudah ia kubur dalam-dalam dan ingin ia lupakan sepenuhnya.

Gian jadi merasa bersalah karena sudah berbicara hal yang tak seharusnya ia ungkap ke permukaan. “Maaf Crist.”
“Nggak apa-apa, ayo masuk ke dalam Kak.”

Mereka bertiga berjalan masuk ke area pemukiman yang cukup padat. Crist sekarang tinggal di salah satu rumah yang disewakan pemiliknya. Memang tak besar namun cukup untuk ditinggali oleh Crist dan Calvin di sana. Dan cukup nyaman juga meskipun daerah sini padat penduduk.

“Kak Gian mau minum apa?”

“Nggak usahlah, aku ke sini tuh mau ngajak Calvin jalan-jalan. Boleh nggak?”

“Oh gitu, mau kemana memang?”

“Ya sekitar sini aja sih.”

“Sendirian atau sama Kak Ojum?” tanya Crist karena takutnya kalau sendirian Gian lelah dengan Calvin yang begitu banyak tingkahnya.

“Sama Ojum, tapi dia masih bersih-bersih di hotel. Jadi, bagi tugas aja deh biar sama-sama cepet selesainya.”

“Oh gitu, oke deh nggak apa-apa. Lagian aku habis ini mau nganter pesenan juga. Jadi, sekalian tolong jaga Calvin sebentar ya,” pinta Crist.

Kedatangan Gian benar-benar membuatnya terbantu. Biasanya Calvin akan ikut dengannya. Namun, ia kasian kalau harus pulang larut. Pasti dia akan mengantuk di jalan. Tapi, meninggalkan seorang diri di rumah juga bukan ide yang bagus.

“Yey, mau main keluar.” Calvin memang sangat senang jika ada yang mengajaknya main keluar karena Crist jarang mengajaknya. Untungnya Calvin bukan tipe anak yang harus dituruti semua keinginannya. Ia tak memaksa jika memang tak bisa. Padahal kalau ia minta Crist pasti akan meluangkan waktunya.

Sepeninggalnya Gian dan Calvin, Crist langsung membuat pesanan yang harus ia antar sebentar lagi. Selama beberapa tahun ini kehidupan Crist berubah, ia harus memulai hidupnya lagi dari bawah.

Setiap pagi Crist akan bekerja di sebuah hotel dekat sini sampai sore. Makanya ia menitipkan Calvin di daycare, sedangkan sore harinya sampai rumah ia membuat pesanan cookies yang akan ia antarkan malam harinya.

Hidupnya memang cukup melelahkan dan padat, namun ia suka menjalaninya. Crist melakukan ini semua demi memenuhi semua kebutuhan Calvin. Ia tak ingin putra yang ia lahirkan kekurangan.
Siapa sangka putra yang hampir ia gugurkan dulu sekarang tumbuh dengan sehat, bahkan pintar sekali selalu mengerti segala keadaannya. Menemani Crist kala kesepian, kini hidupnya lebih berwarna dan ia bebas melakukan apapun tanpa larangan. Ia bersyukur mempunyai Calvin dalam hidupnya.

Untungnya ada Gian yang menasehatinya untuk tetap mempertahankannya. Entah bagaimana jadinya kalau saat itu tak ada Gian yang mau dengan suka rela ada untuknya yang bahkan bukan siapa-siapanya.
Gian juga yang menyarankan dirinya untuk pindah agar Sergio tak dapat menemukannya.

Ia pindah ke Lugano, dan distic yang ia tinggali dekat dengan lake lugano di Kanton Ticino, Swiss. Berada di sebelah utara Italia.

Sedangkan kerjaan Crist berada di Old Town, yang mana tempat tersebut didatangi begitu banyak wisatawan. Guna menikmati ketenangan yang ada.

Terkadang kalau dirinya senggang Crist juga membuka jasa tour guide untuk turis yang ingin berkeliling namun tak tahu harus kemana jika disini. Hasilnya lumayan, namun tak tentu karena belum tentu ada yang memakai jasanya. Jadi, Crist hanya menerima kalau ada yang butuh saja.

.
.
.
.
.
.
.
.

dah brojol aja ya buntut crist 🤭

ayo spam yang banyak komennya kalau dah banyak nanti aku up 😉

see you next chapter

The Seductive Boss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang