Sudah lebih dari satu minggu Tatjana menyandang status sebagai seorang istri dari raja di kerajaan ini. Selama itu pula, ia merasa kalau hidupnya tidak semulus sebelumnya. Ia juga tidak berjumpa dengan kelima kakaknya—tentu saja mereka memiliki kesibukan lain—namun ia cukup merindukan ibunya sekarang.
Ia tahu kalau hubungannya dengan sang ibu tidak sedekat Derish dan Araya. Namun, ibunya selalu menjadi orang yang paling tahu tentang dirinya. Ibunya memang sangat sibuk, tapi Nataline selalu memperhatikannya.
Kemudian, ia tinggal di sini. Dengan berbagai kesibukan dan situasi yang harus ia hadapi, dimana ibunya tidak bisa lagi ikut andil dalam setiap langkahnya. Tiba-tiba saja ia merasa kalau semua perhatian yang diberikan oleh ibunya sangat berarti.
Lalu ketika tiba-tiba saja, ketika dirinya sedang berjalan di kebun mawar kerajaan ini, seorang pelayan berlari ke arahnya sambil berkata, "Maafkan kulo, Yang Mulia Ratu. Tapi Yang Mulia memiliki seorang tamu."
"Aku tidak mengundang siapa-siapa," jawab Tatjana.
Pelayan itu tersenyum. "Ibunda Yang Mulia lah yang datang—"
Sebelum pelayan itu menyelesaikan kata-katanya, Tatjana sudah berjalan dengan cepat untuk menuju ke Kedhaton Utama. Ibunya pasti berada di sana. Ia berjalan cepat dengan tidak sabar, karena tahu kalau dirinya tidak diperbolehken untuk berlari.
Dirinya berjalan cepat, tersandung-sandung kakinya sendiri namun merasa sangat bersemangat. Ia bahkan tidak memikirkan kemungkinan bahwa dirinya bisa naik kereta kuda dan duduk dengan nyaman di sana.
Tidak. Ia tidak akan menaiki kereta kuda. Ia akan mati jika harus duduk tanpa melakukan apapun di dalam sana.
"Yu.." panggil Wahyuni.
Tatjana berhasil membujuk—bukan—mengancam Wahyuni untuk memanggilnya Raden Ayu saja. Ia mengancam tidak akan makan apa-apa jika Wahyuni tidak mengikuti keinginannya.
"Yu.. Kita bisa menaiki kereta kuda," kata Wahyuni yang tertinggal beberapa meter di belakangnya. "Masih sangat jauh untuk mencapai Kedhaton Utama."
"Kuda tidak akan secepat langkahku," jawab Tatjana.
Namun sekarang ia mulai merasa kelelahan. sangat lelah, karena perutnya dipakaikan korset yang sangat ketat sehingga membuatnya sedikit kesulitan untuk bernapas.
Meskipun begitu, ia tetap memaksakan kakinya.
Wahyuni kembali bicara, "Kulo mohon, Yu. Berhenti sebentar.."
Lalu, Tatjana berhenti. Ia berhenti bukan karena permintaan Wahyuni. Tapi karena paru-parunya terasa terbakar. Keringat mulai bercucuran dari balik anak rambutnya, membuatnya menyeka wajah dengan punggung tangan.
"Raden Ayu bisa pingsan jika memaksakan diri untuk berjalan dengan cepat seperti ini," kata Wahyuni.
"Perlu waktu untuk menunggu kereta kuda sampai," kata Tatjana.
Wahyuni baru saja akan menjawab. Namun, mereka mendengar derap langkah kaki kuda yang semakin mendekati mereka. Ia tersenyum, "Sang Raja sepertinya akan menjemput Raden Ayu."
Tatjana menatap ke arah suara dan menyipitkan matanya. Benar saja, Derish sedang menunggangi kuda dengan pakaiannya. Sangat terlihat.. Gagah. Namun, ia tidak akan mengakui hal itu karena ia masih sangat marah dengan pria itu.
Sesaat sebelum Derish mencapai mereka, Tatjana merasakan semilir angin menerpa wajahnya dengan sangat lembut. Kamu bahagia dengan kedatangan Derish? tanya Tatjana di dalam hatinya.
"Mama datang," kata Derish.
"Aku tahu."
"Aku akan membawa kamu ke Kedhaton Utama," kata Derish lagi, dengan senyuman cerahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Stars
RomanceBuku ketiga dari seri The Perfect Bouquet Disclaimer: Kerajaan, adat dan semua yang ada di dalam cerita ini murni hanyalah imajinasi dari penulis dan tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. φ Setelah terjaga dari tidur panjangnya, Tatjana sama...