Di sebuah apartemen kecil di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta, aku merasa tegang saat memasukkan kotak-kotak pindahanku ke dalam lift. Usiaku yang baru menginjak 27 tahun tidak mampu menyembunyikan kegelisahanku saat memikirkan awal yang baru ini karna jujur saya sebelumnya aku tidak pernah jauh dari dari keluargaku.
Aku masuk kedalam lift dengan mengangkut koper dan kotak yang berisikan barang-barangku. Di dalam lift aku bertemu dengan seorang wanita yang nampaknya seumuran denganku dan seperti baru pindah juga.
"Baru pindah?" ujar wanita itu dengan ramah padaku.
"Iya" balasku sambil tersenyum.
"Pindah dilantai berapa?" tanyanya lagi.
"Lantai 21" balasku.
"Oh sama! Gue juga di lantai 21, btw salam kenal ya gue Alexa" ujarnya sambil menjulurkan tangan kanannya dengan tangan kiri yang masih menahan kotak berisikan barangnya dibantu dengan pinggangnya sebagai tumpuan.
"Anna" balasku sambil menjulurkan tanganku membalas jabatan tangannya.
Kemudian kami sampai di lantai 21 dan keluar lift, dengan langkah yang berat, aku keluar dari lift menuju lorong apartemen baruku, di mana pintu-pintu dengan nomor-nomor apartemen yang berjejer menunggu untuk memberikan sambutan.
Saat aku berjalan menuju pintu apartemenku yang baru, Aku tidak bisa tidak memperhatikan sosok pria bule dengan mata birunya yang mencolok berdiri di depan pintu apartemen nomor 12. Pria tinggi, berwajah tampan, dan rambut kelabu yang tersisir rapih, umurnya tampak awal 40an memperhatikanku dan Alexa yang menuju pintu kami masing-masing dengan tatapan yang penuh misteri, membuat detak jantungku semakin cepat berdetak.
Tanpa sadar, aku tersenyum kecil padanya sebelum masuk ke dalam apartemenku, dia membalas senyum kecil dan masuk ke dalam apartemennya.
•
•
•
•
Aku mengeluarkan satu per satu barangku dari kardus dan menyusun ke atas lemari.Kemudian ponselku berdering ternyata itu panggilan video dari orang tuaku.
"Halo nak, gimana tempat tinggal baru kamu?" ujar Papaku dari layar ponselku.
"Kira-kira kamu betah gak? airnya bagus gak? lingkungannya gimana?" tambah mamaku dengan suara khawatir.
"Gak mungkin lah Tom rekomendasiin tempat yang buruk buat Anna" tambah Papaku.
"Tom? Tom siapa Pa?" tanyaku
"Om Tom, sahabat papa, yang tinggal di amrik" balas Papaku.
"Sahabat papa? Kok aku gak pernah tau ya?" heranku
"Kamu aja paling yang lupa sama om Tom, waktu kamu TK dia pernah jemput kamu dari TK, terus dia stay di amrik ga balik-balik" balas papa.
"Oh...." Jawabku.
Ntahlah aku tidak mengingat apapun tentang sahabat papa, aku menyewa unit ini atas saran papa karna dekat dengan lokasi kantor baruku, ternyata rekomendasi apartemen ini didapat papa dari sahabatnya.
Kemudian orang tuaku mematikan panggilan video kami, setelah beberapa menit menanyakan suasana dan memintaku untuk terus berhari-hati selama di Jakarta.
Aku melanjutkan membersihkan ruang apartemenku dan menyusun barang-barangku lainnya. Tumpukan kotak-kotak yang awalnya memenuhi ruang tamu mulai berkurang satu per satu. Aku menemukan banyak barang yang sudah lama tak kulihat. Buku-buku favoritku, foto-foto masa lalu, dan beberapa kenang-kenangan dari teman-teman.
Saat sedang membersihkan dapur, aku menemukan kotak kecil berisi alat-alat masak yang dulu kubeli tapi belum pernah kupakai.
"Hmm, sepertinya aku harus mulai belajar masak," gumamku sambil tersenyum.
Kemudian aku teringat bahwa aku belum belanja bahan makanan. Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada kulkas kosong, pikirku.
Aku memutuskan untuk keluar sebentar ke supermarket terdekat. Jalanan Jakarta yang padat dengan lalu lintas dan keramaian orang membuatku tersenyum. Ada sesuatu yang nyaman tentang kota ini, meski sering kali terasa kacau.
Di supermarket, aku mulai memasukkan barang-barang ke keranjang, sayuran segar, buah-buahan, dan beberapa camilan favoritku. Sambil mendorong keranjang.
Setelah belanja selesai, aku kembali ke apartemenku. Sambil menata barang-barang di dapur, aku merasa ada sesuatu yang hilang. Mungkin, pikirku, aku perlu lebih banyak berinteraksi dengan tetangga lain.
Dengan tekad baru, aku memutuskan untuk membuat kue sebagai salam kenal bagi tetangga-tetangga di gedung apartemen ini. Lagipula, siapa yang bisa menolak kue buatanku? Batinku dengan memasang wajah sombong.
Aku memegang beberapa bahan yang kuperlukan untuk membuat kue, namun belum beberapa menit aku bertekad, rupanya rasa malasku lebih besar dan aku memutuskan untuk berbaring di kasurku terlebih dahulu sampai niat membuat kue untuk tetangga-tetanggaku muncul kembali. Dengan tubuh yang lelah, aku cepat sekali tertidur.
Ketika terbangun, aku terkejut melihat jam di dinding. Pukul 7:30 pagi! Aku langsung duduk tegak di tempat tidur, menyadari bahwa hari ini adalah hari pertamaku di kantor baru.
"Aduh, aku terlambat!" seruku sambil bergegas keluar dari tempat tidur.
Aku cepat-cepat mencuci muka, menyikat gigi, dan berpakaian. Pilihan baju hari ini jatuh pada blus putih dan rok hitam, tampilan yang sederhana namun profesional. Sambil mengikat rambut, aku melihat jam lagi. Pukul 7:45. Waktu semakin mepet.
Setelah mengambil tas kerja, aku bergegas keluar dari apartemen. Lobi gedung apartemen terlihat sepi pagi itu. Aku buru-buru melangkah ke arah pintu keluar, berharap tidak ada halangan yang membuatku semakin terlambat.
Di luar, aku langsung memanggil ojek online dan menunggu dengan gelisah. Tidak lama kemudian, ojek datang dan aku segera naik.
"Ke kantor di Sudirman, ya, Pak. Cepat, saya sudah terlambat," kataku.
Perjalanan ke kantor terasa seperti ujian kesabaran. Jalanan Jakarta yang padat dengan kendaraan membuatku cemas, takut akan sampai terlambat di hari pertama.
Kemudian aku tiba di Kantor baruku. "Ya, Anna you can do this" ujarku diiringi dengan nafas yang panjang.
Aku memasuki gedung Kantor, dan disambut oleh resepsionis yang ramah, kemudian diantar ke ruanganku.
"Halo, welcome to the team" ujar salah satu karyawan yang menyalamiku.
Teman-teman baru dan atasan yang tampak menyenangkan membuatku merasa lebih tenang. Meskipun awalnya sedikit kacau, hari pertama di kantor baruku ternyata cukup menyenangkan.
Aku tersenyum di mejaku menyadari aku menjalani hari pertamaku dengan lancar, pikiranku melayang kembali ke apartemen. Aku tersenyum kecil, mengingat niatku membuat kue yang belum terlaksana. Mungkin nanti sepulang kerja, aku akan mencoba lagi. Kali ini, semoga tanpa gangguan rasa malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Sam
RomanceAnna Wijaya, seorang wanita berusia 27 tahun yang ceria dan bersemangat, baru saja pindah ke sebuah apartemen di Jakarta. Di seberang lorong, tinggal tetangga barunya yang misterius, yang dikenal sebagai Samuel Hennessy. awalnya, Anna hanya mengangg...