BAB 33

180 24 1
                                    

Sudah lengkap dua minggu Tatjana melakukan proses pemulihan energinya. Besok ia akan meninggalkan wilayah paling timur Balwanadanawa dan ia merasa jauh lebih baik. Meskipun akhir-akhir ini ia sering merasa mual, namun ia baik-baik saja.

Ia mendapatkan kabar kalau Araya akan menjemputnya dan perasaannya jauh lebih bahagia. Apalagi, sekarang ia melihat kereta kuda milik Araya yang kian mendekat.

Mertuanya itu melakukan perjalanan dari kedhaton pada malam hari, sehingga ketika tiba, matahari dari ufuk timur mulai bersinar.

Hari ini, ia mengenakan kebaya berwarna cokelat dan menyanggul rambutnya dengan sangat rapih. Meskipun ia adalah seorang ratu, namun ia tetap harus menghormati Araya sebagai mertuanya, dengan mempersiapkan diri sebelum bertemu dengan Araya.

"Menantuku tersayang," kata Araya ketika mereka sudah berhadap-hadapan. "Kamu terlihat jauh lebih baik."

"Kulo benar-benar sehat, Ibu," jawab Tatjana. Ia lalu menundukkan kepalanya untuk memberikan hormat dan setelah itu, ia memeluk Araya dengan erat.

Araya tersenyum dan membalas pelukan Tatjana. Setelah berpelukan, Araya menyentuh perut Tatjana yang mulai menunjukkan kehamilan. Ia mengambil daun sirih dan juga beras kunyit untuk diletakkan di perut Tatjana beberapa saat, tanda kalau dirinya menerima dan menjaga bayi yang ada di dalam kandungan itu.

Setelahnya, Tatjana mengajak Araya untuk sarapan bersamanya di pondok makan. Ia dan para dayang sudah mempersiapkan sarapan dengan baik, juga teh pagi untuk mereka semua.

"Karena kita tidak sedang berada di Kedhaton untuk sarapan kerajaan, boleh kita makan sambil bicara?" tanya Araya pada Tatjana ketika mereka sudah duduk di kursi masing-masing.

Dayang lainnya juga sedang mengambil sarapan dan duduk di sekitar mereka. Meja mereka hanya diisi oleh mereka berdua, sehingga mereka memiliki privasi untuk bicara.

"Semenjak kalian menikah, Ibu tidak pernah mau mencampuri urusan kalian. Tapi, nduk.. Ibu mulai merasa khawatir. Sepertinya hukuman Ibu yang meminta kalian berjalan bersama pada setiap sore, tidak membuahkan hasil. Boleh ibu tahu, apa yang sedang terjadi di antara kalian berdua?" tanya Araya.

Tatjana tersenyum pahit dan menelan makanannya. Kemudian, ia menjawab, "Ada kesalahpahaman di antara kami, Ibu.."

"Sudahkah kalian membicarakannya?"

"Kami tidak pernah bisa membicarakan nya," jawab Tatjana lagi.

Araya menghela napas pelan, karena tahu betul kalau pasangan yang baru menikah pasti akan mengalami pasang surut di awal seperti ini.

"Kulo merasa terbelah bagi, Ibu.. jika Kulo mengatakan ini, apakah Derish akan percaya? Apakah Derish akan terluka?" tanya Tatjana.

Karena, bagaimanapun juga, Tatjana melihat kalau Derish sangat menyayangi Sekar sekarang, sama seperti Derish menyayangi ibu kandungnya sendiri. Derish pasti terluka, dan patah hati untuk yang ke dua kalinya.

Derish pernah hancur karena Sekar. Di masa kecilnya, ia terpisah dari ibu kandungnya karena ulah wanita itu. Lalu, ketika Derish sudah bisa menerima semuanya, sudah menata kembali hidupnya, apakah Derish bisa bangkit lagi jika tahu kalau Tatjana akan mengalami hal yang sama seperti ibunya?

Kalau darah dagingnya sendiri lah yang kini dalam bahaya?

"Nduk.. kamu bisa mengatakan apapun kepada ibu," kata Araya sambil menyentuh punggung tangan kiri Tatjana yang ada di atas meja. "Ceritakanlah semuanya."

Ketika Tatjana mendengar itu, dadanya terasa sangat sesak, seolah semua bebannya memaksa untuk dikeluarkan. Selama beberapa waktu ini, ia hanya menelan semuanya.

The Perfect Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang