BAB 18

257 34 0
                                    

Sejak kejadian pada malam pernikahan mereka, Tatjana berhenti bicara dengan Derish. Harga dirinya sangat terluka, ketika Derish pergi begitu saja serelah pembicaraan mereka yang belum memiliki titik akhir.  Derish meninggalkannya, seolah dirinya adalah manusia paling bersalah di dunia ini.

Satu minggu sudah berlalu dan Tatjana sudah sangat sibuk dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang ratu dari kerajaan yang sangat maju ini—lebih tepatnya—ia mempelajari sangat banyak hal baru. Mulai dari cara berjalan, tatakrama ketika makan dengan suaminya maupun dengan orang-orang yang lebih rendah kedudukan darinya, dan juga tentang sejarah dari kerajaan ini.

Tatjana sangat sibuk, bahkan untuk memikirkan tentang kemarahannya pada Derish. Pagi-pagi sekali, Wahyuni akan menariknya dari dipan, membantunya mandi, memakain pakaian, menemaninya sarapan dan membawanya ke tempatnya belajar. Kemudian, ia akan kembali ke Payon Omah Utama pada hampir tengah malam dan tertidur sesaat setelah kepalamya menyentuh bantal.

Ia bahkan tidak sempat menatap pintu kamar Derish yang selalu ia lewati, kamar yang selalu saja tertutup pintunya.

"Sudah mulai lelah dengan kehidupan di dalam istana ini, Ta?"

Tatjana menghentikan langkahnya ketika menatap soskk Derish yang terlihat baik-baik saja, sehat dan juga gagah. Pria itu sedang duduk di kursi yang seharusnya diduduki oleh orang yang akan mengajari Tatjana tentang tata krama.

"Tolong tinggalkan kami, Wahyuni," kata Tatjana pada Wahyuni. Untuk beberapa waktu, Wahyuni terlihat tidak yakin dengan apa yang harus ia lakukan. Namun, kemudian Tatjana menambahkan, "Dia tidak membawa ajudannya untuk peperangan ini. I just want to make this fair."

Akhirnya, Wahyuni menganggukkan kepalanya dan menunduk pada dua orang itu dan meninggalkan ruangan.

Ketika Wahyuni menutup pintu, Derish kembali mengulangi kata-katanya dengan sangat tenang, "Aku yakin kamu sudah sangat kesusahan beberapa waktu belakangan."

"Aku yakin, kamu adalah orang yang bertanggung jawab atas jadwalku yang tidak masuk akal ini," jawab Tatjana.

Ia bukan wanita bodoh, dan dari apa yang Derish katakan, Tatjana yakin tebakannya benar.

"Itu adalah konsekuensi dari apa yang kamu lakukan," jawab Derish.

"Apa yang kamu mau untuk aku lakukan?" tanya Tatjana. "Kamu pasti sangat ingin aku menyerah dan kembali ke keluargaku, Begitu, Yang Mulia?"

Perlu waktu bagi Derish untuk menjawab kata-kata itu. Namun, ia menganggukkan kepalanya. "Itu akan menjadi hal yang terbaik untuk kamu."

Tatjana mendengus. Sial. Ia tahu kalau dirinya sudah melanggar sebuah peraturan. Ia tidak boleh mendengus di hadapan suaminya. Pelajaran tata Krama menyebalkan itu ternyata mampu ia ingat.

"Sayangnya, kemarin aku baru mempelajari tentang dosa. Meninggalkan Raja yabyg merupakan suamiku adalah hal yang sangat tidak bisa ditolerir. Aku akan diasingkan, dipermalukan dan tidak akan ada yang bisa menikahiku jika aku adalah janda dari seorang raja Balwanadanawa."

"Aku bisa membuat kamu meninggalkan negara ini, Ta. Peraturan itu tidak akan berguna di negara lain. Kamu bisa memilih negara manapun yang akan kamu tinggali. Aku akan memastikan kamu baik-baik saja di sana dan bisa memulai hidup kamu," kata Derish.

Sesuatu di dalam sana terasa seperti benda tajam yang menyayat hati Tatjana. Ucapan Derish membuat hatinya hancur, tersayat.

