Araya baru saja menyelesaikan doanya pada sore yang mendung itu. Sekarang, dirinya memang sudah kembali ke Kadhaton Balwanadanawa karena perintah dari putranya. Dirinya juga kembali menempati payon omah yang sudah lama sekali ia tinggalkan. Semuanya sudah kembali seperti semula baginya.
Walaupun begitu, Sekar tetap berada di kadhaton ini. Derish tidak mengasingkannya karena walau bagaimanapun, Sekar selalu menjaga Derish sejak kecil dan mengasihinya.
Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan oleh Sekar empat tahun yang lalu, selain Aghiya dan juga Tatjana yang kini sedang melupakan semuanya. Tidak ada yang tahu hal itu, karena ibu Sekar lah yang menanggung semua kesalahan empat tahun yang lalu.
"Apakah dewa dan langit akan mengabulkan doa yang selama ini Raden Ayu ucapkan?" tanya Sri, sayangnya pada Araya ketika mereka berjalan beriringan. "Raden Ayu selalu datang tepat waktu untuk berdoa."
"Aku berharap dewa mendengarkan keinginanku, Sri."
Di dalam hatinya, Sri mengaminkan apapun yang sedang didoakan oleh Raden Ayu-nya ini.
"Raden Ayu?" panggil seseorang dari kejauhan, yang Araya tahu adalah Elijah.
Araya dan Sri bergegas berjalan ke arah Elijah, karena sekarang mereka sedang berada di depan Payon omah Tetua yang tidak boleh ada keributan di sekitarnya.
"Elijah? Kamu tidak bersama denga putraku?" tanya Araya ketika mereka sudah cukup jauh dari payon omah tetua.
"Yang Mulia meminta Kulo pergi terpisah dengannya, Raden Ayu. Ketika Kulo baru akan berangkat ke Jakarta, Yang Mulia mengabarkan kalau Yang Mulia akan pulang," kata Elijah dengan raut gelisah.
Araya mengerutkan keningnya. "Apa Derish sakit sehingga dia harus kembali ke sini?"
"Bukan begitu, Raden Ayu," kata Elijah sambil menggerakkan kedua tangannya kekanan dan kekiri. "Yang Mulia kembali bersama dengan Ajeng Tatjana."
Perlu beberapa waktu bagi Araya untuk memahami apa yang dikatakan oleh Elijah. Karena, apa yang baru saja ia dengar adalah hal yang selama ini ia panjatkan kepada dewa dan langit.
"Tatjana akan tiba di sini? Di kadhaton ini?" tanya Araya, seolah memastikan apa yang baru saja ia dengar.
Elijah menganggukkan kepalanya. "Benar, Raden Ayu. Apa yang harus kita lakukan, Raden Ayu? Kulo tidak mengerti mengapa Yang Mulia membawa Ajeng Tatjana kemari. Apakah kita harus menyambutnya? Atau kita harus membuat sebuah upacara, Raden Ayu?"
"Aku akan membicarakannya dengan Eyang Ratu terlebih dahulu," kata Araya. Ia menatap Sri dan baru saja akan bergegas menuju ke Payon omah mertuanya. Namun, langkah mereka terhenti ketika melihat tetua berjalan mendekati mereka.
"Kulo mendengarkan keributan di payon omahku yang sangat sunyi dan tidak sengaja mendengar sumber kericuhan ini. Apakah benar yang dikatakan Elijah? Bahwa calon istri Yang Mulia akan kembali?" tanya tetua ketika ia sudah tiba di antara mereka bertiga.
Araya tidak punya pilihan lain selain menganggukkan kepalanya. "Aku juga baru mengetahuinya dari Elijah. Aku akan membicarakannya dengan Eyang Ratu terlebih dahulu, Tetua.."
Tetua menganggukkan kepalanya. "Ketika Ajeng Tatjana tiba, setelah matahari terbenam, minta dia datang ke Payon Omah Kulo. Tanpa Yang Mulia. Raden Ayu Araya bisa menemaninya jika Ajeng Tatjana merasa tidak nyaman."
"Ada sesuatu yang harus Tetua lakukan terhadapnya?" tanya Araya.
"Ya. Kulo sudah memikirkannya sejak beberapa waktu terakhir, Raden Ayu. Ada satu cara yang mungkin bisa membuat Ajeng Tatjana kembali mengingat apa yang saat ini terlupakan olehnya," jawab Tetua.
Ada secercah harapan di wajah Araya ketika ia mendengar ucapan itu. "Ada kemungkinan dia mengingat semuanya lagi?"
"Kulo berharap seperti itu. Bagaimanapun, kita bisa mendapat jawabannya setelah kita melakukan prosesnya, Raden Ayu."
Araya menganggukkan kepalanya. Ia tidak bisa menghilangkan senyuman kebahagiaan di wajahnya. Ia merasa bahagia. Karena, setelah empat tahun lamanya, akhirnya hari ini datang juga.
***
"Kayaknya keluarga kamu terlalu berlebihan menyambutku," kata Tatjana sambil mengalungkan kedua tangannya di lengan kokoh Derish.
Tidak ada alasan dirinya melakukan hal itu. Ia mengalungkan lengannya di lengan Derish murni karena dirinya merasa nyaman ketika melakukannya. Sekarang, dirinya juga sudah mengenakan sebuah kebaya berwarna biru muda. Ia juga merasa nyaman mengenakan kebaya untuk tiba di Kadhaton ini.
Di perjalanan ke sini, ia tidak henti-hentinya merasa kagum. Lalu, ketika ia turun di Kadhaton Utama san mendapati semua orang berada di sini, ia sedikit merasa tidak enak. Hanya saja, ada sebuah semilir angin yang menerpa wajahnya dengan sangat lembut dan membuatnya merasa lebih baik.
Angin itu seolah memiliki nyawa dan menenangkannya.
"Selamat datang, Tatjana," kata seseorang yang tidak Tatjana kenali.
Dirinya memaksakan senyuman kepada orang itu. "Terima kasih."
"Sepertinya Tatjana belum mengingat semuanya," kata wanita itu lagi, kepada semua orang yang ada di sana.
Derish berdeham. "Dia pasti lelah." Kemudian, ia menatap seorang wanita dari rombongan dayang. "Wahyuni, tolong antarkan Tatjana ke Payon Omah Djami."
Orang yang dipanggil menunduk dan menganggukkan kepalanya. "Kulo akan membawa Ajeng Tatjana ke Payon Omah Dhami, Yang Mulia."
Kemudian, Tatjana hanya mengikuti wanita yang bernama Wahyuni itu, yang terlihat sangat bahagia hanya karena berjalan beriringan dengannya.
Lalu, ketika Tatjana sudah meninggalkan tempat itu, Derish kembali berkata, "tolong bersikap biasa saja di hadapannya. Dia akan merasa tidak nyaman jika kita berlebihan. Dia akan berada di sini selama beberapa hari."
"Bagaimana kami semua tidak bahagia ketika akhirnya Tatjana kembali?" Kata Sekar yang sedari tadi bicara. "Yang Mulia akan membiarkannya pergi setelah beberapa hari?"
Derish tersenyum. "Kulo akan berusaha menahannya selama mungkin, Ibu."
Sekar membalas senyuman Derish. "Ibu akan berdoa yang terbaik untuk kalian."
Araya dan Sri yang juga berada di sana pun diam-diam meninggalkan kerumunan itu untuk menyusul Tatjana.
Sekarang sudah lewat matahari terbenam dan dirinya harus membawa Tatjana bertemu dengan tetua.
"Tatjana?" panggil Araya ketika akhirnya dirinya menemukan Tatjana.m beserta Wahyuni dalam perjalanan menuju ke Payon omah Dhami. Mereka semua berhadapan dan Araya tersenyum. "Aku adalah ibu kandung Derish. Senang bertemu lagi denganmu."
"Oh.." jawab Tatjana sambil membalas senyuman itu. Bagaimana ia bisa mengabaikan senyuman tulus itu? "Aku Tatjana."
"Bisa kamu ikut denganku ke sebuah tempat?" tanya Araya. Karena melihat raut ragu, ia melanjutkan, "pasti sangat sulit hidup dengan sebuah lubang dalam ingatanmu. Aku ingin membawamu ke tempat dimana kamu mungkin bisa mendapatkan kembali apa yang kamu lupakan, Tatjana."
"Aku bisa mengingat yang kulupakan lagi?" tanya Tatjana pelan.
"Tidak ada yang pasti untuk jawabannya. Tapi, kita bisa mencobanya." Pada saat itu, sebuah kereta kuda tiba di antara mereka. Araya kembali berkata, "kemarilah, Tatjana. Tante akan mengantarkan kamu ke Payon Omah Tetua, tempat dimana kamu mungkin akan mengingat semuanya lagi."
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Stars
RomansaBuku ketiga dari seri The Perfect Bouquet Disclaimer: Kerajaan, adat dan semua yang ada di dalam cerita ini murni hanyalah imajinasi dari penulis dan tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. φ Setelah terjaga dari tidur panjangnya, Tatjana sama...