Satu bulan kemudian, semuanya terjadi begitu saja. Pernikahan kerjaan antara Derish dan Tatjana benar-benar terjadi dan membawa banyak sukacita bagi penduduk di Balwanadanawa. Pernikahan itu membawa sangat banyak kebahagiaan.
Akan tetapi, sepertinya pernikahan itu hanya bisa dirasakan oleh orang lain, selain Derish dan Tatjana. Sejak Tatjana memutuskan untuk menerima pernikahan ini--yang tentu saja sebenarnya ia tidak memiliki pilihan lain--Derish berhenti bicara kepadanya.
Beberapa kali Tatjana mencoba untuk mendatangi Derish, namun hasilnya nihil. Derish selalu memiliki cara, dengan semua kuasa yang ia miliki untuk pergi menjauh darinya. Hingga pada akhirnya, Tatjana memutuskan untuk diam juga.
Mereka bahkan saling menatap hanya ketika prosesi pernikahan berlangsung, dan berinteraksi ketika mereka harus saling menyuapi dan memberikan air minum. Setelah itu, mereka kembali diam.
"Yang Mulia Ratu," panggil Wahyuni ketika Tatjana menghela napas entah untuk yang ke berapa ratus kalinya.
"Wahyuni," panggil Tatjana yang sekali lagi diiringi oleh helaan napas. "Kamu bisa memanggil namaku saja. Atau Ajeng Tatjana saja."
Wahyuni menundukkan kepalanya. "Maafkan kulo, Yang Mulia. Kulo tidak bisa lagi melakukannya."
Sekali lagi, Tatjana menghela napasnya. Ditatapnya kamar asing yang sekarang sudah menjadi kamarnya. Ia tidak tahu kalau dirinya akan berpindah dari Payon Omah Dhami ke Payon Omah Utama ini.
"Kulo akan membantu Yang Mulia untuk melepaskan semua pakaian, mandi dan juga bersiap untuk bertemu dengan Yang Mulia Raja," kata Wahyuni.
"Dia akan berada di satu kamar denganku?" tanya Tatjana cepat.
Sangat cepat hingga satu detik kemudian, ia merasa lelah dengan dirinya. Sekarang, ia merasa kesal karena masih ada antusiasme dalam dirinya ketika dirinya memiliki kemungkinan untuk bertemu pria itu.
"Yang Mulia Raja memiliki kamarnya sendiri, dan akan datang ke kamar ini, ketika sudah saatnya untuk.. melakukannya," kata Wahyuni, berusaha untuk menjelaskan dengan baik, tanpa melewati batasannya.
Tatjana lalu berdiri dan mengisyaratkan kepada Wahyuni untuk membantunya melepaskan semua atribut yang tidak ia mengerti dari atas kepala hingga ke ujung kakinya.
Perlu beberapa waktu bagi Wahyuni dan Tatjana untuk melepaskan semua yang ada di tubuh Tatjana. Lalu, ketika Tatjana merendam tubuhnya pada air yang sudah diberikan aroma yang menenangkan, Tatjana merasa tubuhnya lebih baik.
Tentu saja ia merasa lelah setela menjalani serangkaian prosesi sebelum pernikahan, hingga ia dan Derish akhirnya resmi menikah hari ini.
Setelah menghabiskan hampir satu jam membersihkan diri, Tatjana akhirnya mengenakan pakaian dan membiarkan Wahyuni untuk menyisir rambutnya yang sudah panjang. Ia bahkan tidak menyadari kalau sekarang rambutnya sudah mencapai pinggang.
"Kulo akan meninggalkan Yang Mulia Ratu sekarang, karena Yang Mulia Raja pasti sedang menuju ke sini sekarang," kata Wahyuni setelah ia menyelesaikan tugasnya.
Wahyuni membereskan perlengkapan yang tidak diperlukan dan menatap Tatjana sekilas, untuk memastikan kalau sang ratu sudah siap untuk melewati malam ini bersama dengan sang raja.
"Bisa kamu menemaniku aja?" tanya Tatjana.
Ia mencintai istana Balwanadanawa. Ia juga merasa sangat nyaman ketika tinggal di Payon Omah Dhami. Namun, Payon Omah Utama sangat asing baginya. Ia tidak ingin tinggal sendirian di tempat yang belum pernah ia kenali.
"Kulo tidak diperkenankan untuk tinggal lebih lama, ketika Yang Mulia Raja akan berada di sini, Yang Mulia. Maafkan kulo," kata Wahyuni lagi.
Tatjana benar-benar tidak ingin Wahyuni pergi. Namun, ia tahu kalau apapun yang Wahyuni lakukan pasti sudah sesuai dengan peraturan yang ada di istana ini. Wahyuni pasti sudah menemaninya jika dayang itu boleh melakukannya.
Maka, ia membiarkan Wahyuni untuk meninggalkannya. Dan disinilah dirinya sekarang, duduk sendirian, menunggu.
Satu-sautnya hal yang tidak ia sukai di dunia ini adalah menunggu. Ia tidak suka merasakan detik yang bergulir lambat. Ia tidak suka perasaan gundah ketika menunggu. Ia membenci semua orang yang membuatnya menunggu.
Tatjana menundukkan kepala dan menatap dua cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin yang sudah mengikat dirinya, hidupnya dan juga masa depannya. Perlahan, ia mulai merasa sesak. Perasaan yang tidak ingin ia rasakan. Karena, ini adalah pilihannya.
Ia yang memilih untuk menikah dan tidak didikte oleh takdir.
Akan tetapi, kenyataan bahwa Derish berhenti bicara dengannya tidak ada di dalam bayangannya. Ia tidak tahu jika memutuskan untuk menikah dengan pria itu adalah berarti dirinya tidak lagi bicara dengannya. Lagipula, apa yang pria itu pikirkan?
Mengapa dirinya tidak bisa lagi bicara dengan Derish? Bukankah pria itu lah yang selama ini mengejarnya, dan mengikutinya ke negara manapun dirinya berada?
Apa yang akan ia lakukan skarang? Menikah dengan pria yang tidak ingin lagi bicara dengannya? Apakah ini sebuah lelucon?
Tatjana tersentak ketika mendengar suara pintu yang terbuka.
Semua rasa gundah dan semua pertanyaan yang ada di kepalanya sirna ketika ia melihat pria itu. Namun, ia tidak mengerti ketika dirinya masih melihat Derish mengenakan pakaian pernikahan mereka.
Setahunya, Derish harus mandi dan mengganti pakaian, seperti dirinya.
"Kamu belum tidur?" tanya Derish.
Pertanyaan itu adalah pertanyaan pertama yang diucapkan pria itu setelah selama satu bulam mereka sama sekali tidak bicara.
"Aku harus menunggu kamu,' jawab Tatjana.
Derish berjalan memasuki kamar dan menutup pintu. Lalu, ia berkata, "Kamu bisa tidur sekarang. Aku cuma meu memastikan kalau kamu baik-baik saja. Aku akan kembali ke Kadhaton Utama untuk melanjutkan pekerjaanku. Pernikahan ini.. Sudah menyita banyak waktuku dan membuat banyak pekerjaanku terbengkalai."
Hati Tatjana mencelos. Sangat lama dirinya bisa mencerna ucapan itu. Atau sejujurnya, sangat lama ia mencari arti lain dari apa yang diucapkan oleh Derish. Namun, semuanya hanya berujung pada makna, bahwa pernikahan ini menyulitkan Derish. Bahwa pernikahan ini, tidak lebih penting dari semua pekerjaannya.
"Aku enggak mengerti semua yang kamu ucapkan," kata Tatjana. Bodoh.
"Aku mau mengatakan semua ini satu kali, Ta. Kenapa kamu menerima pernikahan ini? Aku tidak punya hak untuk bicara waktu itu, karena aku adalah orang yang membuat kesalahannya. Tapi aku mengandalkan kamu. Aku yakin kalau kamu akan menentang pernikahan ini."
Kening Tatjana berkerut. "Kamu yang menginginkan aku menikah dengan kamu selama ini, kan?"
"Ya. Dan bukan ini caranya. Tidak seperti ini. Aku mau menikah dengan kamu, setelah kamu mengingat semuanya. Tentang kita. Pernikahan ini, Ta.. Akan sangat sulit untuk kamu kalau kamu tidak memiliki pegangan yang kuat untuk menjalaninya. Aku akan bertanya dengan kamu. Apa kamu mengingat aku? mengingat kita? Apa kamu mengingat cinta aku kepada kamu? Apa kamu mengingat alasan kenapa kita mau menikah, walaupun pernikahan ini akan sangat sulit?" tanya Derish dengan sangat frustasi.
Ia merasa frustasi, selama satu bulan ini. Ia menyesali Tatjana yang menerima pernikahan ini. Tuhan tahu kalau dirinya sangat mencintai Tatjana dan sangat ingin memilikinya. Cintanya sangat besar, sampai dirinya tidak lagi memikirkan cinta untuk dirinya sendiri.
Ia mencintai Tatjana lebih besar. Dan ia tidak ingin Tatjana terperangkap di dalam pernikahan, yang pada akhirnya akan menyiksa wanita ini. Ia ingin menikah ketika Tatjana sudah mengingat semuanya, ketika Tatjana sudah kembali yakin pada pilihannya.
"Kamu belum mengingat semuanya," jawab Derish pada pertanyaannya sendiri, karena Tatjana sama sekali tidak mengatakan apapun.
Satu-satunya alasan mengapa Derish menyesali semua ini adalah, karena dirinya tidak ingin pernikahannya seperti pernikahan kedua orangtuanya. Ia tidak ingin Tatjana tersiksa, dan akhirnya akan diasingkan seperti ibunya.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Stars
RomanceBuku ketiga dari seri The Perfect Bouquet Disclaimer: Kerajaan, adat dan semua yang ada di dalam cerita ini murni hanyalah imajinasi dari penulis dan tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. φ Setelah terjaga dari tidur panjangnya, Tatjana sama...