"Aku.." kata Tatjana yang merasa hampir tidak bisa menyelesaikan kata-katanya, karena kemarahan yang tidak bisa ia bendung. "Aku tidak tahu apa yang membuat kamu sangat terobsesi dengan hal ini. Tapi satu yang harus kamu tahu. Aku tidak pernah putar arah setelah memutuskan untuk berjalan."

Kemudian, Tatjana berbalik dan meninggalkan ruangan itu. Ia menutup pintu dengan sangat keras, hingga membuat gema yang memilukan untuk Derish.

"Aku cuma tidak mau kamu hancur, Ta," jawab Derish lelah.

***

Sekar duduk di kamarnya dengan gelisah. Bagaimanapun, sekarang Derish sudah menikah dengan Tatjana. Walaupun Tatjana sepertinya belum mengingat semua yang ia ketahui, namun Sekar gelisah karena wanita itu berada di lingkungan kerajaan, juga menikah dengan Derish.

Bagaimnapun, Tatjana sudah menjadi anggota kerajaan yang sangat penting. Bagaimana kalau, di suatu hari nanti, Tatjana mengingat semuanya?

Ia menarik dan menghembuskan napasnya dengan gelisah. Lalu, ia mengambil ponsel untuk menelepon seseorang. Cukup lama ia menunggu panggilan telepon itu, hingga akhirnya seseorang di ujung sanga menerima panggilan teleponnya.

"Nariah?" panggil Sekar dengan senyumannya. "Bagaimana kuliahmu? Sepertinya, kamu sangat sibuk sampai tidak bisa pulang untuk menghadiri pernikahan sang raja."

"Nariah sangat sibuk, Bulik.." jawab Nariah di ujung sana.

Sekar kembali tersenyum. "Bulik tidak tahu apakah kamu benar-benar sibuk atau menghindari sesuatu, menghindari rahasia yang kita simpan selama hampir lima tahun ini, Nariah.."

"Kulo tidak mengerti apa yang Bulik katakan," jawab Nariah.

"Nariah.. Bulik tidak mau kamu bersikap tidak tahu seperti ini. Bagaimanapun, Tatjana sudah menikah dengan Yang Mulia Raja. Kamu mungkin berada di luar negeri sekarang, Nariah. Tapi.. Bulik akan menyeret kamu jika rahasia kita ini ketahuan."

Di ujung sana, tentu saja Nariah terlihat panik. Ia sangat panik dengan apa yang dikatakan oleh Sekar. Selama ini, ia berusaha untuk menebus kesalahannya dengan menjauhi kerajaan sejauh mungkin. Karena, ia merasa kalau kedhaton pun mengetahui dosa-dosanya.

Kedhaton tidak lagi sama, setelah ia melakukan dosa itu.

Kedhaton seperti sedang menghukumnya. Semilir angin yang biasanya selalu menyapa dengan lembut,  berubah seperti hembusan yang menghakiminya.

"Kulo sangat menyesalinya, Bulik. Bisa kita lupakan saja apa.yang terjadi di masa lalu? Sepertinya Yang Mulia Ratu tidak mengingat apa yang terjadi waktu itu. Satu-satunya yang tahu selain kita hanyalan Aghiya. Kulo yakin Aghiya tidak akan memberitahu siapapun," kata Nariah. "Kulo akan menjauhi kedhaton, jika itu adalah hal yang diperlukan.."

Jelas kata-kata terakhir yang Nariah ucapkan adalah hal yang sebenarnya sangat berat untuk ia lakukan. Selama ini, ia tidak pernah mau meninggalkan Kedhaton. Kedhaton adalah hidupnya, yang tidak bisa ia tinggalkan dengan mudah.

Akan tetapi, ia akan melakukan apapun selama dirinya bisa menutupi rahasia di masa lalu. Meskipun begitu, sepertinya Sekar tidak tertarik dengan apa yang Nariah katakan.

"Kita harus menyelesaikannya, Nariah. Sebelum Tatjana melahirkan seorang pangeran mahkota, kita bisa memisahkan mereka berdua."

Sekar yakin dengan apa yang ia ucapkan. Karena dulu, ia pernah melakukannya kepada Araya. Mengulang kejadian di masa lalu bukanlah hal yang sulit untuknya.

Bersambung

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang