Derish mengambil langkah lebih dekat, membuat Tatjana membuka kedua kakinya. Kini, tubuh Derish berada di antara kedua kakinya dan pria itu mengungkung tubuh Tatjana dengan kedua tangannya. Jarak mereka begitu dekat, hingga mereka bisa merasakan hembusan napas masing-masing.
Setelah itu, entah siapa yang memulainya, bibir mereka sudah saling berpangutan. Ciuman mereka terasa sangat lembut, membuat Tatjana memejamkan matanya dan membiarkan Derish lebih banyak menguasainya.
Ia memang akan selalu melakukan hal itu. Ia akan diam dan membiarkan lawannya untuk lebih banyak mengambil alih. Ia menunggu hingga ada sedikit percikan yang mendorongnya untuk membalas ciuman itu. Akan tetapi, selama ini, tidak ada satu pun pria yang berhasil membuatnya mau membalas ciuman mereka.
Anehnya, sejak bibir mereka bertemu, ada gejolak aneh di dalam diri Tatjana. Tubuhnya merasa ribuan kali lebih sensitif dan menginginkan Derish untuk menyentuh setiap permukaan kulitnya.
Tanpa sadar, dengan mudahnya ia membalas ciuman itu. Ia membalas gigitan kecil pada bibir Derish. Ciuman yang tadinya terasa begitu lembut kini berubah menjadi ciuman yang menuntut. Mereka berdua menuntut untuk saling memuaskan. Derish menarik tengkuk Tatjana untuk memperdalam ciumannya.
Derish mengisap bibir wanita itu, membuat Tatjana mengerang.
Sementara Tatjana pun menenggelamkan tangannya pada rambut lebat pria itu. Bibir mereka saling menuntut, namun bergerak dengan seirama. Tatjana tidak pernah merasa menginginkan sebuah ciuman seperti ini. Ia bahkan berharap agar dirinya memiliki kemampuan untuk tidak perlu bernapas. Ia tidak ingin melepaskan pangutan mereka, hingga akhirnya, Derish lah yang pertama kali melepaskan ciuman itu.
"Bernapas, Ta," kata Derish sambil meletakkan kepalanya di bahu wanita itu. "Demi Tuhan aku tidak ingin menghentikan ciuman ini, tapi aku tidak mau kita sama-sama mati karena kehabisan napas."
Ucapan Derish membuat Tatjana tertawa. Ia mengangkat kepala Derish dengan kedua tangannya, dan mereka saling tatap. Tidak. Keputusan bodoh. Karena sekarang, ia ingin kembali mencium bibir pria itu.
Derish ikut tertawa. Lalu, setelah mereka sama-sama bisa bernapas dengan baik, Derish kembali mendekatkan wajah mereka dan Tatjana menerima ciuma itu dengan gembira, seperti seorang anak kecil yang diberikan permen.
"Walah dalah!" teriak Elijah yang terdengar begitu nyaring di ruangan apartemen yang cukup besar itu.
Elijah baru saja kembali dari supermarket sambil membawa daging segar yang diminta oleh Derish. Namun, ia tidak menyangka kalau dirinya akan melihat sesuatu yang tidak masuk akal seperti ini. Dengan cepat, kepalanya menghitung ada berapa banyak pelanggaran yang sudah dibuat oleh Yang Mulia-nya ini.
Menggendong seorang wanita, membawa wanita itu apartemennya, membiarkan wanita itu memakai kamarnya, bersikap biasa saja padahal sudah melakukan tiga kesalahan, dan mencium wanita tersebut!
"Yang Mulia.. maaf, kulo.." kata Elijah terbata-bata. Astaga.. mengapa dirinya minta maaf padahal seharusnya Derish lah yang merasa bersalah? Lalu, ia menambahkan, "Anu.. Yang Mulia harus mematikan kompor.."
Derish menyadari kalau dirinya meninggalkan kompor dengan keadaan yang menyala. "Tolong belikan daging sapi lagi, Elijah."
Mata Elijah melotot. "Ini Kulo sudah belikan daging sapinya, Yang Mulia."
"Belikan lagi, di supermarket paling jauh yang bisa kamu temui dari apartemen ini, Elijah! Ini adalah perintah!" kata Derish dengan nada yang tidak bisa dibantah lagi.
Elijah seharusnya melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Derish. Namun, perasaannya terbelah bagi. Dirinya tidak ingin meninggalkan Yang Mulia-nya bersama dengan wanita asing lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/369580893-288-k491727.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Stars
RomanceBuku ketiga dari seri The Perfect Bouquet Disclaimer: Kerajaan, adat dan semua yang ada di dalam cerita ini murni hanyalah imajinasi dari penulis dan tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. φ Setelah terjaga dari tidur panjangnya, Tatjana sama...