BAB 7

246 36 0
                                    

"Jadi.." kata Tatjana kepada kelima kakaknya yang masih saja terlihat sangat kesal.

Ketika tahu kalau lima orang pria barbar yang dimaksudkan oleh Elijah adalah kelima kakaknya, ia langsung berdiri dan mendorong mereka semua keluar dan membawa mereka untuk pulang ke apartemennya. Karena, ia tahu kalau dirinya tidak segera membawa mereka pergi, Derish pasti sudah habis dihajar oleh kakak-kakaknya.

"Jadi, Fred—" kata Tatjana menatap kakak tertuanya, yang sangat sibuk dengan perusahaan keluarga mereka. "Kamu terbang dari Swiss, meninggalkan Elissa yang sedang mengandung bayi kembar kalian?"

Kemudian, karena Frederick hanya diam, ia menatap Jonathan. "Kamu juga terbang dari Perancis dan meninggalkan perusahaan farmasi yang Papa percayakan untuk kamu. Kamu juga meninggalkan Roseanne yang jauh-jauh kamu kejar ke sana?"

"Nathaniel, kamu meninggalkan my little Ivy hanya setelah dia.. kehilangan ibunya?" tanya Tatjana pada Nathaniel, kakaknya baru saja ditinggalkan oleh Amira kekasihnya, setelah dia melahirkan putri cantik mereka.

"Kamu, Emmett.. aku.. enggak tahu kalau kamu mempunyai cukup banyak waktu untuk menelepon mereka semua dan membuat mereka datang."

Terakhir, ia menatap Matthew. "Kamu akan meninggalkan semua pasien kamu di Korea Selatan,  terutama Ji Eun yang hanya mau berjuang demi kamu?"

Ditatapnya lagi kelima kakaknya ini. Ia tahu kalau kakak-kakaknya marah. Namun, ia harus menegaskan kalau dirinya lebih marah di sini. Ia harus bersikap lebih marah supaya mereka semua mengerti, bahwa datang kemari demi dirinya dan meninggalkan orang-orang yang mereka cintai bukanlah hal yang ia harap untuk mereka lakukan.

"Siapa yang memulai semua ini?" tanya Tatjana pada akhirnya.

"Siapa yang tidak khawatir waktu dia kembali, dia tidak menemukan adiknya? Kebetulan aku memiliki banyak teman di imigrasi. Jadi aku meminta mereka melacak apakah kamu sudah keluar dari Amerika dan memulai cerita kamu di New Zealand. Tapi, aku justru mendapatkan laporan, sebuah nama yang seharusnya tidak berada di negara dimana kamu berada," kata Emmett dengan nada yang tidak ingin dipersalahkan.

"Tentu saja aku menelepon mereka semua, saat itu juga. Mereka langsung menuju ke sini. Satu per satu tiba dan kami semua menunggu Matthew yang tentu saja memiliki waktu penerbangan paling lama karena dia harus menyelesaikan operasi dan terbang dari Seoul," tambah Emmett lagi.

Tatjana mendesah pelan. "Mengapa kalian yang sangat sibuk—bahkan enggak bisa pulang ketika Nenek ulang tahun di Jakarta—memutuskan untuk ke sini?"

Frederic, kakak tertua mereka semua dan yang paling arogan di antara mereka semua pun menjawab, "Karena kami harus melindungi adik kami dari pria itu!"

"Dia sudah membuat kamu menderita..." kata Nathaniel.

Matthew mengangguk dan menimpali, "Entah apa yang mereka lakukan sampai membuat kamu melupakan semuanya, yang bahkan tidak bisa aku buktikan dengan ilmu medis yang kumiliki."

"Aku akan menghajarnya pada kesempatan pertama," kata Jonathan.

"Aku tidak bisa melakukan apapun ketika semua saudara kamu menginginkan hal ini," kata Emmett.

"Guys!" teriak Tatjana sambil mengangkat kedua tangannya, membuat mereka semua kembali terdiam. "Pertama, aku sama sekali enggak mengerti, adik mana yang kalian bicarakan."

Kelima pasang mata itu menatap Tatjana dengan tatapan tajam.

"Okay. Kalau aku lah yang kalian bicarakan, dengarkan aku baik-baik. Aku enggak berharap kalian akan datang ke New York dan meninggalkan semua kesibukan kalian, meninggalkan orang-orang yang kalian cintai. Aku bukan lagi anak kecil yang perlu perhatian kalian. Asal kalian tahu, aku sudah dua puluh lima tahun. Aku sudah sangat dewasa," kata Tatjana.

"Dan juga.. tentang pria itu.. I take my own risk. Aku sudah memutuskan kalau aku akan menerima resiko apapun ketika bersama dengannya."

Tatapan lima orang itu semakin tajam, jelas di antara merek semua, tidak ada satupun yang mendukung apa yang sudah ia katakan.

Tatjana menghembuskan napasnya kesal. "Emmett, aku akan mengatakan sebuah naked truth. Aku sudah mencium sangat banyak pria selama aku tinggal di New York, di bawah pengawasan kamu."

"Apa?!" tanya Emmett yang terlihat tidak ingin percaya dengan apa yang baru saja ia katakan. Selama ini, Emmett selalu menjaganya. Setidaknya, itulah yang pria itu pikirkan.

"Ya. Aku sudah mencium sangat banyak pria. Karena aku mau merasakan cinta seperti yang kalian semua rasakan. Kalian berlima membuat aku mau merasakan cinta. Tapi aku sama sekali enggak merasakan apapun ketika mencium mereka semua. Lalu aku bertemu dengan pria itu. Pria asing yang selalu mengejarku, pria asing yang sangat kalian tidak suka."

Jonathan berkata, "jangan katakan kalau kamu akan mencoba dengan pria itu, Ruby."

"I take my own risk, Jo," jawab Tatjana. "Aku enggak akan kenapa-kenapa. Aku hanya mencobanya, dan aku yakin kalau rasanya pasti akan sama dengan pria-pria lainnya. Aku akan mencobanya, supaya aku bisa meninggalkannya dan menganggapnya tidak lebih dari pria-pria lain yang pernah aku cium."

***

Tidak lama setelah kepulangan Tatjana dengan kelima saudaranya, Derish mendapatkan sebuah panggilan telepon dari Kadhaton yang menyatakan kalau ada beberapa masalah internal yang harus ia sendiri selesaikan. Mau tak mau, dirinya dan Elijah harus kembali ke Balwanadanawa secepatnya untuk mengurus semua itu.

"Maafkan kulo, Yang Mulia. Kulo sama sekali tidak bermaksud mengingkari janji Kulo.." kata Elijah entah untuk yang ke berapa kalinya.

Derish sama sekali tidak marah dengan Elijah. Ia hanya diam karena sedang berpikir untuk jalan keluar dari permasalahan internal yang baru saja dilaporkan.

"Aku tidak marah dan akan sangat berterima kasih kalau kamu diam sampai kita riba di Kedhaton, Elijah."

Mendengar itu, Elijah langsung diam dan tidak mengatakan apapun lagi. Sementara Derish bersandar ke sandaran kursi penumpang mobil yang sedang ia kendarai, yang akan mengantarnya ke bandara.

Ada banyak sekali hal yang mengganggu pikirannya. Salah satunya adalah tentang pembicaraannya dengan Tatjana. Ia tidak tahu reaksi apa yang akan dikatakan wanita itu setelah mendengar penjelasannya. Ia juga tidak memiliki nomor telepon wanita itu. Dipejamkannya matanya, berharap dengan begitu, dirinya bisa sedikit menenangkan pikirannya.

Ia sangat ingin mencari wanita itu. Namun, urusannya di Balwanadanawa benar-benar tidak bisa menunggunya.

Pada saat itu, ponselnya berbunyi dan ada sebuah panggilan telepon dari ibunya. Derish menarik dan menghembuskan napas dan menerima panggilan telepon itu. "Ibu?"

"Le.. kamu sudah akan kembali?" tanya Araya. "Ibu sangat berharap kalau kamu bisa menghabiskan lebih banyak waktu di sana, di tambah lagi ketika kamu sudah menemukan Tatjana.."

"Kulo sudah bicara dengannya, Ibu," jawab Derish. "Setelah menyelesaikan permasalah di Kadhaton, kulo akan kembali menemuinya."

"Maaf karena kamu lagi-lagi harus mengorbankan perasaanmu untuk kadhaton, Le. Maafkan Ibu karena sudah membawamu pada tanggung jawab sebesar ini.."

Sudah sejak lama Derish tidak lagi menyalahkan siapapun atas semua beban yang harus ia tanggung sendiri ini. "Ibu tidak bersalah, Bu. Kulo justru bersyukur karena sudah terlahir dari rahim Ibu."

"Ibu yang lebih bersyukur karena kamu lag putra ibu. Hati-hati di jalan, Derish. Dari sini, ibu akan mendoakan kamu dan Tatjana. Kalian tidak akan kemana-mana. Waktu saja yang pasti akan mempertemukan kalian."

Bersambung

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang