BAB 35

294 37 0
                                        

Ningsih merasa kalau Tuhan masih menginginkannya untuk tetap hidup adalah karena ia harus meluruskan semua yang ada di kedhaton ini. Akan tetapi, untuk masalab Derish, ia tidak tahu bagaimana harus meluruskan semuanya. Hidup cucunya itu sangat menderita. Sejak lahir, ia harus memanggil orang lain sebagai ibunya dan tinggal jaug dari ibu kandungnya. Setelah itu, ia harus mengambil tanggung jawab ssbagai seorang pangeran. Setelah itu, ia harus melihat wanita yang ia cintai dalam keadaan vegetatif untuk beberapa waktu.

Lalu, ketika wanita yang ia cintai membuka mata, wanita itu justru kehilangan ingatannya. Derish harus mengejar wanita yang ia cintai selama empat tahun dan ketika akhirnya mereka menikah, mereka harus terpisah lagi.

Ningsih tidak mengerti harus menarik benang kusut itu dari mana, supaya Derish tidak lagi terlilit penderitaan ini. Ia sama sekali tidak memiliki jawaban.

"Ibu rasa.." kata Ningsih sambil menyeka air matanya.

Araya yang berkunjung ke Payon Omah mertuanya itu menggenggam tangan Ningsih dan juga menghapus air matanya sendiri. Ningsih jatuh sakit ketika mendengar berita kemungkinan Tatjana mengalami keguguran dan mereka kehilangan kabar tentang Tatjana.

"Ibu rasa, langit sudah memberikan petunjuk kepada Ibu. Tapi Ibu terlambat menyadarinya," kata Ningsih sambil menatap Araya. "Beberapa Minggu lalu, Joko bercerita tentang dirinya yang bermimpi. Mimpi yang jika ditelaah lagi sekarang, adalah pertanda dari langit tentang calon pangeran."

Ia ingat mimpi cahaya putih yang diceritakan oleh Joko. Seharusnya ia tahu dan bisa mencegah semua ini.

"Bu.. Ndak perlu menyalahkan diri Ibu sendiri. Semuanya di luar kendali kita," jawab Araya.

Ia merasa dadanya sangat sesak melihat keadaan Ningsih yang seperti sekarang. Mertuanya sampai jatuh sakit karena menyalahkan dirinya sendiri. Ujung lidahnya sudah sangat ingin bicara dan mengatakan yang sebenarnya, bahwa ini semua ada hubungannya dengan Sekar.

Akan tetapi, ia tidak bisa menceritakan hal ini. Ia tidak memiliki bukti kuat. Dirinya bisa dihukum jika membicarakan sesuatu tanpa adanya bukti.

"Ibu sangat bersedih melihat penderitaan sang raja yang tidak kunjung habis, Araya.."

Araya kembali menjatuhkan air matanya. Ia tahu betul bagaimana Derish tidak bisa menikmati hidupnya sendiri, bahkan tidak bisa bernapas dengan lega karena cobaaan demi cobaan terus saja menghampirinya.

"Sekarang Derish sedang melakukan rapat dengan perangkat internal kedhaton, Bu. Derish sedang dipertanyakan karena membiarkan Tatjana keluar dari kedhaton dengan keadaan calon pangeran yang tidak diketahui keadaannya. Entah apa yang akan Derish lakukan, karena sebelum dia pergi ke rapat itu, Kulo sudah menemuinya dan dia bersikeras untuk membiarkan Tatjana bersama dengan keluarganya di Jakarta," jelas Araya.

"Kita hanya bisa berdoa supaya Tatjana dan bayinya selamat. Dan juga berdoa supaya mereka bisa hidup bersama lagi, tanpa gangguan apapun," bisik Ningsih sambil sekali lagi menghapus air matanya.

***

"Derish," panggil Sekar setelah semua perangkat kedhaton meninggalkan tempat pertemuan itu.

Derish mengangkat kepalanya karena sedari tadi, ia membaca beberapa berkas yang tidak bisa ia abaikan meskipun suasana sedang kacau seperti ini.

"Mengapa kamu tetap membiarkan Tatjana berada di rumah keluarganya? Kamu membuat resah para kerabat kerajaan.. para istri dari keluarga kerajaan yang harus tinggal di kedhaton mulai bertanya-tanya apakah mereka bisa sesekali pulang ke rumah mereka," kata Sekar lagi.

"...."

"Bukankah lebih baik kalau Tatjana berada di kedhaton? Ada sangat banyak orang yajy akan menjaganya di sini," kata Sekar lagi, Karena Derish hanya diam. "Kedhaton ini memerlukan Tatjana sebagaj ratunya. Dan jika masih hidup, bayi di dalam kandungannya juta harus tahu kedhaton yang akan dia pimpin nanti."

"Kulo akan membiarkan Tatjana berada di Jakarta sebelum Kulo yakin kedhaton ini aman untuknya," kata Derish.

Dalam diamnya, ia mengatur napas karena dirinya masih memiliki setitik rasa hormat kepada ibu tirinya itu. Ada banyak sekali penyangkalan di dalam kepalanya. Sebelum dirinya benar-benar memastikan semuanya, ia masih akan menghormati Sekar.

"Tidak ada tempat yang lebih aman untuknya, selain kedhaton ini.."

"Selama ini, Kulo juga berpikir seperti itu. Tapi ternyata semuanya salah, Bu. Tempat ini tidak begitu aman karena ada beberapa orang yang memiliki kepentingan, yang bertentangan dengan apa yang terjadi sekarang," jawab Derish.

Seketika, wajah Sekar berubah. Derish yang melihat hal itu pun mulai perlahan mendapatkan jawaban dari semua yang ada di kepalanya. Sekar terlihat resah sekarang, seolah takut kalau Derish mengetahui sesuatu.

"Apa maksudmu?" tanya Sekar yang berusaha menutupi raut takutnya.

"Tidak ada apa-apa, Bu. Maaf tapi Kulo harus melanjutkan pekerjaan ini. Kulo sangat ingin bicara lebih banyak, tapi saat ini Kulo sedang sangat sibuk."

Sekar menatap Derish dan masih mengusahakan wajahnya supaya terlihat biasa saja. Kemudian, ia membalikkan tubuhnya untuk pergi.

Derish menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dan menghela napas panjang. Ia sangat merindukan Tatjana, juga bayi mereka yang belum ia sapa. Hatinya terasa sangat berat dan juga semuanya terasa hampa.

Baru di saat seperti ini, ia menyesali waktu yang pernah ia sia-siakan dengan mendiamkan Tatjana. Jika saja waktu itu ia mengajak Tatjana bicara dan mendengarkan wanita yang sangat ia cintai itu.

Derish memejamkan mata dan menghela napas, menyesali semuanya.

"Yang Mulia?" panggil seseorang yang Derish yakin adalah Elijah.

"Ya.." jawab Derish sambil membuka matanya.

"Maaf tapi Kulo ingin mengingatkan kalau kita akan pergi ke pabrik teh untuk melakukan kunjungan rutin. Apakah Yang Mulia ingin merubah jadwalnya, jika Yang Mulia merasa tidak enak badan hari ini?" tanya Elijah.

Derish kembali memejamkan matanya, namun satu detik kemudian, ia membukanya lagi karena tahu kalau ia tidak bisa merubah jadwalnya. Jika ia membatalkan kunjungan hari ini, maka sekretarisnya harus merubah jadwalnya hingga enam bulan ke depan.

"Aku baik-baik saja. Ayo kita pergi," jawab Derish sambil berdiri.

Bagaimanapun keadaannya sekarang, ia harus mengesampingkan semua itu. Ia adalah seorang pemimpin di wilayahnya. Rakyatnya bergantung dengan ketekunannya.

Namun, ia berharap kalau tuhan lebih cepat menyatukan dirinya dengan Tatjana lagi. Dengan begitu, ia bisa meminta maaf dan membetulkan semua kesalahan-kesalahannya kepada wanita yang sangat ia cintai itu.

Ia sangat mencintai Tatjana Ruby Adiwignyarga.

Bersambung

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang